"Dialah Susanti, wanita kurang ajar yang membawa kabur uang suami kamu dulu."
Ucapan ibu mertuanya membuat Meylina tertegun sejenak, mencoba mencerna semuanya, namun hati dan fikirannya seolah menolak kenyataan yang baru saja ia dengar.Jika wanita di hadapannya adalah Susan berarti saat di rumah sakit Agung dan Susan bersandiwara seolah saling tidak mengenal, dan apa mungkin Susan yang beberapa kali di dapati oleh Meylina menguhubungi Agung pun adalah Susan sang mantan kekasih? Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya.Meylina terhunyung memikirkan segalanya, mulutnya seolah terkunci dan sama sekali tak dapat mengatakan apapun meski hatinya begitu bergejolak dengan berbagai pertanyaan atas ketidak fahamannya terhadap situasi yang tengah ia alami saat ini.Ibu Mirna dengan sigap memapah tubuh Meylina, sedangkan Susan hanya berdiri mematung tengan tatapan yang tak bisa diartikan. Namun kemudian Susan ikut mendekati Ibu Mirna dan jiga Meylina seolah ingin membantu."Pargi kamu!" Bentak Bu Mirna"Ta-tapi bu""Bukankah semuanya sudah jelas? Anakku Agung sudah memiliki istri, dia sudah bahagia jadi pergilah dan jangan pernah muncul di depan kami lagi" Ucap bu Mirna lantang dengan wajah penuh emosi"Tapi aku masih mencintai mas Agung bu." Ucap Susan lirih namun benar-benar menusuk hati Meylina, dan berhasil membuat Meylina terperangah mendengarnya. "Apa aku tak salah dengar? bagaimana Susan bisa dengan mudahnya mengatakan hal itu di depanku?" Gumam Meylina dengan dentuman rasa yang tak bisa ia jelaskan."Cukup! aku tak mau mendengar apapun lagi darimu," Mata Bu Mirna melotot menatap penuh benci ke arah Susan yang masih berdiri. Sedangkan Meylina hanya terdiam, tak tahu harus berkata apa.Namun karena kini beberapa orang mulai berkerumun melihat, Susan pun beranjak pergi, mungkin dia malu karena menjadi perhatian orang dengan tatapan mengejek."Ayo kita pulang nak." Bu Mirna memapah Meylina untuk duduk di bangku depan toko roti tersebut sambil menunggu taksi online pesanannya datang.🥀🥀🥀🥀Saat sampai di rumah Ibu Mirna langsung mengantar Meylina masuk ke dalam kamar, dalam perjalanpun tak ada percakapan yang terjadi di antara mereka."Bu..." Panggil Meylina saat bu Mirna akan beranjak keluar dari kamar, membuat Bu Mirna kembali duduk di samping ranjang."Jika wanita tadi benar Susan bukankah berarti Mas Agung telah membohongiku? Kenapa saat itu mereka berdua berlagak seperti orang yang tak saling mengenal? Apa mungkin mereka menyembunyikan sesuatu dariku?" Tanya Meylina tanpa jeda dengan air mata yang tak lagi bisa ia bendung. Segala pertanyaan bertumpuk dengan rasa curiga membuatnya kini tak bisa berfikir bahwa semuanya baik-baik saja.Sedangkan Bu Mirna hanya terdiam mendengar menantunya bertanya tanpa jeda."Bu... apa mungkin mas Agung masih mencintai Susan?" Tangis Meylina kini semakin kencang, Bu Mirna memeluk tubuh Meylina namun belum bisa mengatakan apapun. Ia menunggu Meylina sedikit tenang.Setelah tenang tangis Meylina pun mulai mereda."Meylina, jujur ibu pun tidak bisa menjawab pertanyaanmu. Tapi apapun yang terjadi ibu akan selalu berada di sampingmu nak" Bu Mirna diam sejenak menjeda ucapannya, "Meskipun Agung anak ibu, jika dia berbuat salah maka ibu akan menegurnya. Untuk saat ini ibu hanya bisa memintamu untuk tenang, nanti saat Agung pulang lebih baik kamu tanyakan langsung padanya apa yang sebenarnya tengah terjadi." Turur bu Mirna lembut."Tapi bu jika ternyata benar ada sesuatu di antara mereka, apa yang harus aku lakukan? Jujur aku tak siap dengan semua ini bu.""Lakukan apapun yang ingin kamu lakukan nak, ikuti kata hatimu. Apapun itu ibu akan mendukungmu." Bu Mirna menggenggam erak tangan Meylina yang masih terisak.