Home / Romansa / Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam / Episode 5: Cinta yang Tak Pernah Pudar

Share

Episode 5: Cinta yang Tak Pernah Pudar

Author: Gitgut
last update Last Updated: 2025-02-10 17:23:42

Sebelum semua kekacauan ini terjadi, sebelum ada Anisa dalam hidup Bagas, ada seseorang yang selalu ada di sisinya—Rina.

Mereka bertemu saat masih duduk di bangku kuliah. Bagas, sebagai mahasiswa teknik yang sibuk, sering menghabiskan waktunya dengan Rina yang kala itu mengambil jurusan yang sama. Mereka berbagi banyak hal, mulai dari tugas kuliah, proyek penelitian, hingga mimpi-mimpi masa depan. Rina selalu merasa nyaman berada di sisi Bagas, dan perlahan, perasaan itu berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan.

Namun, Rina tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Bagas adalah pria yang memiliki prinsip, dan Rina takut jika ia mengungkapkan isi hatinya, persahabatan mereka akan hancur. Maka, ia memilih diam, berharap bahwa suatu hari Bagas akan menyadari sendiri perasaannya.

Hingga suatu hari, Anisa datang ke dalam kehidupan Bagas.

Anisa adalah seorang mahasiswi bisnis yang ceria dan penuh semangat. Berbeda dengan Rina yang selalu serius dan berpikir logis, Anisa membawa warna baru dalam hidup Bagas. Ia adalah seseorang yang spontan, penuh kejutan, dan selalu bisa membuat Bagas tertawa.

Awalnya, Rina tidak menganggap Anisa sebagai ancaman. Namun, semakin sering ia melihat Bagas tersenyum karena Anisa, semakin ia merasa kehilangan. Bagas yang biasanya lebih suka menghabiskan waktu dengan Rina, kini mulai sering mencari Anisa. Rina menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Bagas jatuh cinta.

Sakit. Itulah yang dirasakan Rina.

Suatu malam, di sebuah kafe tempat mereka biasa berkumpul, Rina memberanikan diri untuk bertanya kepada Bagas.

"Bagas, menurutmu Anisa itu seperti apa?"

Bagas tersenyum kecil. "Dia berbeda. Aku nggak tahu gimana menjelaskannya, tapi setiap kali aku sama dia, rasanya ringan."

Jawaban itu seperti pisau yang menusuk hati Rina. Ia menunduk, menyembunyikan kekecewaannya. Bagas tidak pernah berbicara seperti itu tentang dirinya.

Rina bisa saja mengatakan perasaannya saat itu juga, tapi apa gunanya? Bagas sudah jatuh cinta, dan sayangnya, bukan padanya.

Seiring berjalannya waktu, Bagas dan Anisa semakin dekat. Rina mencoba menerima kenyataan bahwa ia hanya seorang sahabat. Namun, jauh di dalam hatinya, perasaan itu tidak pernah benar-benar hilang.

Ketika akhirnya Bagas menikah dengan Anisa, Rina berpura-pura bahagia. Ia datang ke pernikahan mereka dengan senyum yang dibuat-buat, memberi selamat dengan suara yang terdengar normal, tetapi hatinya remuk. Ia berharap waktu akan menyembuhkan perasaannya, tetapi semakin ia melihat kehidupan Bagas bersama Anisa, semakin ia merasa tidak bisa melupakan Bagas.

Maka, ketika kesempatan untuk kembali mendekati Bagas muncul, Rina tidak bisa menolaknya.

Bukan karena ia ingin menghancurkan rumah tangga Bagas, tetapi karena ia tidak pernah bisa benar-benar melepaskan perasaannya. Ia hanya ingin Bagas tahu, bahwa sejak dulu hingga sekarang, ia masih mencintainya.

