Share

SUSUK TERATAI PUTIH
SUSUK TERATAI PUTIH
Penulis: UMMA LAILA

Bab-1 RAWA IRENG

Tahun 1821...

Terlihat tiga pria dewasa menerobos hutan dengan hanya menggunakan penerangan dari obor. Langkah mereka tampak terburu-buru seolah sedang mengejar binatang buruan.

“Cepetan, Jo! Nanti dia kabur!”

Pria yang dipanggil Paijo bergegas melebarkan langkah kakinya. Mengikuti instruksiu yang diberikan oleh Juragannya. Suara ranting kayu yang terinjak menghiasi malam itu.

“Kampret! Di mana cah ayu itu. Hampir tak sikep awak e malah ngilang. Cari terus, Man!” (Hampir saya peluk tubuhnya tapi menghilang.)

“Wokey, Juragan!” Pria  berbaju lurik yang bernama Maman itu menanggapi lelaki yang dia panggil dengan sebutan juragan.

Lelaki dengan perawakan tinggi besar dengan luka goresan di wajah sehingga menampakkan kesan sangar pada dirinya. Lelaki itu dikenal sebagai Juragan Jarwo, antek Menir Belanda di daerahnya.

“Waduh! Apa-apaan kamu, Man! Berhenti kok dadakan.” Juragan Jarwo menabrak tubuh Maman yang tiba-tiba menghentikan langkahnya.

“Jura—gan, ki—ta pu—lang saja yuk, Juragan. It—u...” Maman berkata terbata-bata dengan telunjuk mengarah ke suatu tempat.

“Heh kampret, ngomong apa kamu? Nggak jelas. Ngomong opo koe, Man!” ( Bicara apa kamu, Man!”)

“Ra—wa Ire—ng, Juragan. Saya nggak berani masuk ke sana, Juragan.”

“Dasar penakut kamu, Man!”

Juragan Jarwo melotot ke arah Maman yang kakinya sedang bergetar hebat, perlahan celana panjangnya basah dan tercium bau khas orang buang air kecil. Hidung Juragan Jarwo kembang kempis.

“Ngompol kamu,Man! Lah kampret kamu, Man!” Bos Jarwo mengumpat Maman, anak buahnya yang sudah ketakutan tersebut.

“Maaf, Juragan. Saya nggak berani!” Maman mengambil langkah seribu, memutar kembali langkahnya agar dapat segera meninggalkan tempat tersebut.

Orang-orang menyebutnya Rawa Ireng alias Rawa Hitam. Orang pribumi percaya jika rawa ireng adalah tempat paling sakral seantero pulau jawa.

Dinamakan Rawa Ireng karena tempat tersebut memanglah hanya hamparan rawa-rawa yang jika ada orang yang kaki terjebak di Rawa maka akan terhisap dan tak akan bisa keluar lagi.

Selain karena daerah yang berupa rawa, disebut Rawa Ireng karena air rawa yang hitam seperti oli bekas serta aromanya yang busuk, begitu busuknya lalat pun sampai mati jika berada di tempat tersebut.

Warga percaya tempat itu adalah istana para lelembut, tempat para orang pintar cari wangsit dan tidak sembarangan orang bisa melangkahkan kakinya ke Rawa Ireng.

Jika hatinya buruk maka orang itu akan terseret masuk kedalam gelapnya Rawa Ireng dan takkan bisa kembali. Orang dengan hati busuk akan terhisap, bangkainya akan masuk ke dalam rawa dan tak dapat ditemukan lagi, yang tersisa hanya bau busuknya saja.

Konon, begitu banyaknya jasad yang tertelan Rawa Ireng hingga aromanya sangat busuk menyengat hingga berkilo-kilo jauhnya.

“Woy, Man! Malah minggat koe!” ( Malah kabur kamu!”)

Bos Jarwo berteriak memanggil anak buahnya tersebut, tapi sia-sia, Maman tak terlihat lagi punggungnya.

“Ya sudah, Jo. Sekarang tinggal kamu sama aku. Sekarang ayo kita kejar si Sumirah, keburu kabur dia. Kamu siap-siap, Paijo!”

Paijo tersenyum ke arah Juragannya, kemudian menempelkan kedua telapak tangannya di depan dadanya sambil menunduk.

Ngapunten, Juragan saya juga takut!” (Maaf, Juragan.) Paijo menyusul rekannya dan kabur meninggalkan Juragan Jarwo karena takut dengan Rawa Ireng.

“Dasar kurang ajar, tak ambil istri kalian semua nanti!” Bos Jarwo mengumpat karena ditinggal pergi oleh anak buahnya.

Sebenarnya dirinya juga takut dengan Rawa Ireng. Tapi hasrat dirinya terhadap Sumirah, wanita yang baru saja diusir suaminya itu membuat akal sehat Juragan Jarwo hilang. Kecantikan Sumirah membuatnya ingin segera menikmati molek tubuhnya.

“Sial!” Bos Jarwo mengumpat kesal.

Langkah kakinya seakan ragu untuk terus melangkah.

Tapi tiba-tiba sekelebat bayangan perempuan tertangkap  oleh pengelihatannya.

Juragan Jarwo menyipitkan matanya berusaha memperjelas lagi siapa sosok yang baru saja dia lihat.

“Sumirah!” Juragan Jarwo tersenyum lebar.

Kakinya tanpa sadar mengikuti sosok tersebut. Tubuhnya semakin dalam masuk ke Rawa Ireng.

Terus dan terus Juragan Jarwo mengejar sosok yang dia panggil Sumirah.

Nafas Juragan Jarwo terputus-putus, Sumirah telah menghilang dari pandangannya.

Dia putus asa dan hendak memutar kakinya untuk pulang saja ke rumah. Hasratnya terhadap Sumirah hilang bersamaan dengan tenaganya yang habis.

“Hah! Opo kie!” (apa ini?)

Kaki Juragan Jarwo tak bisa diangkat seolah ada tangan yang mencekal kakinya. Juragan Jarwo dengan sisa-sisa tenaganya berusaha menarik kakinya.

Akhirnya kaki bisa terlepas dari cengkraman lumpur rawa, tapi tiba-tiba aroma menjadi berbau busuk. Juragan Jarwo langsung kabur, dia terkencing-kencing saat lari dari tempat mengerikan tersebut.

Sepasang mata menatapnya tajam dan terdengar suara mendesis.

Mangan!” (Makan).

Lagi-lagi kaki Juragan Jarwo tersangkut dan kini dengan cepat menyeretnya ke dalam rawa.

“Paijo! Maman! Tolong!” Juragan Jarwo berusaha memanggil anak buahnya agar menolongnya tapi sia-sia. Tubuhnya semakin tenggelam dan kini sampai ke lehernya.

“Aaa!” Jeritan terakhir Juragan Jarwo menghiasi malam di Rawa Ireng.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Siti Karyatin Siti Karyatin
seram banget ceritanya bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status