🥀🥀🥀🥀🥀Selepas magrib Agung baru pulang, Meylina sengaja tak menyambutnya seperti biasa, ia memilih berdiam di dalam kamar."Sayang kamu kenapa? Apa kamu sakit?" Tanya Agung begitu memasuki kamar dan mendapati Meylina duduk di atas ranjang dengan mata sembab. Melihat dari sikap Agung, Meylina yakin bahwa ibu Mirna belum menceritakan apapun yang terjadi tadi siang."Kamu udah makan mas?" Meylina tak menjawab pertanyaan Agung, kemudian langsung turun dari ranjang dan beranjak keluar dari kamar menuju ruang makan. Dengan sigap ia menyiapkan makan malam untuk Agung. Agung yang heran dengan sikap Meylina langsung mendekat ke arah meja makan dan menatap istrinya lama."Makan dulu mas," Meylina menyodorkan sepiring nasi lengkap dengan lauknya ke hadapan Agung yang masih menatap Meylina dengan tatapan bingung. Namun kemudian Meylina langsung pergi dan kembali ke kamarnya.Agung yang khawatir akan perubahan sikap Meylina langsung beranjak menyusul Meylina tanpa menyentuh makanan yang telah terhidang di hadapannya, nafsu makannya hilang begitu saja."Kamu kenapa sayang?" Agung bertanya sambil mendekati Meylina yang kini telah berada di dalam kamar."Apa mungkin mas ada salah sama kamu?" Tanya Agung lagi.Meylina tetap bergeming membiarkan pertanyaan Agung menguap begitu saja. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin ia tanyakan juga ungkapkan pada Agung, namun ia tak tahu harus memulainya darimana dan lagi, rasa takutnya jika ternyata kenyataan yang harus ia terima adalah kenyataan pahit begitu besar, ia sungguh merasa dirinya belum siap menerima itu. Agung terdengar menhembuskan nafas berat beberapa kali, sedangkan dalam diamnya Meylina sedang mencoba menenangkan jiwanya agar pembicaraan dengan suaminya tak membuatnya emosi dan tetap tenang."Mas, apa kau tahu seberapa besar cintaku padamu? sungguh akupun tak bisa mengungkapkannya, karena kurasa aku jauh lebih mencintaimu dari pada diriku sendiri. Tapi jika hatimu tak lagi bisa menerima besarnya cintaku bukankah seharusnya aku berhenti?" Kata-kata Meylina terdengar pilu, Agung sebenarnya tak mengerti kenapa Meylina bicara seperti ini, apa mungkin ia sudah tahu tentang Susan? tabaknya dalam hati."Kenapa sayang? Kok kamu ngomongnya gitu? Kamu pun tau kan mas begitu mencintaimu?" Jawab Agung dengan tatapan penuh cinta yang tak pernah berubah sejak dulu, namun entah kenapa Meylina merasa kata-kata Agung tak lagi "terasa" sama dalam pendengaran juga hatinya."Bagaimana dengan Susan? Apa mas benar-benar telah melupakannya? Bagaimana jika ia kembali dalam hidupmu? Akankah kau tetap mencintaiku? Atau mungkin kau akan kembali pada cinta pertama yang begitu kau gilai itu?" tanya Meylina datar, bahkan ia sempat menyinggingkan senyum di sela pertanyaanya tersebut. Berbeda dengan Agung yang mulai gelisah."Maksud kamu apa?"Tadi siang aku bertemu dengan Susan mas.""A-apa? Bagaimana bisa? Apa mungkin Susan mengatakan hal-hal aneh padamu?""Hal aneh apa maksudmu mas? Apa memang terjadi sesuatu yang aneh di antara kalian seperti mekarnya cinta lama yang belum usai?" Pertanyaan Meylina begitu telak, membuat Agung mati kutu, dan tak lagi