Share

Bagian 3

POV Agung

Hidup berumah tangga bersama wanita yang benar-benar tulus menerima segala kekurangan kita adalah salah satu anugerah yang aku terima kini, wanitaku tak hanya cantik tapi juga ia adalah wanita baik yang menemaniku sejak saat aku berada di titik terbawah hidupku, hingga kini aku di usia 35 tahun sudah memiliki apa yang aku impikan.

Aku berkenalan dengannya lewat perantara ibuku yang saat itu merupakan pelanggan Meylina. Ya aku mengenal Meylina sejak ia menjajakan gamisnya secara online dan berkeliling komplek. Semangat kerja, keuletan, dan sopan santun yang dimiliki Meylina ternyata tak hanya memilkat hati ibuku tapi juga hatiku yang saat itu sedang dalam lara mendalam ditinggal orang terkasih tanpa kabar apapun.

Sejak aku berkenalan dengan Meylina, ia dengan setia mendengarkan setiap keluh kesah, dan gundah tentang kekasihku yang pergi. Meylina bahkan acap kali memintaku untuk memaafkan kekasihku yang pergi itu agar bisa segera berdamai dan mencapai masa depan cerah. Dan selama itu pula lah ia tak pernah menanyakan lebih dalam tentang wanita itu selain yang aku ceritakan padanya. Hingga akhirnya aku meyakinkan diri bahwa Meylina adalah pengganti terbaik yang Tuhan kirim untukku.

Beruntung Meylina pun bersedia menerima pinanganku, hingga tak lama dari perkanalan, kami langsung menikah, tentu dengan restu ibu yang belum pernah kudapatkan seperti saat aku menjalin cinta dengan Susan.

Susan tiba-tiba saja pergi membawa uang tabunganku yang rencananya ingin aku gunakan untuk menikahinya. Awalnya aku masih berfikir bahwa saat itu ia hanya meminjamnya karena saat itu ia bercerita bahwa orang tuanya sedang dalam masalah ekonomi, namun tiba-tiba semua kontaknya tak bisa kuhubungi, akun media sosialnya pun hilang bak di telan bumi, hingga berbulan-bulan aku tak dapat menemukannya bahkan orang tua nya pun ikut menghilang. Ya mereka sudah tak lagi tinggal di desa yang biasa aku kunjungi saat masih menjalin asmara dengan Susan. Susan dan keluarganya benar-benar menghilang.

Saat itu aku benar-benar terguncang, wanita yang selama 5 tahun aku kenal dan aku cintai menghilang. Bukan perkara uang yang ia bawa kabur namun kepercayaan dan cinta mendalam terhadapnya yang membuat luka hati kian meradang hingga akhirnya segala lara mulai pudar dan terobati dengan hadirnya Meylina.

Aku dan Meylina telah menikah selama 4 tahun, selama itu pula aku selalu merasa bahagia. Meskipun kami belum dikaruniai anak kami tetap bahagia. Kami berdua selalu yakin semuanya akan indah pada waktunya. Begitupun dengan kayakinan kami tentang anugerah Tuhan yang di sebut "anak". Tuhan akan hadirkan amanah indah itu di waktu yang tepat.

Hingga tiba-tiba 3 bulan yang lalu aku bertemu kembali dengan Susan. Pertemuan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Pertemuan yang jika bisa amat sangat ingin kuhindari.

3 bulan lalu.

"Mas Agung." Sapa seorang wanita yang tiba-tiba berada di samping mobil saat aku akan menemui seorang klien di sebuah restoran dekat kantor. Aku menoleh ke arah wanita tersebut yang langsung membuat jantungku berdetak kencang.

"Susan? Apa benar kau Susan?" Aku bertanya untuk memastikan, karena meskipun aku yakin wanita cantik dihadapanku adalah Susan namun ia terlihat amat sangat berbeda dengan Susan yang dulu aku kenal, jika dulu ia terlihat anggun dengan gamis dan hijab sederhana maka sekarang ia terlihat begitu elegan dan cantik dengan balutan hijab dan baju kekinian.

"Iya mas aku Susan, kamu apa kabar?" Jawab Susan dengan mata berbinar. Belum sempat aku menjawab, Susan tiba-tiba memelukku dan menangis. untuk sesaat aku tertegun dan mendapati desiran aneh dalam hati, namun segara aku lepaskan pelukan Susan karena aku langsung teringat sosok Meylina.

"Maafkan aku mas," ucap Susan sambil terus menangis hingga membuat beberapa orang yang melintas menoleh ke arah kami dengan ekspresi yang entahlah, sulit ku gambarkan.

"Apapun yang pernah terjadi di antara kita adalah masa lalu, tak perlu di sesali. Akupun telah melupakan segalanya. Tak perlu pula kata maaf, karena aku telah berdamai dengan luka yang kau tinggalkan, dan menemukan bahagiaku sendiri saat ini" Ucapku tegas.

"Ta..tapi mas, selama ini aku masih mencintaimu." Ucap Susan lirih.

