“Selamat pagi Altair san.” sapa sekretarisnya begitu ia sampai di kantor.
“Pagi.” jawab Altair singkat.
Pria tinggi itu mengedarkan pandangan nya untuk mencari sosok Ryota dan Naoki yang belum terlihat. Melihat jam yang sudah pukul delapan biasanya kedua sahabatnya ini sudah sibuk dengan laptop masing-masing. Tak menemukan orang yang dicari Altair memutuskan untuk mulai bekerja sendiri, dibukanya laptop yang tadi ia bawa lalu mengecek e-mail yang masuk satu persatu. Matanya tertuju pada salah satu alamat e-mail yang tidak asing untuknya, tanpa menunggu lama ia langsung membuka e-mail tersebut.
From : minami.ceo@minamicorp.com
To : sato.altair@northstarcorp.com
Aku ingin mengajakmu makan siang bersama. Aku tunggu di Uncle Roger resto.
Padat, jelas, singkat email yang dikirim oleh ayah ke
“Aku dan ibu Aquila memutuskan untuk berpisah.”Kalimat itu terus terngiang di otak cerdas Altair. Bagaimana tidak, kalimat itu pasti akan membuat mental kekasihnya terguncang. Selama ini Altair tahu kekasihnya itu menyembunyikan semua kesedihan di balik senyum manis yang selalu gadis cantik itu pasang. Namun, kali ini ia tak tahu apakah kekasihnya itu bisa bertahan saat mendengar kalimat ini.Membayangkan jika dia yang berada di posisi gadis itu saja ia tak sanggup, ia tak bisa membayangkan jika kedua orang tuanya yang akan berpisah.“Oleh karena itu kuatkan Aquila saat kami memberitahu keputusan itu. Aku tidak mau dia lari ke hal-hal yang tidak baik.” ucap Kepala Keluarga Minami itu membuyarkan lamunan Altair.“Tidakkah kalian bisa bertahan demi Aquila?”“Kami sudah tidak bisa.” balas pria itu.“Setelah
“Orihime.” Gadis manis itu tidak begitu suka mendengar Altair menyebut nama mantan kekasihnya itu. Ada sedikit kecemburuan di dalam hatinya. Buru-buru Aquila menggelengkan kepalanya sendiri, ia tidak mau bersikap seperti anak kecil dan membuat Altair tidak nyaman, ia harus ingat bahwa wanita yang bernama Orihime itu hanya masa lalu kekasihnya.Altair mendekat ke samping Aquila. “Kau sudah selesai?” tanyanya.“Sudah.” jawab Aquila singkat.“Dia masa laluku.” bisik Altair. Ia menarik kekasihnya ke dalam pelukan nya. Altair tahu gadis manis ini tengah cemburu, sedikit banyak itu membuatnya bahagia karena itu tandanya Aquila takut kehilangan dirinya. Namun, ia juga tidak ingin kekasihnya salah paham dan berpikir macam-macam.“Aku tahu.. maafkan aku, aku sendiri tidak tahu kenapa bisa merasa terganggu hanya dengan mendengar kau menyebut namanya.”
Pagi menjelang, Altair dan Aquila tengah sibuk bersiap memulai harinya masing-masing. Mereka berdua bangun terlalu siang setelah semalam tidak tidur karena terlalu asyik berbincang, keduanya baru bisa memejamkan mata pukul lima pagi.“Altair.. aku berangkat dulu, maaf aku tak bisa menyiapkanmu sarapan!” teriak Aquila dari ruang tengah. Ia sudah siap berangkat ke kampus.“Tunggu!” seru Altair. Mau tidak mau Aquila menunggu kekasihnya.Setelah sepuluh menit menunggu akhirnya Altair keluar, pria tinggi itu sudah berpakaian rapih dengan jas hitam yang ia kenakan.“Ayo, aku antar.” ucapnya datar.“Tidak perlu, aku bisa naik bis. Ini sudah siang, kau langsung ke kantor saja.” tolak Aquila. Ia tidak mau merepotkan kekasihnya, ia tahu Altair ada meeting pukul sepuluh dan ini sudah pukul setengah delapan. Masalahnya arah antara kampus Aquila
“Apa mama mengatakan sesuatu?” tanya Altair. Ia tatap mata gadis manis itu intens.“Tidak banyak, hanya kebiasaan-kebiasaan kecil anak kesayangan nya ini.” Aquila mencubit hidung mancung Altair.“Syukurlah kalau begitu.” ucap Altair lega.“Kau menyembunyikan sesuatu dariku?” Aquila bertanya curiga.“Tidak ada yang aku sembunyikan darimu, Aquila.” Bohong pria tinggi itu. Ia memeluk Aquila, menyembunyikan wajahnya di ceruk gadis manis itu, ia tak mau jika Aquila melihat kebohongan di matanya. Bukan bermaksud membohongi, hanya saja belum saatnya Aquila tahu tentang perjodohan yang direncanakan sang kakek.“Oiya.. ini sudah malam, kau harus menyuruh ibumu menginap! Aku bisa tidur di ruang tamu.” Aquila menatap Altair serius.“Ryokai! Hime-sama..” Aquila tertawa mend
