Home / Fantasi / SURA, PANGERAN TERBUANG / 7. PEDANG LANGIT DAN DUA IBLIS TUA

Share

7. PEDANG LANGIT DAN DUA IBLIS TUA

Author: Lampard46
last update Last Updated: 2025-10-22 11:06:40

“Fummmmm…”

Aura kuat bergetar lembut di udara saat tubuh Lin Boa diselimuti cahaya emas terang.

“Ini… Aku naik tingkat? Hahahaha!” serunya girang, menatap kedua tangannya tak percaya. “Aku benar-benar berhasil menembus kemacetan kultivasiku yang sudah kutanggung selama tiga tahun terakhir!”

Tanpa menunda, Lin Boa segera duduk bersila, menstabilkan aliran energi dan menyerap eliksir yang baru saja diberikan Tuannya. Di dalam dantiannya, pusaran energi spiritual berputar kencang, menandai langkah baru di jalur kultivasinya.

“Ranah Pembentukan Pondasi tahap awal… Akhirnya aku sampai juga ke tingkat ini,” gumamnya penuh haru. “Setelah tiga tahun terhenti, Master benar-benar hebat…”

Matanya berkaca-kaca saat ia menunduk. “Terima kasih, Tuanku. Kebaikan Tuan takkan pernah kulupakan seumur hidup.”

“Ya, ya, ya… Itu cuma hal sepele,” sahut Sura santai, sambil menatap langit tanpa beban.

“Tuanku, boleh aku bertanya?” ucap Lin Boa dengan suara hati-hati.

“Ada apa, pengikut kecil? Apa yang membuatmu penasaran kali ini?” balas Sura, nada suaranya datar tapi matanya penuh rasa ingin tahu.

“Semalam, saat aku beres-beres dan menyiapkan air mandi untuk Tuan, aku menemukan sebuah pedang. Auranya… samar tapi mengerikan,” jawab Lin Boa serius.

“Oh? Pedang, ya? Coba tunjukkan padaku.”

Lin Boa segera mengeluarkan pedang dari sarung kain lusuh dan menyerahkannya.

“Hah? Ternyata pedang jelek ini?” gumam Sura, mengangkat alis.

“Tuan,” jelas Lin Boa cepat, “kemungkinan besar ini adalah artefak dunia atas yang terjatuh dua hari lalu. Banyak sekte besar membicarakannya.”

“Pedang jelek ini?” Sura tampak ragu.

“Benar, Tuanku. Dua hari lalu ada seorang ahli meninju langit hingga terbentuk lubang besar. Setelah itu, sebuah artefak dewa jatuh ke dunia bawah. Ayahku dan para ketua sekte menyelidiki kejadian itu. Tapi kami tidak menyangka kalau hal itu juga menarik perhatian para kultivator iblis.”

Sura tertawa kecil. “Sungguh disayangkan, aku melewatkan tontonan menarik seperti itu.”

Ia menatap pedang itu lama. “Tapi, apa yang dikatakannya mungkin benar. Pedang ini memang jatuh dari langit, tepat di depan kediamanku. Aku kira cuma besi rongsokan yang dibuang tuannya.”

Ia memiringkan pedang, memeriksa lekuk bilahnya. “Karatnya tebal, auranya lemah. Hmph, tak ada yang istimewa.”

Sura menghela napas. “Baiklah, aku akan memperbaikinya sedikit. Siapa tahu ada sesuatu yang menarik.”

“Tuan juga bisa memperbaiki senjata?” tanya Lin Boa dengan mata membulat.

“Tentu saja.”

“Woah…” Lin Boa ternganga kagum.

Sura menyalurkan esensi dantian supramenya ke pedang itu. Cahaya lembut memancar dari tangannya, merambat ke sepanjang bilah. Suara “trrrrttt” terdengar ketika karat dan kotoran rontok satu per satu, mengungkapkan logam berkilau di bawahnya.

Perlahan, pedang itu berubah bentuk: bilahnya memancarkan cahaya putih suci, gagangnya bersinar keemasan, dan hiasan batu roh tingkat tinggi berpendar lembut di bagian ujungnya.

“Indah sekali…” gumam Lin Boa takjub.

Sura mengayunkan pedang itu dua kali, lalu berhenti dengan wajah datar. “Apa-apaan pedang ini? Setelah diperbaiki, kekuatannya cuma naik sedikit. Katanya artefak dewa, tapi rasanya seperti pisau dapur ayahku.”

