Tara cuma langsung menatap Erica yang sedari tadi menggenggam tangan dinginnya dengan perasaan cemas. Sebenarnya Tara juga tidak tahu harus protes atau marah pada siapa karena mereka sendiri juga mengalaminya dan pasti dia juga tidak akan bisa menyalahkan apa pun tindakan yang diambil Erica jika saja dirinya yang menyerah untuk memperjuangkannya.
Tara hanya langsung memeluk Erica dan sadar jika wanita itu telah mengorbankan segalanya untuk memilih bersamanya. Dan memang hanya itu yang terpenting untuk Tara sekarang, tanpa ingin menoleh lagi ke belakang.
"Tidak akan ada yang berubah, karena semua ini memang tidak akan mengubah apapun!" tegas Tara ketika memeluk erat Erica hingga bibirnya berdesis kaku karena Tara yakin apapun itu tidak akan sedikit pun mengubah jati dirinya.
Tante
Memasuki bulan ke tujuh kandungan Erica terlihat semakin besar. Tara tetap bersikeras untuk menikahinya lagi di depan semua orang. Tara ingin semua orang tahu jika mereka sudah menikah dan wanita itu adalah miliknya seutuhnya. Ia sengaja mengadakan pesta tersebut di kampung halamannya karena Tara merasa di sanalah orang -orang yang ia kenal tinggal dan dia ingin ikut berbagi kebahagiaannya dengan mereka semua. Selain Jemy dan Adam, Eric dan Emy juga datang bersama Sky dan putra kedua mereka yang baru berusia satu tahun. Ini adalah kali pertama Emy mengajak Eric dan anak-anaknya pulang ke kampung halamannya. Caroline dan Aldi juga ikut datang dari Bali.Haji Sofyan yang terlihat semakin sehat juga hadir untuk menyaksikan pernikahan mereka. Sebenarnya Tara dan Erica juga mengundang nyonya Marisa tapi sepertinya dia tidak bisa datang. Tara mengadakan pestanya di depan halaman rumah ya
"Oh, Erica! lihat perbuatan suamimu!" pekik ibunya seketika membekap mulutnya sendiri karena syok.Kebetulan mereka sedang duduk satu meja bersama Jemy, Adam, dan serta ayahnya. Jemy sempat tersendak air mineral dari sedotan, sementara Adam sepertinya justru cuma ikut ngilu membayangkan rahang sepupunya yang mungkin sudah retak.Ibu Eric langsung menghampiri Nico yang sudah sempat mendapat pukulan beberapa kali sampai sudut bibirnya berdarah.Sebenarnya Erica juga kurang setuju dengan tindakan Tara, tapi karena yang dia pukul Nico, Erica sengaja membiarkannya saja. Erica cuma menarik lengan Tara untuk dia ajak duduk lagi."Sebaiknya kau pergi dulu! " kata Erica pada Nick yang sudah digandeng ibunya.
