Home / Romansa / Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam / Episode 8: Kesadaran yang Terlambat

Share

Episode 8: Kesadaran yang Terlambat

Author: Gitgut
last update Last Updated: 2025-02-10 17:46:45

Bagas duduk termenung di ruang tamu rumah mereka yang kini terasa kosong. Anisa sudah pergi, membawa serta seluruh harapan yang pernah mereka bangun bersama. Perasaan bersalah menyesakkan dadanya, membuatnya sadar bahwa selama ini, ia telah lalai sebagai suami. Anisa telah memperingatkannya berkali-kali, tetapi ia tidak pernah benar-benar mendengarkan.

Setelah beberapa saat dalam kebingungan, Bagas bergegas keluar rumah. Ia harus menemukan Anisa, harus bicara dengannya. Namun, setelah menanyakan ke beberapa teman dekat dan bahkan keluarganya sendiri, tak ada yang tahu ke mana Anisa pergi. Bagas mencoba menghubungi ponselnya berkali-kali, tetapi selalu masuk ke kotak suara.

Akhirnya, Bagas memutuskan untuk mendatangi rumah keluarga Anisa. Begitu sampai, ia disambut oleh Ardan, kakak Anisa, dengan tatapan dingin dan penuh kebencian.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Bagas?" suara Ardan terdengar tajam.

"Aku ingin bertemu Anisa. Aku ingin bicara dengannya," jawab Bagas lirih.

Ardan tertawa sinis. "Kamu pikir setelah semua yang kamu lakukan, dia masih mau bertemu denganmu? Dia sudah cukup menderita karena kamu. Pergilah!"

Bagas menggeleng. "Aku tahu aku salah, Dan. Aku sadar aku sudah menyakiti Anisa, tapi aku benar-benar ingin memperbaiki semuanya. Kumohon, biarkan aku bicara dengannya."

Dari dalam rumah, ayah Anisa keluar dan berdiri di samping Ardan. Wajahnya tegas dan penuh kewibawaan, tetapi ada kemarahan yang jelas terpancar di matanya.

"Bagas, Anisa sudah cukup terluka. Dia butuh waktu untuk menenangkan diri. Kalau kamu benar-benar mencintainya, beri dia ruang. Jangan datang ke sini lagi sampai dia sendiri yang memutuskan untuk menemui kamu," ujar ayah Anisa dengan nada datar, tapi penuh ketegasan.

Bagas ingin membantah, ingin memohon agar diizinkan bertemu dengan istrinya, tetapi ia tahu bahwa melawan hanya akan memperburuk keadaan. Dengan berat hati, ia pergi meninggalkan rumah itu dengan perasaan hampa.

Beberapa hari berlalu, tetapi Anisa masih belum kembali. Bagas mencoba mencari cara untuk membuktikan bahwa ia serius ingin berubah. Ia mulai menjauhi Rina sepenuhnya. Pesan-pesan Rina tidak lagi ia balas, panggilannya tidak ia jawab. Ketika Rina datang ke kantornya untuk bertemu, Bagas dengan tegas mengatakan, "Rina, aku tidak bisa lagi berteman denganmu. Aku tidak bisa membiarkan kamu menghancurkan pernikahanku."

Rina terkejut mendengar ketegasan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. "Bagas, aku hanya ingin—"

"Tidak, Rina. Aku sudah terlalu lama membiarkanmu masuk ke dalam hidupku dan mempengaruhi keputusanku. Itu salahku. Sekarang, aku harus berjuang untuk mendapatkan kembali Anisa. Aku mohon, jangan ganggu aku lagi."

Wajah Rina memucat. Ia tidak menyangka bahwa Bagas akan memilih Anisa sepenuhnya. Namun, ia tahu bahwa ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Setelah menyingkirkan Rina dari hidupnya, Bagas mulai mencari cara untuk mendekati Anisa lagi. Ia mengirimkan bunga ke rumah keluarganya setiap hari dengan catatan kecil yang berisi permintaan maaf. Namun, Anisa tidak pernah membalasnya.

Sampai suatu hari, ia mendapat kabar dari sahabat Anisa bahwa istrinya sering datang ke sebuah taman di dekat rumah keluarganya. Bagas pun memberanikan diri untuk pergi ke sana.

Saat ia sampai di taman itu, ia melihat Anisa duduk sendirian di bangku, menatap kosong ke depan. Hatinya terasa nyeri melihat wanita yang dicintainya tampak begitu rapuh.

"Anisa..." panggil Bagas lirih.

Anisa menoleh, matanya membulat melihat kehadiran Bagas. Ia segera berdiri, bersiap untuk pergi, tetapi Bagas buru-buru berkata, "Tolong, jangan pergi. Aku hanya ingin bicara sebentar."

Anisa menatapnya dengan mata yang penuh luka. "Apa lagi yang mau kamu katakan, Bagas? Semua sudah terlambat. Aku sudah lelah."