Ia mendengus malas. “Sudahlah, tak berguna untukku. Kau saja yang ambil, pengikut kecil.”

“Tuanku?” Lin Boa menatapnya tak percaya.

“Ambil saja.”

Sura melempar pedang itu ke arah Lin Boa, yang segera menangkapnya dengan sigap.

“Itu hadiah kedua dariku. Gunakanlah. Lagipula, benda itu tidak berguna bagiku.”

“Terima kasih, Tuanku! Terima kasih!” Lin Boa menunduk tiga kali dengan penuh rasa syukur, matanya berkaca-kaca.

Sura menggaruk kepalanya, heran. “Kenapa dunia ini begitu mudah terkesan? Pedang itu cuma bagus di tampilan.”

Namun ketika Lin Boa menggenggam pedang itu, udara di sekitar mereka bergetar hebat. Aura tajam dan tekanan spiritual membubung tinggi, membuat rambut Lin Boa berdiri.

“Pedang ini… luar biasa. Energinya mengerikan,” gumamnya dalam hati. “Tuan benar-benar tidak menginginkannya? Atau beliau hanya ingin memberikannya padaku?”

Ia menatap Sura dengan rasa hormat yang semakin dalam. “Tuan sungguh baik kepadaku…”

“Sudahlah, jangan berlebihan begitu,” kata Sura ringan. “Aku senang kau menyukainya.”

“Tuan adalah orang paling kuat dan baik yang pernah kutemui,” gumam Lin Boa lirih, pipinya memerah menahan haru.

Sura menepuk bahunya. “Baiklah, urusan pedang selesai. Sekarang kita perlu merenovasi kediaman ini. Aku ingin tempat ini layak huni. Lagi pula, mungkin nanti tak hanya kita berdua yang tinggal di sini.”

“Siap, Tuanku! Apa aku perlu memanggil tukang bangunan dari kota bawah?”

“Tidak perlu. Cukup lihat dan belajar.”

“Eh? Jangan bilang Tuan juga ahli bangunan?” Lin Boa menatapnya lebar-lebar.

“Hahahaha! Reaksimu menggemaskan,” jawab Sura sambil menepuk tiang rumah.

Ia menyalurkan energi spiritual melalui telapak tangannya. Seketika, seluruh bangunan bergetar lembut. Dinding yang kusam berubah menjadi batu giok putih, lantai memantulkan cahaya lembut, genteng berkilau bagai baru dipasang.

Pekarangan pun bersih seketika, rumput liar berganti dengan tanaman eliksir, dan kolam di samping rumah berubah menjadi kolam spiritual sebening kristal. Pohon persik yang tadinya gersang kini kembali bersemi, rantingnya memancarkan aroma manis spiritual.

Sura menyalurkan seberkas kecil esensi Pohon Dunia ke batang pohon itu. Tanpa disangka, aura lembut membungkus pohon persik, lalu—

“Salam, Tuanku Yang Agung,” sapa suara lembut yang keluar dari arah pohon.

“Salam, Nona Muda,” lanjut suara itu pada Lin Boa.

Sura terperanjat. “Hah?! Pohon persik bisa bicara?”

“Tuan, pohonnya benar-benar bicara!” Lin Boa menjerit kecil.

“Terima kasih, Tuanku, telah memberkahi hamba dengan kesadaran dan kehidupan baru,” ujar pohon itu anggun.

“Oh-ho, rupanya efek dari esensi Pohon Dunia,” gumam Sura.

“Pohon Dunia? Apa itu, Tuanku?” tanya Lin Boa.

“Bukan urusanmu sekarang. Belum saatnya kau tahu.”

Sura menatap pohon itu dan berkata, “Karena kau telah hidup dan sadar, aku beri kau nama Ye Ba.”

“Terima kasih, Tuanku. Hamba menyukai nama itu,” jawab Ye Ba lembut.

“Baik, Ye Ba. Tugasmulah menjaga aliran energi spiritual di sekitar kediaman ini agar tetap stabil.”

“Hamba patuh, Tuanku. Tubuh hamba sudah berusia seribu tahun, dan hamba sudah memahami cara menjaga keseimbangan energi.”

Sura mengangguk puas. “Bagus. Mulai sekarang, anggap Lin Boa sebagai adik kecilmu.”

“Baik, Tuanku.”

“Mohon bimbingannya, Kakak Ye Ba,” kata Lin Boa sopan.

“Baik, Adik Kecil.”

