POV Meylina
"Wanita yang bersamamu di rumah ujung komplek siapa?" Tanyaku sambil menggengam erat tangannya. Seketika mas Agung tampak kaget mendengar pertanyaanku. Ia terdiam cukup lama untuk menjawab sebuah pertanyaan sederhana.Aku menatap matanya lekat untuk mencari kejujuran di dalam sana, berharap jawaban dari mas Agung akan membuatku melupakan segala fikiran buruk yang sedari kemarin menggangguku."Wanita? Maksud kamu apa?" Tanyanya dengan ekspresi yang tampak sedikit bingung, kemudian aku menjelaskan padanya bahwa ibu kemarin bertanya tentang rumah di ujung komlek karena bu Ida memberitahunya bahwa bu Ida melihat Mas Agung bersama seorang wanita yang tampak seperti akan pindah rumah.Aku menangkap sedikit rasa cemas dari mata mas Agung, matanya kini tak lagi menatap mataku. "Mungkin bu Ida salah liat sayang, waktu itu mas kan udah kirim pesan ke kamu kalo mas harus ketemu klien, masa kamu lupa sih." Ucapnya lagi tanpa menatap mataku, padahal biasanya jika sedang berhadapan seperti ini mas Agung selalu menatap mataku. Aku ingat pada hari itu mas Agung memang mengirimiku pesan bahwa akan pulang sedikit telat karena harus menemui klien, saat itupun mas Agung pulang ke rumah tak begitu malam. Aku menarik seulas senyum, mencoba peecaya akan apa yang mas Agung katakan."Ya udah mas, mungkin memang Bu Ida salah liat, kalo gitu aku istirahat dulu yah." Aku langsung membaringkan tubuhku karena jujur aku merasa badanku benar- benar tak bertenaga."Tapi mas harus kembali ke kantor, kamu ngga apa-apa kan?" Ucapan mas Agung membuatku kembali merasa jika mas Agung memang sedikit berubah. Jika dulu saat aku pingsan mas Agung sampai tak berangkat bekerja hingga keesokannya walau aku paksa, meskipun saat itu ada meeting penting mas Agung rela membatalkannya karena mengkhawatirkanku, dan memilih menemaniku hingga benar-benar pulih, tapi sekarang? "Mas ada meeting yang nggak mungkin mas tinggalin sayang." Ucap mas Agung seolah tahu fikiranku terhadap sikapnya. "Tapi mas janji mas gak akan pulang malem, habis rapat mas bakal langsung pulang."Aku hanya mengangguk saat mas Agung mencium keningku dan beranjak pergi. Berbaring di tempat tidur tak serta merta membuatku tertidur. Entahlah, aku benar-benar merasa tak tenang memikirkan mas Agung, jauh di dalam hati aku yakin mas Agung tengah menyembunyikan sesuatu, tapi akupun tak yakin apa yang mungkin mas Agung sembunyikan dariku.Aku mencoba melihat-lihat akun media sosialnya, berharap menemukan sesuatu, namun semuanya tampak normal, bahkan tak ada satupun hal yang bisa membuatku curiga terhadapnya."Apa mungkin aku saja yang terlalu berlebihan?" Gumamku dalam hati.Satu minggu berlalu, keadaanku sudah benar-benar sehat sejak 2 hari lalu, akupun sudah mulai pergi ke butik untuk bekerja karena jika berdiam di rumah saja sungguh membuatku suntuk. Namun mas Agung seminggu ini selalu pulang telat. Aku tak lagi mencurigainya, karena aku percaya ia tak akan melakukan apapun yang akan membuatku sakit, jikapun ia terlambat pulang ia selalu mengabariku jadi kuanggap semuanya normal.Hari itu aku baru ingat bahwa aku di anjurkan untuk melakukan USG oleh dokter di rumah sakit saat itu, Sebelumnya pun aku lupa tak memberitahu pada mas Agung. Mumpung pekerjaan di butik sedikit