Masuk"Menikmati Susan...! Maksud Papa apa?!" heran Lucky.
"Aaah itu lho Ky... anu itu...?" ujar Matteo yang justru terdengar semakin ambigu di telinga Lucky juga Susan yang memang tidak mengerti kemana arah pembicaraan laki-laki beruban itu. "Anu...anu apaan sih pa...?!" Lucky masih tidak mengerti. "Papa jangan gitu dong. Gak enak. Malu sama Susan!" bisik Wenda lagi , tapi Matteo benar-benar gendeng. "Is kamu ini. Itu lho. Anu itu!" ucap Matteo sambil menepuk-nepuk tangannya dengan posisi tangan kiri di bawah tangan kanan di atas lalu menggerakkannya turun naik, tapi baik Lucky ataupun Susan benar-benar tidak mengerti apa maksud Matteo. "Apa...?!" Lucky bingung, tapi detik berikutnya Wenda justru menyumpal bibir suaminya untuk tidak berbicara, apalagi menanyakan perkara itu lagi. "Sudah. Jangan di dengarkan. Papa kamu kehabisan obat. Jadi agak ngaco kalo ngomongnya!" ucap Wenda menengahi, dan meminta Susan untuk melanjutkan menikmati kue-kue yang dia suguhkan, jangan sampai wanita itu justru merasa tidak mendapat sambutan baik di hari pertama dia datang di rumah itu, dan iya lagi-lagi Susan hanya bisa mengangguk dengan senyum kaku meskipun Susan juga langsung menyadari jika kedua paruh baya di depannya adalah orang yang baik, persis seperti apa yang dikatakan oleh bibi Marni. Susan mulai mencoba satu persatu kue kue di piring cantik itu, dan benar saja, semuanya sangat enak. Susan belum pernah makan kue seenak ini. Pernah, pernah menikmati kue serupa hanya saja rasanya tidak sama dan jelas kue-kue di hadapannya ini rasanya jauh lebih enak dari kue yang sebelumnya dia nikmati di kampungnya. "Bagaimana Sayang. Bagaimana kue kuenya. Apa ...!" "Ini enak Nyonya. Ini , ini dan ini juga enak!" jawab Susan menunjuk ke kue-kue yang sudah dia coba tadi. "Ayo. Tuan Lucky juga harus mencobanya!" ucap Susan lagi, meraih satu potong kue warna - warni untuk dia berikan pada Lucky. "Eeeh kok manggilnya Nyonya sih. Panggil Mama dong. Kan sekarang kamu udah jadi putri menantu Mama, gimana sih!" tegur Wenda untuk panggilan nyonya yang masih Susan serukan untuknya. "Terus tadi apa... Kamu masih manggil suami kamu dengan panggilan Tuan...oooh mana bisa kek gitu Susan. Panggil dengan panggilan sayang dong!" "Aaah iya Mama. Susan lupa. Mungkin karena tadi Susan gugup... Jadi lupa panggilan Mama nya!" ralat Susan dan Wenda mengangguk sumringah. "Jangan lupa. Kau juga masih harus memanggilku, Papa!" Matteo tidak ingin ketinggalan , dia ikut menimpali dan lagi-lagi Susan hanya bisa mengangguk seraya memamerkan barisan giginya yang rapi hingga membentuk sebuah senyuman kelegaan. "Iya Tuan Papa!" jawab Susan dan suasana di ruang tengah itu langsung terasa hangat juga ramai karena obrolan Wenda, Matteo dan Susan, karena hanya mereka bertiga yang berbicara a sampai z sementara Lucky sendiri hanya terlihat diam sambil menopang kepalanya yang pusing dengan sikap kedua orang tuanya juga wanita yang baru hari ini resmi menjadi istrinya. Bukan istri kontrak ataupun istri di atas kertas, karena Lucky memang tidak menawarkan perjanjian apapun secara tertulis kepada Susan, karena Lucky memang tidak menginginkan itu. Meskipun iya, Lucky memang menyetujui beberapa syarat yang Susan minta sebelumnya untuk bisa menikahi wanita berbadan mini itu. Meskipun saat ini tidak ada cinta dari kedua belah pihak, akan tetapi Lucky sadar dan mengenal betul bagaimana karakter kedua orang tuanya. Jika kemarin-kemarin mereka tidak sabar untuk melihat Lucky menikahi seorang wanita, tidak menutup kemungkinan setelah ini mereka akan kembali ricuh dengan menginginkan sesuatu yang lebih. Maka dari itu Lucky memang tidak menyampaikan syarat dan poin-poin penting pernikahan mereka, karena dengan cara itulah Lucky sedikit bisa menekan Susan untuk tetap bertahan dengan kesepakatan mereka. Marni hanya mengintip dari sisi dinding, kemudian menghela nafas lega seraya menahan dadanya penuh rasa haru karena apa yang dia khawatirkan sebelumnya tidak benar-benar terjadi. Iya, Marni sempat khawatir jika Susan tidak akan diterima oleh kedua orang tua Lucky