Sura tersenyum tipis. “Kediaman ini sudah rapi. Pilihlah kamar sesukamu dan beristirahatlah. Aku tahu kau belum tidur sejak kemarin.”

“Terima kasih, Tuanku.”

“Pergilah.”

Lin Boa menunduk hormat sebelum beranjak.


Beberapa waktu kemudian, suara ledakan keras mengguncang udara. BRAAAKK!

Dinding baru yang dibangun Sura hancur seketika.

Dari reruntuhan, muncul sosok besar berwajah seperti singa, berambut panjang, bertubuh kekar dengan dada telanjang dan pelindung berduri di kedua lengannya.

Lin Boa membeku ketakutan. “Tu-Tuan… habislah kita. Itu Il Tianba! Saudara Il Ao yang Tuan bunuh kemarin! Pemimpin tertinggi Klan Naga Iblis!”

Il Tianba melangkah maju, matanya menyala garang. “Hei, Lin Boa. Jadi kau masih hidup, ya? Aku kira adikku sudah menyingkirkanmu.”

Ia menatap sekeliling. “Di mana Il Ao? Aku tak merasakan auranya.”

Lin Boa menelan ludah. “Dia… dia tidak ada di sini.”

Il Tianba mengerutkan dahi. “Tidak ada? Jangan bilang pedang artefak dewa itu kau simpan, dan adikku kau bunuh?”

Belum sempat Lin Boa menjawab, suara berat bergema dari udara.

“Woah… tempat ini begitu kaya energi spiritual. Tak heran artefak dewa memilih turun ke sini,” ucap seorang pria tua yang melayang di langit.

Rambut dan janggutnya putih panjang, separuh wajahnya tertutup kain, auranya memancar tenang namun beracun.

Lin Boa berbisik gugup, “T-Tuan, itu Qi Anfa… pemimpin Sekte Setan!”

Qi Anfa tertawa. “Bahkan gunung busuk ini menyimpan harta berharga. Mulai sekarang, tempat ini akan menjadi milikku!”

“Berani sekali kau, racun tua!” seru Il Tianba garang. “Aku yang menemukannya lebih dulu. Semua yang ada di sini adalah milik Sekte Naga Iblis!”

“Kalau begitu rebut saja dariku—kalau kau mampu,” balas Qi Anfa dingin, melepaskan tekanan spiritual yang membuat udara bergetar.

“Coba saja!” raung Il Tianba, meloncat dan mengayunkan tinjunya yang berselimut qi iblis.

Namun sebelum serangan mereka bertemu—

“Cukup!” suara lantang Sura menggema.

Keduanya sontak berhenti.

Sura menatap mereka tajam. “Kalian berdua datang ke kediamanku tanpa izin, menghancurkan tembokku, dan seenaknya mengklaim tempat ini seolah milik kalian? Apa kalian pikir aku ini udara?”

Udara di sekelilingnya tiba-tiba menegang, aura tak terlihat menekan kedua pemimpin sekte itu hingga mereka terdiam.

Sura mengangkat tangannya perlahan. “Kalian sudah membuatku murka… dan aku tidak akan mengampuni kalian.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   14. SUMPAH PARA IBLIS SILUMAN

    Cahaya keemasan terpancar dari tanah beberapa saat setelah Sura menanam biji buah persik dewa. Dalam hitungan detik, muncul sebatang pohon besar dengan batang kokoh, daun hijau keemasan yang lebat, dan buah-buah bercahaya lembut menggantung di antara dahan-dahannya. Pemandangan itu begitu indah dan tak masuk akal.Sen Butao yang sempat pingsan langsung tersadar, sementara Brender dan Si Yelong menatap tanpa berkedip, wajah mereka tercampur antara kagum dan takut.“Jadi ini… batang pohon buah persik dewa?” gumam Sura perlahan, menatap pohon yang kini menjulang di depannya. “Berbeda dengan persik spiritual biasa, pohon ini memiliki batang, daun, dan buah berwarna emas murni.”“Tidak mungkin…” Brender menggeleng tak percaya. “Seharusnya, batang pohon persik dewa baru

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   13. BUAH PERSIK DEWA DAN KEAJAIBAN