santai aku berniat akan mengunjungi dokter kandungan sore ini sendiri karena tadi pagi mas Agung memberitahuku bahwa sore ini akan pulang telat.Aku fikir tak apa aku pergi sendiri toh hanya pemeriksaan biasa, aku hanya berharap hasilnya akan baik-baik saja.Saat tiba di klinik dokter kandungan yang tak jauh dari butik aku langsung mendaftar dan mendapat antrian no 5. Tak begitu lama namaku di panggil."Ibu Meylina, ada yang bisa saya bantu bu?" Tanya dokter cantik yang kutaksir belum berumur 40 tahun itu dengan senyum ramahnya."Seminggu yang lalu saya masuk UGD karena sakit perut datang bulang dok, jadi dokter dari UGD menyarankan saya untuk melakukan USG." Terangku. Dokter bernama Citra itu terlihat diam sejenak. Kemudian menanyaiku tentang hal-hal yang berkaitan dengan sakit perut yang kualami jika sedang datang bulan, hingga sangat mendetail."Dari yang bisa saya simpulkan Ibu Meylina bisa saja mengidap Endometriosis." Ucapnya tenang namun membuat dadaku berdebar."Endometriosis?". Jujur aku terkejut dan tak mengerti, aku hanya berharap jika itu bukanlah penyakit berbahaya."Endometriosis adalah penyakit pada sistem reproduksi wanita. Kondisi ini dapat menyebabkan jaringan dari lapisan dalam dinding rahim tumbuh di luar rongga rahim. Endometriosis terjadi saat jaringan endometrium tumbuh di luar rahim. Jika seorang wanita mengidap endometriosis, jaringan tersebut juga mengalami proses penebalan dan luruh, yang sama dengan siklus menstruasi. Namun, darah tersebut akhirnya mengendap dan tidak bisa keluar karena terletak di luar rahim sehingga dapat mengiritasi jaringan di sekitarnya" Dokter Citra menjeda penjelasannya dan menatapku dengan senyum, namun aku tak lagi bisa fokus, aku mulai takut."Gejala endometriosis umumnya menimbulkan rasa sakit yang luar biasa pada sekitar pinggul dan perut bagian bawah. Gejala akan terasa paling parah sebelum dan selama siklus menstruasi, selain itu volume darah yang berlebihan saat menstruasi, darah serta pendarahan di luar siklus menstruasi juga termasuk gejala endometriosis. Pengidap endometriosis juga bisa mengalami gejala lain, seperti konstipasi, diare, kelelahan, dan mual selama periode menstruasi, dan itu semua Ibu Meylina alami""Tapi dok, apakah penyakit tersebut berbahaya? dan apa mungkin itu juga penyebab hingga saat ini saya belum bisa hamil?" Tanyaku benar-benar khawatir. Aku benar-benar takut jika ternyata kondisiku lah yang membuatku tak kunjung hamil, sungguh aku takut ini akan membuat mas Agung dan Ibu mertuaku kecewa, karena selama ini aku selalu meyakinkan pada mereka bahwa semuanya baik-baik saja, tapi sekarang? bagaimana aku bisa yakin semuanya akan tetap baik-baik saja jika ternyata ada yang salah dalam tubuhku."Wanita yang mengidap penyakit ini sebenarnya masih bisa hamil, namun itu semua tergantung pada tingkat keparahan endrometriosis tersebut. untuk memastikannya kita harus melakukan pemeriksaan lanjutan. Dan agar benar-benar yakin tindakan yang akan dilakukan adalah pemeriksaan laparoskopi".Ucapan dokter Citra membuatku shock, aku benar-benar tidak siap, aku hanya bisa terdiam dengan mata yang mulai mengembun, kurasakan ada yang berlomba keluar dari sudut mataku, hingga tak terasa aku mulai terisak."Ibu tidak perlu khawatir, insyaallah