Bagas menelan ludah, mencoba menahan emosinya. "Aku tahu aku salah. Aku tahu aku terlalu bodoh untuk menyadari ini semua lebih awal. Tapi aku mencintaimu, Nis. Aku tidak ingin kehilangan kamu."

Anisa menghela napas panjang. "Cinta saja tidak cukup, Bagas. Kamu membiarkan keluargamu memperlakukan aku dengan buruk. Kamu membiarkan Rina masuk di antara kita. Kamu tidak pernah benar-benar membelaku. Aku tidak bisa terus hidup dalam hubungan yang membuatku merasa sendirian."

"Aku sudah berubah, Nis," kata Bagas penuh harap. "Aku sudah memutuskan semua hubungan dengan Rina. Aku berjanji akan lebih tegas dalam menghadapi keluargaku. Aku hanya butuh satu kesempatan lagi untuk membuktikan semuanya."

Anisa terdiam, menatap Bagas dengan ragu. Bagian dari hatinya masih mencintai pria itu, tetapi luka yang ia rasakan terlalu dalam. "Aku butuh waktu, Bagas. Aku belum siap."

Bagas mengangguk pelan. "Aku akan menunggu, berapa lama pun itu. Asal kamu tahu, aku tidak akan menyerah untuk kita."

Anisa menatapnya lama, lalu akhirnya mengangguk kecil sebelum berjalan pergi meninggalkan taman.

Bagas menghela napas lega. Setidaknya, ini bukanlah akhir. Masih ada harapan untuk mereka berdua.


Bagas terus berusaha membuktikan cintanya pada Anisa. Namun, keluarga Anisa tetap menjadi penghalang utama dalam perjuangannya. Sementara itu, Rina belum benar-benar menyerah. Ia memiliki rencana terakhir yang bisa membuat Anisa benar-benar pergi dari kehidupan Bagas selamanya. Akankah Bagas mampu menghadapi ujian terakhir ini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam   Episode 26 : Ketukan yang Menguak Luka

    Sudah satu bulan sejak kepergian Annisa ke Jogja. Rumah yang biasanya riuh dengan suara tangis Rafka dan celoteh Rayyan kini sunyi. Hanya suara detik jam yang terdengar, menggema dalam rumah besar itu.Bagas tetap di sana. Setia. Diam. Tapi tak lagi larut dalam hancurnya. Kini ia menjalani hari-hari seperti mesin: bangun, mandi, kerja, menatap ponsel, berharap nama "Annisa" muncul di layar. Tapi nihil. Satu bulan. Tak ada kabar, tak ada pesan, bahkan foto anak-anak pun tidak.Ia tahu Annisa butuh ruang. Ia sadar betapa selama ini istrinya banyak menelan luka yang tak pernah ia sembuhkan. Dan kini, Bagas mencoba belajar menunggu tanpa merusak.Tapi ibunya? Ia tak sabar. Tak bisa menerima Annisa yang ‘begitu saja’ pergi dari rumah dan membawa cucu-cucunya. Maka setiap minggu—nyaris setiap hari—ia membawa perempuan berbeda ke rumah. Semuanya diperkenalkan pada Bagas. Dari yang berkacamata tebal, sampai yang centilnya kebangetan.“Ayo, Gas… kenalan dulu. Ini Sinta, anaknya Bu Sri. Lulusan

  • Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam   Episode 25 :Jeda untuk Hati yang Luka

    Sarah menutup pintu dan langsung melepas jaket dokternya. Tubuhnya terasa lelah, tapi pikirannya masih tegang. Ia melihat Annisa yang duduk bersila di sofa, mengenakan kaos oblong dan celana training, rambut digelung seadanya, wajahnya terlihat sedikit lebih tenang dibanding hari-hari sebelumnya.“Kok lama banget, Sar?” tanya Annisa sambil melirik ke arah pintu, lalu berdiri dan menghampiri temannya. “Ada apa? Lu ketemu siapa tadi?”Sarah diam sejenak, menatap wajah sahabatnya itu dengan sorot berat. Ia tahu jawaban ini akan mengoyak kembali luka yang mulai mengering. Tapi tak bisa ia tutupi.“Bagas,” jawab Sarah pelan.Annisa sontak terdiam. Matanya melebar, dan tubuhnya sedikit mundur. “Bagas…? Di rumah sakit?”Sarah mengangguk. Ia melepas sepatunya lalu duduk di samping Annisa.“Dia nyariin lu. Dari pagi. Gua kira cuma bentar, tapi ternyata… dia nunggu sampe malem, Nis. Dari pagi, sampe gua selesai operasi tengah malam. Dia masih di sana.”Annisa hanya diam. Tangannya mengepal di a

  • Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam   Episode 24: Anatara Janji & Bukti