mengingat Susan hanya gadis kampung, ditambah ukuran badannya yang terbilang sangat mini dengan tinggi hanya seratus lima puluh sentimeter, kontras sangat jauh jika dibanding dengan tinggi badan Lucky yang seratus delapan puluh delapan sentimeter. Ibarat kata Susan itu jari kelingking, sedangkan Lucky itu jari tengah, jadi sangat wajar jika sebelumnya Susan sangat syok melihat tinggi badan Lucky, bahkan Susan langsung mengatakan jika Lucky adalah tiang listrik, karena Lucky memang sangat tinggi untuk ukuran laki-laki Indonesia. Setelah mengobrol banyak, akhirnya Lucky dan Susan beranjak ke kamar, dan entah sejak kapan kamar Lucky di hias seperti itu. Benar-benar menyerupai kamar pengantin, hingga membuat Susan berpikir jika sebenarnya Lucky memang sudah menyiapkan ini jauh hari sebelumnya, padahal itu semua murni Wenda yang melakukannya, dan Lucky sama sekali tidak tahu menahu. "Jadi sekarang aku akan tidur di mana Tuan?" tanya Susan setelah kaluar dari kamar mandi dan berganti baju dengan baju tidur motif hello Kitty, sementara Lucky masih mengunakan celana bahannya, juga kemeja yang dia pakai sebelumnya. "Tidur di kasur lah. Emang di mana lagi!" jawab Lucky santai, tapi Susan langsung bergidik ngeri sambil menahan kerah bajunya. "Terus Tuan tidurnya di mana?!" tanya Susan lagi, "Ya di kasur juga lah. Kan kita sekarang suami istri, Susan?!" sarkas Lucky yang sudah mengambil tempat di sini sebelah ranjang itu. "Eeeeh gak bisa gitu dong Tuan. Kan sebelumnya Tuan udah setuju agar kita tidak melakukan itu, tapi kenapa sekarang Tuan malah ingkar!" Susan syok, merasa di bohongi, tapi Lucky justru hanya terlihat menghela nafas lalu membuangnya dengan enteng. "Iya. Aku memang mengatakan untuk tidak akan melakukan itu sama kamu, Susan, tapi kan aku tidak mengatakan jika kita akan tidur di kamar atau ranjang terpisah!" balas Lucky dengan sangat jelas dan lugas, dan Susan langsung beranjak lebih dekat ke arah ranjang itu. "Tapi Tuan..." Belum selesai kalimat yang ingin Susan katakan untuk menyanggahi semua argumen Lucky, saat tiba-tiba Lucky justru menarik tangan Susan hingga Susan jatuh ke atas tubuhnya dan detik berikutnya...Kadang laki-laki bisa menjadi mahluk paling menakutkan jika sudah berada di level mendesak. Hal yang sama juga mungkin saja terjadi pada Lucky, jika Susan terus saja menantang dengan kalimat-kalimat yang belum pernah Lucky dapatkan selama ini. Lucky belum pernah mendapatkan penolakan dari seorang wanita, tapi Susan, Susan benar-benar membuat darah Lucky mendidih, hanya karena Susan menolak pesona seorang Lucky Diego Matteo. Hingga Lucky berniat ingin memberi pelajaran untuk Susan. Pelajaran manis yang mungkin bisa mengubah jalan pikiran Susan tentang kriteria laki-laki keren.Niat Lucky hanya ingin main-main saja dengan istri mininya, tapi sepertinya Susan benar-benar tidak bisa menahan diri atas gejolak aneh yang kini mendominasi pikirannya , hingga akhirnya Susan refleks berteriak.Namun belum sempat teriakan itu lepas dari bibir Susan, Lucky justru langsung membekap mulut Susan dengan telapak tangan besarnya dan detik yang sama pula pintu kamar itu dibuka dari arah luar.Lucky r
Sungguh, Susan merasa di bodohi. Bisa-bisanya dia percaya begitu saja sama laki-laki yang baru dia kenal, hanya karena bibinya mengatakan jika laki-laki itu baik. Namun lihatlah, dia bahkan sudah langsung menunjukkan sisi mesumnya , bahkan sebelum genap dua puluh empat jam mereka saling kenal."Iya. Aku memang mengatakan untuk tidak akan melakukan itu sama kamu, Susan, tapi kan aku tidak mengatakan jika kita akan tidur di kamar atau ranjang terpisah!" balas Lucky dengan sangat jelas dan lugas, dan Susan langsung beranjak lebih dekat ke arah Lucky."Tapi Tuan...."Belum selesai kalimat yang ingin Susan katakan untuk menyanggahi semua argumen Lucky, saat tiba-tiba Lucky justru menarik tangan Susan hingga Susan jatuh ke atas tubuhnya, dan detik berikutnya, Lucky justru menggulingkan tubuh kecil Susan hingga kini posisinya Lucky seolah sedang menaungi tubuh kecil dan mungil Susan. "Kenapa? Apa kau justru berubah pikiran dan ingin mencobanya...?!" ucap Lucky dan Susan langsung mengeleng