Namun, dalam hati kecilnya, Rina tahu bahwa ia tidak sekadar ingin mengungkapkan perasaannya. Ada harapan yang tumbuh—harapan bahwa mungkin Bagas masih menyisakan ruang kecil untuknya. Rina mulai mencari cara untuk lebih sering bertemu Bagas, mulai dari menawarkan bantuan dalam proyek kerja, hingga pura-pura membutuhkan nasihatnya.

Bagas sendiri awalnya tidak menyadari perubahan ini. Ia masih menganggap Rina sebagai sahabat baiknya. Tapi tanpa ia sadari, kehadiran Rina mulai memengaruhi pikirannya. Rina mengingatkan Bagas akan masa-masa di mana hidupnya lebih sederhana, tanpa beban rumah tangga dan konflik dengan keluarga. Ada kehangatan yang ia rasakan setiap kali berbicara dengan Rina.

Sementara itu, Anisa mulai merasakan perubahan sikap suaminya. Bagas menjadi lebih sering sibuk dengan pekerjaannya, lebih sering keluar tanpa memberi tahu. Anisa mulai curiga, tetapi ia berusaha berpikir positif. Namun, naluri seorang istri tidak bisa dibohongi.

Suatu malam, ketika Anisa sedang berselancar di media sosial, ia melihat sesuatu yang membuat hatinya mencelos. Bagas memberikan tanda suka pada salah satu unggahan Rina. Hal yang terlihat sepele, tetapi bagi Anisa, ini adalah alarm bahaya. Sejak menikah, Bagas hampir tidak pernah aktif di media sosial, apalagi memberikan tanda suka pada unggahan wanita lain.

Anisa berusaha mengabaikannya, berpikir bahwa ia hanya terlalu sensitif. Namun, ketika keesokan harinya ia mendengar Bagas berbicara dengan Rina di telepon dengan suara yang terdengar begitu akrab, ia tidak bisa lagi menahan emosinya.

"Bagas, sebenarnya ada apa antara kamu dan Rina?" tanyanya langsung saat Bagas menutup telepon.

Bagas terkejut dengan pertanyaan itu. "Nggak ada apa-apa, Nis. Rina cuma teman lama. Kita sudah kenal sejak kuliah, kamu juga tahu itu."

"Tapi kenapa akhir-akhir ini kamu sering berhubungan dengannya? Kenapa kamu lebih sering cerita sama dia daripada sama aku?" suara Anisa bergetar.

Bagas menghela napas panjang. "Nis, kamu terlalu berlebihan. Aku cuma ngobrol biasa. Kamu juga punya teman cowok, aku nggak pernah mempermasalahkannya, kan?"

Kata-kata Bagas membuat hati Anisa semakin sakit. Bukannya meyakinkan, suaminya justru membalikkan keadaan. Ia merasa seperti orang yang cemburu buta, padahal ia hanya ingin memastikan bahwa rumah tangga mereka tetap aman.

Di sisi lain, Rina mulai merasakan bahwa usahanya mendekati Bagas mulai membuahkan hasil. Ia melihat bagaimana Bagas lebih sering tersenyum ketika bersamanya, bagaimana Bagas mulai kembali bercerita tentang masalah-masalah yang ia hadapi. Hal itu membuat harapan Rina semakin besar.

Tetapi, apakah perasaan itu cukup untuk mengubah keadaan? Ataukah Rina hanya sedang menggali luka yang akan semakin dalam?


Apakah Anisa akan tetap diam atau mulai mencari tahu lebih dalam? Bagaimana reaksi Bagas ketika ia dihadapkan pada pilihan antara istri dan sahabat lamanya? Akankah kehadiran Rina menjadi pemicu kehancuran rumah tangga Bagas dan Anisa? Konflik semakin menegang! Jangan lewatkan episode berikutnya!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam   Episode 30 - Bidak Terakhir Sang Pengintai