akan ada jalan, sejauh pengalaman saya dan pasien saya yang menderita penyakit ini, beberapa dari mereka tetap berhasil hamil, meskipun perjuangan mereka tetaplah di atas wanita tanpa penyakit. Sbelumnya mari kita peeiksa melalui USG terlebih dahulu ya bu"Asisten dokter yang sedari tadi berdiri di samping ranjang pemeriksaan membimbingku membaringkan tubuh di atas ranjang, kemudian dokter muali melakukan prosedur pemeriksaan USG.Setelah selesai dokter menjelaskan kembali tentang pemeriksaan laparoskopi, namun aku memberitahu dokter Citra bahwa akan mendiskusikan terlebih dahulu hal ini pada Mas Agung.Setelah selesai berkonsultasi aku langsung keluar. Fikiranku sangat kalut, dengan rasa takut yang mendominasi, bukan takut dengan penyakitku, tapi aku takut akan mengecewakan Mas Agung. Jujur akupun takut Mas Agung tak siap menerima keadaanku. Apalagi setelah menanti 4 tahun dengan sabar namun yang di dapat adalah kabar buruk. Meskipun dokter Citra tadi meyakinkanku bahwa kemungkinanku bisa hamil masih ada tapi membayangkan perjuangan yang akan kami lalui menjadi lebih panjang dan berat membuat nyaliku menciut.Dalam perjalanan pulang aku berniat mampir sebentar ke rumah ibu mertuaku untuk menceritakan keadaanku. Aku berharap setelah bercerita pada ibu, nantinya aku akan lebih siap untuk menceritakan hal ini pada mas Agung. Maka kuputuskan untuk mampir membeli roti terlebih dahulu di toko roti langganannya.Saat sampai di pelataran toko aku menangkap sosok yang sangat aku kenal tampak seperti sedang bersitegang dengan seorang wanita. Kuperhatikan lagi karena takut salah mengenali. Namun ternyata sosok itu memang benar Ibu mertuaku, tapi hal yang membuatku kaget adalah sosok wanita yang tampak tengah bersitegang dengan ibu mertuaku. Ya akupun mengenalnya, ia adalah mbak Santi, wanita yang sempat mebawaku ke rumah sakit saat aku pingsan seminggu yang lalu."Apa yang terjadi?, Apa mungkin ibu mengenal mbak Santi? Tapi kenapa mereka tampak bersitegang?" Banyak pertanyaan muncul dalam benak. Dan rasa khawatir terhadap ibu membuatku langsung turun dari taksi online yang kutumpangi untuk menghampiri mereka.Saat jarakku sudah dekat dengan mereka samar kudengar Ibu tengah memaki mbak Santi."Untuk apa kau kembali dalam hidup kami? Sudah cukup putraku dulu menderita karenamu." Teriak Ibu."Aku minta maaf bu, aku khilaf, kumohon maafkan aku." Iba mbak Santi sembari memegang tangan ibu.Saat jarakku dengan mereka semakin dekat, mbak Santi melihatku, ia langsung melepaskan genggaman tangannya. Ia tampak benar-benar terkejut melihatku. Kemudian Ibu pun menoleh kearahku. Sama halnya dengan Mbak Santi ibu pun tampak terkejut melihatku."Ibu? Ibu kenapa? apa yang terjadi? Apa ibu punya masalah dengan mbak Santi?" Tanyaku tanpa basa basi karena aku khawatir melihat ibu yang berderai air mata."Santi?" Ibu malah balik bertanya padaku. "Santi siapa yang kamu maksud nak?""Ini mbak Santi bu, aku mengenalnya seminggu lalu, ia adalah orang yang menolong dan membawaku ke rumah sakit saat pingsan, apa ibu punya masalah dengan mbak Santi?" Jujur aku bingung, aku tak mengerti apa yang sebenarnya tengah terjadi, kenapa bisa sangat kebetulan sekali aku mendapati ibu bersitegang dengan wanita yang baru satu minggu lalu aku kenal."Apa