    Di tengah kesunyian kamar, Bagas memejamkan mata erat. Suara ibunya di luar seperti gema yang tak bisa ia padamkan, makin menambah beban yang sudah menyesakkan dada. Tapi suara lain mulai menyusup dalam pikirannya—suara Annisa saat berkata, "Beri aku waktu. Temui aku bukan dengan janji, tapi bukti."Ia membuka matanya. Pandangannya jatuh pada layar ponsel yang menyala dengan notifikasi panggilan tak dijawab dan pesan-pesan yang tak kunjung dibalas. Semua untuk satu nama: Annisa.Tiba-tiba, bel rumah berbunyi.Tok. Tok. Tok.Bagas berjalan pelan ke depan, membuka pintu. Wajah di baliknya membuatnya terperangah."Bang Rafi?" ucap Bagas kaget.Rafi, kakak laki-laki Annisa, berdiri di ambang pintu dengan senyum santai, membawa oleh-oleh di tangannya. “Eh, Gas. Gue kebetulan lagi dinas ke Jakarta, sekalian pengin mampir. Kangen sama Annisa. Dia ada?”Bagas menelan ludah. Ia berusaha tersenyum meski wajahnya tegang. “Oh... Annisa lagi... keluar. Sama Sarah.”“Oh, ya? Tapi HP-nya nggak aktif

  • Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam   Episode 23: Jeda yang Menyakitkan

    Pagi belum benar-benar terang ketika Annisa membuka pintu kamar dengan koper kecil di tangan kanan dan Rayan yang masih mengantuk digendong di lengan kirinya. Rafka berjalan pelan di sampingnya, menggenggam ujung baju sang ibu. Langkah-langkah kecil itu terasa berat, bukan karena beban fisik, tapi karena beratnya keputusan yang harus ia ambil pagi itu. Tanpa banyak suara, Annisa menuju pintu keluar. Bagas yang tertidur di sofa sempat terbangun, mengucek mata dan menyadari gerakan di depan pintu. "Nis... kamu mau ke mana?" suara Bagas serak, panik, langsung berdiri. Annisa menatapnya sebentar. "Aku butuh ruang, Gas. Untuk berpikir. Untuk menyembuhkan diriku sendiri." "Tapi... kenapa harus pergi? Kita bisa bicara lagi. Aku udah siap ngomong sama Ibu. Sumpah, aku nggak akan diam aja lagi," ucap Bagas, suaranya parau. Annisa menunduk, lalu menghela napas panjang. "Kamu selalu bilang akan berubah. Tapi kenyataannya, aku yang selalu harus bertahan. Aku lelah, Gas." Ibu mertua yang men

  • Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam   Episode 22 : Batas Kesabaran

    Pagi itu, suasana rumah masih terasa dingin meski matahari sudah tinggi. Bagas terbangun di kamarnya seorang diri. Ia menatap langit-langit, memikirkan ucapan Annisa semalam yang terus terngiang.Di dapur, ibu Bagas sudah lebih dulu duduk sambil menyeruput teh hangat. Saat melihat anaknya keluar kamar, ia tersenyum puas.“Bagas, kamu sadar kan sekarang? Si Annisa itu keras kepala. Udah bagus kamu dengerin Ibu dari dulu, jangan terlalu dimanja dia.”Bagas tidak menjawab. Pandangannya kosong. Di hatinya, ada pertarungan sengit antara nurani dan loyalitas.Sementara itu, di kamar anak-anak, Annisa duduk bersandar di dinding, memeluk Rafka dan Rayan yang masih tertidur. Matanya sembab. Malam tadi ia tidak menangis, tapi pagi ini... air mata itu jatuh juga. Bukan karena lemah, tapi karena kecewa.Ia masih tak menyangka bahwa semua ini terulang kembali. Ia benar-benar percaya bahwa Bagas telah berubah—itulah alasan ia menerima ajakan untuk rujuk. Namun kenyataannya, Bagas masih sama. Ia bel

  • Saat Aku Butuh Dibela, Suamiku Malah Diam   Episode 21 : Konflik Rumah Tangga

    Matahari baru saja naik ketika Anisa kembali mendapati dapur rumahnya sudah dipenuhi suara. Ibu mertua sudah lebih dulu sibuk di sana, membongkar isi lemari, memindahkan bumbu dapur ke tempat yang menurutnya "lebih rapi"."Nis, kamu ini naruh garam kok deket kompor sih, nanti bisa lembap, nggak bisa dipakai. Harusnya disimpan di atas, kayak di rumah Ibu," ucapnya sambil menggeleng.Anisa yang baru saja selesai memandikan Rafka dan Rayan, hanya bisa menarik napas dalam. Ini sudah hari ketujuh ibu mertuanya tinggal di rumah mereka dan setiap hari selalu ada saja yang dikomentari. Dari cara Anisa menyusun bumbu dapur, cara menyapu, bahkan sampai pola tidur anak-anak."Maaf ya, Bu. Nisa biasa naruhnya di situ biar gampang pas masak," jawab Anisa pelan."Ya kalau semua serba gampang, kapan majunya? Rumah tangga tuh harus disiplin. Liat tuh anak-anak belum bisa ngomong jelas, kamu kasih makannya apa sih?"Anisa menahan emosi. Ia tahu anak-anaknya berkembang sesuai usia, tapi komentar sepert

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status