"Lupakan cintamu, tak ada apapun yang tersisa di antara kita. Aku telah menemukan jalanku sendiri." Aku berucap tegas sambil berjalan meninggalkan Susan yang tampak masih terisak di samping mobil.

Sebenarnya ada setitik rasa bahagia saat aku bertemu dengan Susan. Namun segera kuyakinkan diri bahwa segalanya tentang Susan telah usai. 

Satu minggu berlalu setelah pertemuan tak terduga itu berlalu, entah takdir tengah mempermainkanku atau tengah mengujiku tapi hari ini aku kembali bertemu dengan Susan. Tiba-tiba saja Susan berada di kantorku, ia menjadi klien yang dua minggu lalu menghubungiku lewat email untuk membantunya dalam pembangunan sebuah restoran. Tak pernah ku sangka bahwa Susan yang menjadi klienku adalah Susah orang yang sama yang pernah hadir di masa laluku.

Kini aku tau ternyata Susan adalah seorang pengusaha kuliner yang restorannya telah memiliki banyak cabang di ibu kota.

"Kita bertemu lagi mas," ucap Susan lembut, seperti dulu.

"Tak perlu basa-basi, ini file yang anda minta." Aku menyodorkan sebuah map yang di dalamnya terdapat kontrak kerja. "Silahkan di tanda tangani." Ucapku lagi tanpa menoleh ke arah Susan yang kuyakin dari tadi menatapku.

"Apa kamu masih marah padaku mas?" tanya Susan yang membuatku sedikit jengah. Jujur aku ingin segera mengakhiri pertemuan ini, bahkan jika bisa aku ingin mengakhiri kerja sama ini, namun aku harus profesional karena jika proyek ini gagal yang terkena dampaknya bukan hanya aku, tapi juga peeusahaanku.

"Tak perlu membahas apapun selain tentang pekerjaan!" Tegasku pada Susan yang membuat wanita itu tampak mendengus kesal.

"Baiklah!" Ucap Susan sembari menanda tangani berkas yang tadi aku berikan padanya. Setelah menanda tangani berkas tersebut Susan langsung beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari ruanganku.

Aku menarik nafas berat, meyakinkan diri bahwa semuanya akan berakhir tanpa ada apapun yang terjadi.

Hari itu aku bekerja seperti biasa, ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan, hingga tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku segera membereskan pekerjaanku agar bisa segera pulang, rindu akan wanitaku membuatku selalu ingin berada di rumah bersamanya hingga tiba-tiba handphone ku berdering.

"Halo mas, tolong.. tolong aku mas," Suara seorang wanita di iringi isak tangis terdengar dari seberang telepon, aku mematung mendengar suara yang dulu sering aku dengar itu. Tak tau harus berkata apa namun rasa khawatir langsung menyergapku.

"Susan?" Hanya itu yang mampu keluar dari mulutku.

"Tolong aku mas, tolong" Ucapnya lagi, kini suaranya semakin terdengar parau, hingga isak tangisnya pun hampir tak terdengar. Lalu sambungan telepon tersebut terputus.

Entah apa yang merasukiku, aku langsung mencari alamat Susan dari berkas kerja sama yang tadi pagi di tanda tangani, di dalam berkas tersebut tertulis bahwa alamat Susan yang ternyata di apartemen yang tak jauh dari kantorku.

Tanpa berfikir panjang aku melajukan mobil menuju apartemennya, tak butuh waktu lama aku tiba di apartemen tersebut. Saat tiba aku bertanya ke bagian informasi dan staf keamanan di tempat tersebut langsung mengantarku ke unit apartemen yang di tinggali Susan.

Rasa kahwatir yang tak bisa kubendung membuatku langsung memeluk Susan yang tergeletak di lantai kamarnya saat satpam membuka pintu kamar dengan kunci cadangan. Kemudia aku langsung membaringkan tubuhnya di ranjang.

Tak lama Susan sadar dari pingsannya, akupun bernafas lega. Aku ingin langsung beranjak pulang karena tadi Meylina meneleponnya, dan untuk pertama kalinya dalam pernikannku aku berbohong padanya, aku mengatakan padanya bahwa aku sedang menemui klien.

Saat aku akan beranjak, Susan tiba-tiba menggenggam tanganku.

"Terima kasih mas," Susan berucap lirih sambil meringis. Aku hanya mengangguk tanpa ingin tau apa yang terjadi padanya, karena berbohong pada Meylina saja membuat hatiku tak karuan.

"Istirahatlah!" Ucapku sambil meninggalkan Susan yang masih terbaring, sekilas kulihat ia meneteskan air mata. Namun aku tak berniat mengetahui segala sebab yang membuat Susan pingan.

Awalnya kukira ini akan berakhir, namun ternyata ini adalah awal, awal yang tak pernah aku bayangkan. Pertemuan yang membawaku pada rasa yang salah, pertemuan yang membawaku pada jalan yang akan menyakiti Meylina ternyata aku tempuh dengan suka cita. Buta karena rasa yang dulu belum usai. Bahkan luka yang rasa itu pernah torehkan tiba-tiba menguap berubah menjadi segumpal rindu lagi, ya rindu yang salah aku semai dalam hati yang tak seharusnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status