    Pagi itu, matahari bahkan belum naik sempurna ketika suara bel pintu apartemen mengagetkan Annisa dari keheningan paginya. Dengan langkah hati-hati agar tidak membangunkan si kembar, ia membuka pintu. Dan di baliknya, berdiri sosok yang membuat dadanya berdegup.Bagas.Wajahnya kusut, matanya sembab oleh kurang tidur, namun tetap terlihat lega melihat Annisa berdiri di hadapannya.Tanpa sepatah kata pun, Bagas langsung menarik Annisa ke dalam pelukan hangat. Erat. Seolah menyalurkan semua rasa bersalah, rindu, dan harap dalam satu dekap panjang yang nyaris membuat Annisa menangis."Maaf... maaf aku nggak kabarin semalam," bisik Bagas di pundaknya. "Aku panik. Aku takut kamu marah kalau aku ngajak kamu ikut, takut kita malah ribut lagi..."Annisa terdiam. Rasa kecewa yang sempat menyumbat dadanya perlahan mencair. Pelukan itu terlalu tulus untuk ditolak. Ia menghela napas panjang dan membiarkan tubuhnya tenggelam sebentar dalam dekapan Bagas.Bagas lalu menatap wajah Annisa, tangannya

  • Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam   Episode 29 – Luka yang Kembali Terbuka

    Bagas membuka pintu rumahnya dengan napas terengah. Jantungnya berdegup kencang, membayangkan kemungkinan terburuk tentang kondisi ibunya. Namun, sesampainya di ruang tamu, pemandangan di depannya membuatnya membeku.Bu Rina duduk di sofa, kaki kirinya diperban dan ditopang bantal. Di sampingnya, sebuah tongkat kecil bersandar di sisi meja. Raut wajahnya tampak pucat, tapi bukan karena sakit—melainkan karena akting yang sempurna.“Ibu…” Bagas mendekat, langsung berlutut dan memeluk ibunya erat. “Maafin Bagas, Bu… Bagas nggak bisa jagain Ibu. Bagas takut banget kehilangan Ibu…”Bu Rina menepuk punggung Bagas perlahan, menyembunyikan senyum tipis yang muncul di sudut bibirnya.“Nggak apa-apa, Nak… Ibu cuma kaget aja tadi. Kamar mandinya licin. Tapi kamu datang, Ibu senang sekali…” ucapnya lembut, tapi dalam hatinya: Akhirnya… anak ini kembali ke pangkuanku.Baru saja Bagas hendak membantu ibunya duduk lebih nyaman, suara langkah dari arah dapur membuatnya menoleh refleks.Seorang wanita

  • Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam   Episode 28 - Kembali Tapi Tak Sepenuhnya

    Matahari baru saja naik ketika mobil hitam berhenti di pelataran apartemen yang menghadap ke kota. Dari dalamnya, Annisa turun dengan kedua anak kembarnya yang tertidur lelap di gendongan. Bagas, yang menyetir sejak dini hari dari Yogyakarta ke Jakarta, langsung sigap membawakan koper dan perlengkapan anak-anak."Kita istirahat di sini dulu, ya," ucap Bagas lembut sambil membukakan pintu apartemen.Apartemen itu bersih dan tenang. Sudah lama tak ditempati, namun Bagas sempat memintakan bantuan ART freelance untuk membersihkannya sebelum keberangkatan ke Jogja kemarin. Kini tempat ini menjadi hunian sementara Annisa dan anak-anak.Annisa menatap sekeliling, hatinya campur aduk. Ada bagian dari dirinya yang merasa aman berada kembali di sisi Bagas. Namun, ia juga sadar, ini belum saatnya kembali penuh."Makasih ya, Gas," katanya pelan. "Tapi aku cuma sementara di sini. Aku belum siap tinggal serumah sama... ibumu."Bagas mengangguk. "Aku ngerti. Aku juga nggak maksa. Aku bakal bolak-bal

  • Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam   Episode 27 : Jejak yang Tertinggal di Jogja