Pagi itu apartemen Altair lebih ramai dari biasanya. Sang ibu dan sang kekasih tengah asik memasak sarapan pagi, sementara Altair sendiri masih tertidur di sofa ruang tengah. Kedua wanita itu tidak tahu Altair baru bisa memejamkan mata pukul setengah lima pagi. Semalam pria tampan itu terlarut dalam pikirannya hingga tak sadar pagi hampir menjelang.Ibu Altair membuat scrambled egg, Aquila membuat susu hangat dan menyiapkan roti gandum dengan selai avocado untuk disajikan bersama scrambled egg nanti.“Sayang, bisakah kau membangunkan Altair? Ini sudah pukul sembilan, biar mama yang menyiapkan sisanya.” Pinta Ibu Altair lembut.“Baik bibi.” balas Aquila sopan.“Sayang, bukankah sudah mama bilang untuk memanggil mama saja daripada bibi.”“Maaf Aquila lupa ma.. mama.” ucap Aquila canggung. Ibu Altair memang sudah meny
Altair melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, beberapa kali bahkan ia hampir menabrak mobil yang ada di depannya jika saja ia tidak sigap menekan rem. Ia ingin melampiaskan sedikit amarahnya, kesabaran nya selalu diuji tiap kali bertemu sang kakek. Itulah sebabnya ia enggan tinggal bersama ayah dari ibunya itu.Sang kakek adalah sosok yang sangat keras, yang selalu memaksakan kehendaknya pada orang lain, yang selalu berfikir apapun yang ia putuskan itulah yang terbaik, ia tak mau menerima saran dari siapapun termasuk keluarganya sendiri. Dan semua hal itu membuat Altair berfikir bahwa sang kakek di ciptakan tidak dengan hati.Merasa tak bisa menahan emosi lagi, ia segera menghentikan mobilnya di tepian jalan, jika ia memaksakan diri untuk mengemudi saat fikiran nya kacau ia takut akan merugikan pengendara yang lain. Dipukulnya setang kemudi di hadapannya lalu mengusap wajahnya kasar. Dilihat jam baru menunjukkan pukul empat, ia tak tahu
“Apa yang okaa-sama lakukan di sini sepagi ini?” tanya Aquila tegas. Wanita paruh baya itu tidak langsung menjawab, sekilas ia melihat sosok lelaki yang duduk di depannya, “cepat jawab!” seru Aquila yang hampir habis kesabaran. Altair yang mendengar Aquila berteriak segera menghampiri kekasihnya itu. Ia genggam tangan kekasihnya mencoba menenangkan.“Aquila.. kau sendiri apa yang kau lakukan di hotel sepagi ini?” tanya sang ibu.“Jangan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan!” seru Aquila dengan nada rendah.“Sama dengan yang kau lakukan.”“Apa? Menginap bersama kekasih begitu?” Aquila meninggikan suaranya mendengar jawaban yang ibunya berikan. Nyonya Minami sendiri tak menyangka Aquila akan menjawab seperti itu, ia berfikir anak gadisnya akan menjawab jika datang ke hotel hanya untuk sarapan.“Kami sara
Aquila terdiam mendengar penuturan sahabatnya, pasalnya Altair pernah bercerita jika saat ini Ryota tidak bisa serius dengan perempuan karena belum bisa melupakan gadis yang menjadi cinta pertamanya. Namun, baru saja Emilia bercerita jika dia sudah melakukannya dengan Ryota itu berarti ada dua kemungkinan yaitu Ryota serius pada Emilia atau pria itu hanya mempermainkan sahabatnya. Ia takut jika kemungkinan yang kedualah yang benar. Aquila tidak bisa membiarkan sahabatnya dipermainkan oleh salah satu orang kepercayaan kekasihnya itu.“Hei.. kau melamun?” Emilia melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Aquila.“Tidak.. tidak.” sanggah gadis manis itu cepat. Ia akan mencari tahu kebenarannya terlebih dulu dari Altair baru menceritakan nya pada Emilia.“Ya sudah, ayo mulai bekerja!”***“Tadaima!” lirih Aquila begitu memasuki apartem