Santi yang kamu maksud adalah wanita ini nak?" Tanya ibu sambil melempar tatapan tajam ke arah mbak Santi. Tampak jelas rasa benci di dalamnya."Apa kau sengaja mendekati menantuku untuk menghancurkan dan menyakitinya hah?" Ibu bertanya begitu lantang pada mbak Santi, namun aku semakin tak mengerti, kenapa pula ibu berfikiran mbak Santi ingin menyakitiku, memang siapa dia, tanyaku dalam hati. Kulihat mbak Santi hanya menundukkan kepala, tanpa berani menatapku atau ibu."Dengar wanita tak tahu diri, sebaiknya kamu pergi, jangan pernah muncul di depanku, atau di depan anak dan menantuku lagi, cukup kau menyakiti kami dulu. Sudah untung kami tak menuntutmu karena membawa uang anakku pergi". Ucapan ibu membuatku teringat Susan."Tunggu bu, maksud ibu mbak Santi pernah mebawa pergi uang mas Agung juga seperti Susan?" Tanyaku dengan mata melotot tak percaya."Dialah Susanti, wanita kurang ajar yang membawa kabur uang suami kamu dulu"."Dialah Susanti, wanita kurang ajar yang membawa kabur uang suami kamu dulu."Ucapan ibu mertuanya membuat Meylina tertegun sejenak, mencoba mencerna semuanya, namun hati dan fikirannya seolah menolak kenyataan yang baru saja ia dengar.Jika wanita di hadapannya adalah Susan berarti saat di rumah sakit Agung dan Susan bersandiwara seolah saling tidak mengenal, dan apa mungkin Susan yang beberapa kali di dapati oleh Meylina menguhubungi Agung pun adalah Susan sang mantan kekasih? Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya.Meylina terhunyung memikirkan segalanya, mulutnya seolah terkunci dan sama sekali tak dapat mengatakan apapun meski hatinya begitu bergejolak dengan berbagai pertanyaan atas ketidak fahamannya terhadap situasi yang tengah ia alami saat ini.Ibu Mirna dengan sigap memapah tubuh Meylina, sedangkan Susan hanya berdiri mematung tengan tatapan yang tak bisa diartikan. Namun kemudian Susan ikut mendekati Ibu Mirna dan jiga Meyli
Hati siapa yang tak patah mendapati sang belahan jiwa dengan begitu mudahnya menyemai cinta pada hati lain? Sebegitu dalamnya kah cinta Agung pada Susan hingga luka yang dulu ia tinggalkan begitu mudah menguap hingga tumbuh rasa yang harusnya telah lama mati? atau sebegitu dangkalnya kah cinta Agung terhadap Meylina hingga membuatnya begitu mudah membagi rasa dengan yang bukan haknya?Tepat pukul 3 Meylina terbangun, ia tak mendapati Agung disampingnya, namun ia tak menghiraukannya. Yang ingin ia lakukan saat ini adalah mengadu pada Tuhannya.Setelah berwudhu ia membentangkan sajadah untuk bermunajat pada Sang Pemilik semesta."Robbi apakah aku terlalu sombong karena mengira suamiku tak mungkin berbagi hati? Apakah aku akan menjadi wanita egois jika sekuat tenaga aku ingin mengingkari rasa lain yang tumbuh di hati suamiku dan memaksanya meninggalkan cinta itu?""Sungguh aku ingin rumah tangga ini berakhir di pelataran syurga bersama, namun jika begini apa