    Siang itu, di tengah kesibukannya di kantor, Bagas menerima pesan WhatsApp dari nomor tak dikenal. Hanya ada satu kalimat pendek dan satu tautan lokasi:"Kalau kau masih ingin memperbaiki semuanya, datanglah ke sini."Disusul share-location dengan pin bertanda: Yogyakarta – Perumahan Taman Seturan. Bagas sontak tercekat. Tangannya refleks mengetik balasan,"Siapa kamu? Ini bener lokasi Annisa?"Namun centang di pesan hanya satu. Nomor itu tak bisa dihubungi, dan semua balasannya tak kunjung dibaca. Seolah orang itu hanya muncul sebentar lalu menghilang seperti bayangan.Tanpa pikir panjang, Bagas bangkit dari kursi. Ia tak peduli lagi dengan laporan setumpuk atau email yang belum terbalas. Ia hanya sempat menatap singkat rekan kerjanya, Fajar, yang langsung membaca kegugupan itu dari raut wajahnya."Gas, lu cari dia ya?"Bagas mengangguk."Udah, pergi aja. Kerjaan lu gue yang handle. Gue yang jelasin ke bos.""Thanks, Jar… Gue utang budi."Perjalanan Jakarta – Jogja ia tempuh dalam de

  • Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam   Episode 26 : Ketukan yang Menguak Luka

    Sudah satu bulan sejak kepergian Annisa ke Jogja. Rumah yang biasanya riuh dengan suara tangis Rafka dan celoteh Rayyan kini sunyi. Hanya suara detik jam yang terdengar, menggema dalam rumah besar itu.Bagas tetap di sana. Setia. Diam. Tapi tak lagi larut dalam hancurnya. Kini ia menjalani hari-hari seperti mesin: bangun, mandi, kerja, menatap ponsel, berharap nama "Annisa" muncul di layar. Tapi nihil. Satu bulan. Tak ada kabar, tak ada pesan, bahkan foto anak-anak pun tidak.Ia tahu Annisa butuh ruang. Ia sadar betapa selama ini istrinya banyak menelan luka yang tak pernah ia sembuhkan. Dan kini, Bagas mencoba belajar menunggu tanpa merusak.Tapi ibunya? Ia tak sabar. Tak bisa menerima Annisa yang ‘begitu saja’ pergi dari rumah dan membawa cucu-cucunya. Maka setiap minggu—nyaris setiap hari—ia membawa perempuan berbeda ke rumah. Semuanya diperkenalkan pada Bagas. Dari yang berkacamata tebal, sampai yang centilnya kebangetan.“Ayo, Gas… kenalan dulu. Ini Sinta, anaknya Bu Sri. Lulusan

  • Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam   Episode 25 :Jeda untuk Hati yang Luka

    Sarah menutup pintu dan langsung melepas jaket dokternya. Tubuhnya terasa lelah, tapi pikirannya masih tegang. Ia melihat Annisa yang duduk bersila di sofa, mengenakan kaos oblong dan celana training, rambut digelung seadanya, wajahnya terlihat sedikit lebih tenang dibanding hari-hari sebelumnya.“Kok lama banget, Sar?” tanya Annisa sambil melirik ke arah pintu, lalu berdiri dan menghampiri temannya. “Ada apa? Lu ketemu siapa tadi?”Sarah diam sejenak, menatap wajah sahabatnya itu dengan sorot berat. Ia tahu jawaban ini akan mengoyak kembali luka yang mulai mengering. Tapi tak bisa ia tutupi.“Bagas,” jawab Sarah pelan.Annisa sontak terdiam. Matanya melebar, dan tubuhnya sedikit mundur. “Bagas…? Di rumah sakit?”Sarah mengangguk. Ia melepas sepatunya lalu duduk di samping Annisa.“Dia nyariin lu. Dari pagi. Gua kira cuma bentar, tapi ternyata… dia nunggu sampe malem, Nis. Dari pagi, sampe gua selesai operasi tengah malam. Dia masih di sana.”Annisa hanya diam. Tangannya mengepal di a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status