bisa mengatakan apapun. Agung hanya tertunduk."Jawab mas!" Pinta Meylina dengan nada tegas. Namun Agung belum bisa mengatakan apapun, ia mulai merasa bersalah terhadap Meylina. "Mas memang bertemu dengan Susan, tapi itu Murni kebetulan, karena ternyata dia adalah klien mas""Benarkah? Lalu Susan yang meneleponmu saat itu apakah ia Susan yang sama dengan Susan si cinta pertamamu?" Agung hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Meylina."Lalu kenapa mas berbohong padaku?""Mas tak bermaksud berbohong padamu, mas hanya khawatir jika kamu tahu mas bertemu lagi dengannya kamu akan berfikir macam-macam". Jelas Agung yang mulai terlihat tak tenang dengan segala pertanyaan yang di ajukan Meylina."Justru dengan mas menyembunyikannya dariku lah yang membuatku kini berfikir macam-macam." Meylina berucap dengan tangis yang masih ia tahan. Meylina tak ingin Agung mengecapnya lemah."Apa mas masih mencintainya?" Pertanyaan itu berhasil membuat Agung kaget hingga membuatnya terdiam. Karena Agung tak dapat memungkiri bahwa kini perlahan ia merasa nyaman saat bersama Susan, sama seperti dulu saat ia menjalin cinta dengannya."Tak perlu menjawabnya mas, karena aku sudah mendapatkan jawabannya dari matamu," Meylina langsung menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya. Agung mengusap pelan punggung Meylina dengan rasa yang tak bisa ia gambarkan."Tinggalkan aku sendiri mas." Ucapan Meylina mebuat Agung tak lagi bisa berbuat apa-apa, kemudian Agung beranjak meninggalkan Meylina sendiri di dalam kamar."Maaf karena tak jujur padamu, tapi mas ingin kamu tau bahwa mas sangat menyayangimu, namun kehadiran Susan memang membawa rasa lama itu kembali." Gumam Agung dalam hati seraya menatap iatrinya penuh sesal.Setelah terdengar Agung melangkah keluar dan menutup pintu, Meylina langsung menangis, air mata yang sedari tadi ia tahan kini terjun bebas membasahi pipinya. Pertanyaan terakhir Meylina yang tak bisa di jawab oleh Agung sungguh telah membuat hatinya hancur seketika, hingga membuatnya begitu sesak."Sebegitu besarkah rasamu padanya mas? Hingga setelah beberapa tahun berlalu dan meski yang cinta pertamamu tinggalkanpun hanya sebuah luka tapi kamu masih mampu menerima dan menghadirkan rasa yang seharusnya menjadi milikku seorang""Mungkinkah aku terlalu takabbur? Hingga begitu yakin bahwa suamiku akan selalu dan tetap mencintaiku apapun yang terjadi. Padahal ternyata cintanya padaku begitu dangkal, hingga dengan mudah menumbuhkan kembali cinta lamanya""Ya Robbi apa yang harus aku lakukan? Masih bisakah aku bertahan?"Meylina terus menangisi perasaannya yang sudah tumbuh begitu dalam pada Agung.Hati siapa yang tak patah mendapati sang belahan jiwa dengan begitu mudahnya menyemai cinta pada hati lain? Sebegitu dalamnya kah cinta Agung pada Susan hingga luka yang dulu ia tinggalkan begitu mudah menguap hingga tumbuh rasa yang harusnya telah lama mati? atau sebegitu dangkalnya kah cinta Agung terhadap Meylina hingga membuatnya begitu mudah membagi rasa dengan yang bukan haknya?Tepat pukul 3 Meylina terbangun, ia tak mendapati Agung disampingnya, namun ia tak menghiraukannya. Yang ingin ia lakukan saat ini adalah mengadu pada Tuhannya.Setelah berwudhu ia membentangkan sajadah untuk bermunajat pada Sang Pemilik semesta."Robbi apakah aku terlalu sombong karena mengira suamiku tak mungkin berbagi hati? Apakah aku akan menjadi wanita egois jika sekuat tenaga aku ingin mengingkari rasa lain yang tumbuh di hati suamiku dan memaksanya meninggalkan cinta itu?""Sungguh aku ingin rumah tangga ini berakhir di pelataran syurga bersama, namun jika begini apa