    “Hahaha! Dasar manusia sombong tak tahu diri! Aku akan mengubahmu jadi abu dengan satu pukulan! Berdoalah agar nanti kau terlahir kembali dengan tubuh yang lebih kuat!” teriak Sen Butao penuh amarah. Ia mengerahkan seluruh kekuatannya, mengayunkan tinju raksasanya yang dikelilingi Qi merah menyala dan percikan petir yang berputar ganas di sekitarnya.Namun Sura hanya tersenyum tenang. Ia mengangkat satu jari telunjuk, dan dalam sekejap jari itu bersinar dengan cahaya emas yang pekat.Bam!!Suara ledakan menggema, dan tubuh besar Sen Butao terlempar jauh ke belakang. Lubang sebesar kepalan tangan muncul di dada iblis itu, tembus dari depan ke belakang. Tanah di bawahnya bergetar keras, meninggalkan bekas benturan besar.Sen But

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   12. GODAAN DAN TANTANGAN

    “Tidak. Aku tidak suka makan kotoran hijau seperti itu! Ambillah, kau lebih membutuhkannya.” Sura mengangkat bahu santai, lalu meninggalkan Lin Boa dan kembali ke ruangannya untuk beristirahat.Sambil melangkah, Sura bergumam dalam hati, mengingat ucapan ayahnya dulu. “Ayah bilang aku tidak perlu berkultivasi. Jadi sebenarnya aku tak butuh apa pun untuk kuserap sebagai energi sekarang. Yang perlu kulakukan adalah mengaktifkan seluruh dantian suprameku.” Ia menghentikan langkah sejenak, mata menatap jauh ke arah langit. “Harus bisa mengaktifkan setidaknya setengah dari jumlah dantian suprame itu. Setelah itu aku bisa bebas terbang meninggalkan tempat ini, lalu menyusul ayah.”Belum selesai Sura bicara dalam pikiran, wajah Lin Boa mendadak berubah tegang saat suara dari kejauhan memanggil. “Hei, gadis muda!! Apa kau mendeng

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   11. TIGA IBLIS DAN MURID BARU

    “Petirnya sudah hilang. Ayo kita ke sana dan lihat siapa gadis yang berani menantang langit!” seru Si Yelong, terbang lebih dulu, diikuti oleh Sen Butao dan Brender.Setelah menyerap seluruh sisa energi petir yang telah diubah menjadi kekuatan murni, Lin Boa perlahan turun dari udara. Tubuhnya bersinar lembut, diselimuti esensi energi yang terus berputar sebelum akhirnya terserap sempurna ke dalam dirinya. Ia berhasil menaikkan ranahnya ke tingkat yang lebih tinggi.Ketiga iblis yang sejak tadi memperhatikan dari kejauhan kini tampak semakin tertarik. Sorot mata mereka penuh rasa kagum — dan keinginan untuk memiliki gadis itu sebagai murid.

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   10. PETIR MALAPETAKA KENAIKAN RANAH

    “Aaaahkkk!!!” teriak Lin Boa, tubuhnya gemetar hebat.“Tuanku! Ini… ini sungguh sangat menyakitkan!” ia menjerit, tak mampu lagi menahan aliran energi yang mengamuk di dalam tubuhnya.“Tuanku! Aku… aku tidak sanggup lagi!” suaranya serak, matanya berair, wajahnya pucat menahan rasa sakit yang luar biasa.“Sial! Apa aku gagal? Jika dipaksakan, tubuh Lin Boa bisa meledak!” gumam Sura, menghentikan sejenak aliran energi yang sedang ia salurkan.“Lin Boa!” panggil Sura keras.“Ya… Tuanku?” sahut Lin Boa dengan suara lemah, masih meringis menahan sakit.“Kau ingin menjadi muridku, bukan?”

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   9. PERCOBAAN GILA SANG DEWA BUKIT LUMUT

    “Tapi, Tuan… aku yakin dia akan datang lagi ke sini dengan membawa kekuatan yang lebih besar untuk membalas kekalahannya hari ini,” ucap Lin Boa dengan nada khawatir.“Aku malah takut kalau dia tidak datang ke sini untuk membalas dendam,” jawab Sura santai sambil menyilangkan tangan di dada.“Heh? Kenapa begitu?” Lin Boa mengerutkan kening, bingung mendengar jawaban tuannya.“Sebenarnya aku tidak ingin membunuhnya. Aku hanya ingin meminta kompensasi karena dia sudah merusak kediamanku. Tapi, ya sudahlah… aku akan membuat perhitungan padanya saat dia datang lagi nanti,” ujar Sura tenang, lalu mengkretekkan jari tangan dan kakinya untuk meregangkan tubuh.“Lin Boa! Kumpul

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status