"Aku tidak pernah bermaksud ingin mempermalukanmu dengan sifat keras kepalaku. Sejak dulu aku hanya ingin memulai usahaku sendiri, doakan saja semuanya berhasil dan kuharap kau tidak malu memiliki suami pedagang ikan keras kepala sepertiku." Tara masih menggenggam tangan Erica menunggu sampai wanita itu mengangguk."Sudah ribuan kali kukatakan aku ingin melaluinya bersamamu tak perduli kau putra siapa."Dari sejak notaris nyonya Marisa meninggalkan tumpukan berkas itu di meja Tara, Tara sama sekali tidak tertarik untuk sekedar mengintip atau membacanya. Justru Erica yang beberapa hari ini merasa tidak tenang sampai akhirnya membuka-buka lampiran berkas tersebut dan meneliti bunyi poin dalam salina wasiat nyonya Marisa."Tara sebaiknya kau temui beliau," saran Erica yang bahakan b
"Apa kau akan segera pulang?" tanya nyonya Marisa yang ternyata masih berat untuk melepas putranya. "Tolong tinggallah dulu malam ini."Tara mengangguk karena sepertinya dia juga baru bisa pulang besok."Andai kau bisa tinggal.""Maaf, aku tidak bisa,Bu. Tapi jika ibu mau tinggal bersamaku aku tidak pernah keberatan."Kali ini nyonya Marisa yang menggeleng pelan.Tara tidak bertanya lagi tapi sepertinya dia tahu apa yang dipikirkan ibunya."Istirahatlah dulu, Bu. Aku tidak akan ke mana-mana dan aku janji nanti aku dan Erica akan lebih sering mengunjungi, Ibu."Nyonya Marisa mengiku
Sementara abahnya masih bicara dengan nyonya Marisa, Larisa menunggu di luar bersama Tara dan tak berapa lama tiba-tiba Nicola datang. Seketika Larisa langsung berpaling pada kakak laki-lakinya.Nick meletakkan kotak yang ia bawa di atas meja tepat di depan Tara. "Berikan kepada perawatnya, itu semua obat untuk ibumu.""Kami akan membawanya," kata Tara ketika mendongak pada Nick dengan rahang berkedut."Apa maksudmu?" heran Nicola yang masih berdiri di depan Tara yang masih saja menatapnya dingin."Aku akan mengajak ibu pulang bersamaku.""Apa kau serius sudah memikirkan semua resikonya dengan membawa ibumu?" Nick sepertinya tidak setuju karena melihat kondisi nyonya Marisa.
SURVIVAL LOVE 3 Langit mulai gelap sepertinya akan kembali turun hujan, Tiva masih berdiri di trotoar menunggu Rio yang mengambil motor di parkiran. Rencananya mereka akan pergi dulu ke acara ulang tahun salah seorang teman Rio di kafe tak jauh dari kampus mereka, tapi tiba-tiba ponsel Tiva berbunyi dan muncul nama abangnya. "Ya, Bang." "Buruan pulang, Abang mau pergi." "Aku mau ke rumah teman dulu, Bang." "Sudah cepat pulang, anak perempuan jangan keluyuran!"
Tiva mulai cemas karena sejak berangkat kemarin abangnya belum juga memberinya kabar. Padahal tidak biasanya bang Alif seperti itu, paling tidak dia akan menelepon malam memastikan jika adiknya sedang berada di rumah. Karena gelisah sendiri rasanya juga sangat tidak nyaman, duduk tidak enak, berbaring pun juga tidak bisa memejamkan mata, akhirnya Tiva memutuskan untuk menelpon Rio. "Bang Alif belum pulang, padahal tidak biasanya dia pergi sampai lewat dua hari." Tiva mulai bercerita pada Rio mengenai kecemasannya. "Jadi kau di rumah sendirian dari kemarin? " "Aku tidak takut di rumah sendirian, tapi aku takut terjadi apa-apa sama bang Alif. Karena perasaanku sangat tidak tenang." "Apa aku harus ke situ?" Tanya Rio dari seberang te
Saat ini Natha hanya tahu satu hal 'dirinya dalam bahaya!'Hujan belum juga berhenti sampai larut malam. Karena Nathan sudah biasa bepergian berhari-hari tanpa pamit jadi keluarganya juga tidak ada yang mengkhawatirkanya sama sekali meskipun sudah lewat dua hari tidak pulang. Ayah Nathan masih berada di ruang kerjanya mencermati halaman dari buku tebal yang sedang dibacanya sambil sesekali membenahi kacamata bacanya yang miring. Walau sudah letih dengan tanggung jawab pekerjaan tapi tetap saja dirinya tidak akan bisa pergi tidur sebelum lewat tengah malam. Sejak anak-anak beranjak dewasa rumah mereka jadi semakin sepi. Sudah dua tahu putri terkecilnya yang biasa membuat keributan pergi ke New York untuk bersikeras melanjutkan kuliah fashionnya di sana, sementara putra tertuanya Nathan dan adiknya Erica tinggal bersama di Cambridge. Jadwal kuliah Erica lebih padat jadi dia juga jara