"Berapa banyak yang kau sembunyikan dariku mas? Sejauh mana kau berbohong padaku?"Meylina melangkah gontai ke dalam rumah mendapati kebohongan lain dari suaminya. Ia tak mengerti kenapa Agung menutupi semuanya hingga sejauh ini. Dalam hati kecilnya Meylina sangat ingin mempertahankan cintanya, namun jika kebohongan Agung sudah sejauh ini Meylina tak begitu yakin semuanya bisa berlanjut dengan baik seperti sedia kala.Jam menunjukkan pukul 5 sore, terdengar suara mobil masuk ke pekarangan rumah. Meylina sudah hafal itu adalah mobil suaminya yang selalu ia nanti kedatangannya, untuk membagi cerita tentang apa yang ia lalui hari itu. Namun kini ia enggan melakukannya. Ia hanya duduk di depan televisi tanpa menghiraukan kedatangan Agung.Setelah mengucapkan salam, Agung langsung masuk ke dalam rumah yang terasa berbeda. Tak ada sambutan hangat istrinya, tak ada celotehan yang Meylina lontarkan seperti yang sudah-sudah. Agung melongok ke arah meja makan, di sana sud
"Mas..." ucap Meylina pelan nyaris tak terdengar.Meylina tak dapat melanjutkan ucapannya, tubuhnya seolah membeku melihat pemandangan yang menyesakkan dada. Kemudian ia mengerjapkan mata untuk memastikan apa yang di lihatnya tidaklah salah."Meylina" sapa Agung lembut seraya mendekati Meylina. Namun Meylina mundur beberapa langkah, ia mencoba menyadarkan diri."Kenapa kamu membawa Susan kemari mas?""Susan sedang dalam masalah, aku tak bisa menceritakannya sekarang, tapi bisakah kamu mengizinkan Susan untuk bermalam disini malam ini?"Meylina mencoba mencerna ucapan Agung, namun sungguh ia sama sekali tak bisa memahaminya. Bagaimana bisa seorang suami membawa wanita yang notabene "mantan cinta pertama" suaminya untuk menginap di rumah?Ada yang begitu hancur dalam diri Meylina. Ya hatinya benar-benar hancur. Apapun masalah Susan, Meylina benar-benar tak menyangka suaminya dengan sadar membawa Susan ke rum
POV SusantiTerlahir dari keluarga sederhana dan orang tua yang sama sekali tak mengenyam pendidikan membuatku semangat belajar, semenjak SD selalu mendapat peringkat pertama, mungkin inilah yang menjadi alasan kedua orang tuaku begitu gigih mencari rupiah demi membiayai pendidikan hingga aku bisa kuliah di Universitas Negeri di kota besar.Banyak yang mereka korbankan, mulai dari meminjam uang kepada tetangga, hingga pada rentenir. Aku sebagai anak semata wayang mereka tentu ingin membalas segala jasa mereka.Di kota saat kuliah, aku tak hanya belajar, namun juga bekerja untuk meringankan beban orang tua, hingga di semester 6 aku mengenal Agung.Pria yang tak pernah memandang latar belakangku. Perkenalanku dengannya tidaklah di sengaja, kami bertemu di taman dekat masjid kampus, saat itu dia seperti sedang kebingungan, dan aku menolongnya. Sampai aku tahu bahwa dia berada di kampus sebagai arsitek yang mendesain dan memantau pembangunan a