"Menikmati Susan...! Maksud Papa apa?!" heran Lucky."Aaah itu lho Ky... anu itu...?" ujar Matteo yang justru terdengar semakin ambigu di telinga Lucky juga Susan yang memang tidak mengerti kemana arah pembicaraan laki-laki beruban itu."Anu...anu apaan sih pa...?!" Lucky masih tidak mengerti. "Papa jangan gitu dong. Gak enak. Malu sama Susan!" bisik Wenda lagi , tapi Matteo benar-benar gendeng."Is kamu ini. Itu lho. Anu itu!" ucap Matteo sambil menepuk-nepuk tangannya dengan posisi tangan kiri di bawah tangan kanan di atas lalu menggerakkannya turun naik, tapi baik Lucky ataupun Susan benar-benar tidak mengerti apa maksud Matteo. "Apa...?!" Lucky bingung, tapi detik berikutnya Wenda justru menyumpal bibir suaminya untuk tidak berbicara, apalagi menanyakan perkara itu lagi."Sudah. Jangan di dengarkan. Papa kamu kehabisan obat. Jadi agak ngaco kalo ngomongnya!" ucap Wenda menengahi, dan meminta Susan untuk melanjutkan menikmati kue-kue yang dia suguhkan, jangan sampai wanita itu ju
Takut. Susan berjalan di belakang punggung Lucky, seolah ingin menyembunyikan dirinya dari tatapan tidak bersahabat kedua paruh baya itu, dan saat Susan menaiki anak tangga teras rumah itu, kedua paruh baya itu justru terpaku melihat wanita yang sudah putra mereka nikahi."Apa yang Mama dan Papa lakukan di sini? Apa kalian lagi nungguin kang bakso lewat....?" Lucky menyapa dengan gaya sengkleng kedua orang tuanya, tapi Matteo hanya menatap putranya dengan tatapan tajam, sementara Wenda justru mendorong tubuh tinggi putranya untuk menyingkir dari hadapannya, agar dia bisa melihat secara langsung wanita yang katanya sudah dinikahi oleh Lucky beberapa jam yang lalu. "Minggir kau Lucky... Mama mau liat menantu Mama!" ujarnya tidak sabaran dan Susan justru salah tingkah , kehilangan tubuh Lucky untuk menyembunyikan tubuh dan wajahnya. "Mama... Pelan dikit napa!" Lucky protes , tapi Wenda sama sekali tidak peduli keluhan putranya. "Oh my God. Dia manis sekali Lucky...!" Seru Wenda denga
Cukup lama Lucky dan Susan berbicara berdua. Pak Mus, Marni dan Rudy memberikan ruang bagi Lucky dan Susan untuk berbicara berdua saja. Marni yang meminta demikian, karena sebelumnya Susan mengatakan beberapa syarat untuk menerima tawaran pernikahan yang Marni dan Lucky tawarkan padanya, dan Lucky yang sedang terdesak waktu pun sepertinya tidak punya pilihan selain mendengarkan syarat yang Susan minta.Terlalu beresiko baginya jika dia tidak segera membawa calon istri ke hadapan ayah dan ibunya. Sebenarnya, Lucky bisa saja menerima tawaran ibu atau ayahnya untuk menikahi salah atau putri dari sahabat atau rekan bisnis mereka , hanya saja Lucky belum siap jika harus di tuntut ini itu jika menikahi wanita modern, atau kota, dengan segala problematika kota atau sosialita kehidupan mereka.Ingat... Lucky pernah mengatakan pada ayahnya jika dia hanya menginginkan wanita yang masih murni dan belum tersentuh peradaban bebas, dan sepertinya memilih wanita kampung adalah salah satu alternati
Seperti yang Lucky minta, paruh baya yang sudah bekerja cukup lama di rumah Matteo itu, Marni akhirnya benar-benar menghubungi Susan, keponakannya di kampung, dan mengatakan jika dia akan pulang kampung besok paginya. Ada yang ingin dia bahasa dengan Susan dan ayahnya Susan.Marni lebih dulu berangkat ke kampung, dan rencananya Lucky akan menyusul wanita itu setelah meeting dia selesai siang nanti, dan di sinilah Marni berada saat ini, di rumah orang tua Susan, dengan Susan yang juga duduk di sampingnya.Marni langsung mengutarakan maksud dan tujuan dia pulang dan datang ke rumah orang tua Susan, meskipun Lucky masih belum sampai di kampung itu."Namanya Diego Lucky Mateo. Dia orangnya baik, tampan, mengerti cara menghormati orang tua. Bibi tau itu, karena bibi udah mengenal dia sangat lama. Saking lamanya, bibi sampai halal warna pakaian dalamnya, secara bibi kan kerja di rumah dia!" jelas Marni."Baik, kaya dan tampan, tapi gak punya cewek... Kok bisa?!" seru Susan sedikit tidak pe