Agung menatap lekat ke arah Susan yang tersipu malu dengan pipi merah merona, hingga membuatnya begitu gemas. Ada dorongan dalam hatinya untuk mendekati Susan yang tampak begitu cantik dan menggoda.Agung pun berdiri dan mendekati Susan, kemudian di peluknya begitu erat, seolah tak sadar bahwa itu adalah hal yang tak boleh mereka lakukan.Susan bersorak riang dalam hati. Taman bunga dalam hati langsung bermekaran. Dan langaung membalas pelukan Agung dengan begitu erat."Tapi bukankah perasaan kita berdua ini salah mas? Tak seharusnya kita seperti ini kan? Bagaimana dengan Meylina? Aku benar-benar merasa bersalah padanya." Ucap Sysan seraya melepaskan pelukannya dengan memasang ekspresi seolah merasa bersalah dan mencoba memancing Agung agar lebih simpati padanya."Ini bukan salahmu, Susan. Tapi perasaan manusia siapa yang tahu, kita tak bisa memaksa pada siapa kita melabuhkan hati bukan?""Bagaimana rumah tanggamu dengan M
"Tadi Meylina kesini untuk membereskan barang-barangnya. Aku sempat melarangnya tapi dia bersikeras ingin mengemasi semuanya karena tak ingin jika harus bertemu denganmu lagi" Ucap Susan berbohong."Apa?" Tanya Agung dengan ekspresi terkejut juga hati yang terasa kecewa. "Benarkah Meylina bilang begitu?" Agung memastikan lagi."Iya mas, aku aja gak nyangka dia bisa bilang gitu, padahal gimanapun juga kan kalian belum resmi bercerai secara hukum, tapi dia kok gitu yah?" Susan mulai menebar racun dengan mengatakan yang tidak-tidak, untuk mengadu domba Agung dengan Meylina, tentu dengan tujuan agar mereka saling membenci hingga tak mungkin bisa kembali lagi."Sudahlah Susan, tak perlu di bahas lagi, mungkin Meylina melakukan itu agar hatinya tak tersakiti lagi, bukan semata-mata karena membenciku, karena sorot matanya mengatakan bahwa ia masih mencintaiku" Agung berucap penuh percaya diri.Sedangkan Susan tentu merasa kesal mendengarnya."Kalo Meylina
Susan berjalan mendekati Bu Mirna."Bu..." Panggil Susan seraya menghampirinya dengan wajah yang tak lagi tampak sendu seperti yang ia perlihatkan tadi di hadapan Agung. Bu Mirna hanya menoleh sekilas tanpa menyahut."Aku menang bu." Ucap Susan pelan di sertai dengan seringai licik. Bu Mirna hanya menghela nafas kasar, ia tak merasa kaget mendapati Susan bersikap seperti ini, karena dari dulu ia sudah bisa menebak bagaimana Susan sebenarnya, namun ia tak menyangka jika ternyata Susan akan bertindak hingga sejauh ini."Dasar wanita gila." Ucap Bu Mirna menahan emosi, jika saja ia tak sedang berada di luar rumah seperti ini sudah pasti ia akan menampar mulut beracun Susan sejak tadi."Aku gila karena mencintai anakmu bu, tapi aku tak bodoh seperti menantu ibu itu, upss maksudku manatan menantu." Susan tertawa cekikian setelah mengucapkan kalimat."Apa maksudmu? Kenapa pula kau menyebutnya mantan menantuku? Jangan kau fikir karena Agung membawam
Pagi menjelang, matahari mulai menampakkan sinarnya saat Agung terbangun dari tidur, sekilas melirik jam di dinding."Sial, aku kesiangan!"Agung langsung mandi dan bersiap-siap berangkat ke kantor, saat menuju meja makan ia hanya mendapati Bik Minah yang sedang sibuk membersihkan dapur, sarapan memang sudah tersaji di atas meja, tapi entah kenapa Agung sama sekali tak berselera.Pagi ini terasa berbeda bagi Agung, tak ada senyum hangat yang menemaninya, bahkan ia melewatkan ibadah wajib karena biasanya Meylina selalu membangunkan dan mengajaknya solat berjamaah.Lagi, Agung meyakinkan diri bahwa rasa kehilangannya sangatlah wajar, karena bagaimanapun mereka telah hidup bersama selama 4 tahun, jadi tak mungkin bisa mudah membiasakan diri tanpa kehadirannya, apalagi perpisahan mereka terjadi begitu saja dan terlalu cepat.Hari ini Agung akan bertemu klien di luar kantor bersama Bara rekan keejanya, tepat pukul 10 mereka telah sam