"Berapa banyak yang kau sembunyikan dariku mas? Sejauh mana kau berbohong padaku?"Meylina melangkah gontai ke dalam rumah mendapati kebohongan lain dari suaminya. Ia tak mengerti kenapa Agung menutupi semuanya hingga sejauh ini. Dalam hati kecilnya Meylina sangat ingin mempertahankan cintanya, namun jika kebohongan Agung sudah sejauh ini Meylina tak begitu yakin semuanya bisa berlanjut dengan baik seperti sedia kala.Jam menunjukkan pukul 5 sore, terdengar suara mobil masuk ke pekarangan rumah. Meylina sudah hafal itu adalah mobil suaminya yang selalu ia nanti kedatangannya, untuk membagi cerita tentang apa yang ia lalui hari itu. Namun kini ia enggan melakukannya. Ia hanya duduk di depan televisi tanpa menghiraukan kedatangan Agung.Setelah mengucapkan salam, Agung langsung masuk ke dalam rumah yang terasa berbeda. Tak ada sambutan hangat istrinya, tak ada celotehan yang Meylina lontarkan seperti yang sudah-sudah. Agung melongok ke arah meja makan, di sana sud
"Mas..." ucap Meylina pelan nyaris tak terdengar.Meylina tak dapat melanjutkan ucapannya, tubuhnya seolah membeku melihat pemandangan yang menyesakkan dada. Kemudian ia mengerjapkan mata untuk memastikan apa yang di lihatnya tidaklah salah."Meylina" sapa Agung lembut seraya mendekati Meylina. Namun Meylina mundur beberapa langkah, ia mencoba menyadarkan diri."Kenapa kamu membawa Susan kemari mas?""Susan sedang dalam masalah, aku tak bisa menceritakannya sekarang, tapi bisakah kamu mengizinkan Susan untuk bermalam disini malam ini?"Meylina mencoba mencerna ucapan Agung, namun sungguh ia sama sekali tak bisa memahaminya. Bagaimana bisa seorang suami membawa wanita yang notabene "mantan cinta pertama" suaminya untuk menginap di rumah?Ada yang begitu hancur dalam diri Meylina. Ya hatinya benar-benar hancur. Apapun masalah Susan, Meylina benar-benar tak menyangka suaminya dengan sadar membawa Susan ke rum
POV SusantiTerlahir dari keluarga sederhana dan orang tua yang sama sekali tak mengenyam pendidikan membuatku semangat belajar, semenjak SD selalu mendapat peringkat pertama, mungkin inilah yang menjadi alasan kedua orang tuaku begitu gigih mencari rupiah demi membiayai pendidikan hingga aku bisa kuliah di Universitas Negeri di kota besar.Banyak yang mereka korbankan, mulai dari meminjam uang kepada tetangga, hingga pada rentenir. Aku sebagai anak semata wayang mereka tentu ingin membalas segala jasa mereka.Di kota saat kuliah, aku tak hanya belajar, namun juga bekerja untuk meringankan beban orang tua, hingga di semester 6 aku mengenal Agung.Pria yang tak pernah memandang latar belakangku. Perkenalanku dengannya tidaklah di sengaja, kami bertemu di taman dekat masjid kampus, saat itu dia seperti sedang kebingungan, dan aku menolongnya. Sampai aku tahu bahwa dia berada di kampus sebagai arsitek yang mendesain dan memantau pembangunan a
Agung menatap lekat ke arah Susan yang tersipu malu dengan pipi merah merona, hingga membuatnya begitu gemas. Ada dorongan dalam hatinya untuk mendekati Susan yang tampak begitu cantik dan menggoda.Agung pun berdiri dan mendekati Susan, kemudian di peluknya begitu erat, seolah tak sadar bahwa itu adalah hal yang tak boleh mereka lakukan.Susan bersorak riang dalam hati. Taman bunga dalam hati langsung bermekaran. Dan langaung membalas pelukan Agung dengan begitu erat."Tapi bukankah perasaan kita berdua ini salah mas? Tak seharusnya kita seperti ini kan? Bagaimana dengan Meylina? Aku benar-benar merasa bersalah padanya." Ucap Sysan seraya melepaskan pelukannya dengan memasang ekspresi seolah merasa bersalah dan mencoba memancing Agung agar lebih simpati padanya."Ini bukan salahmu, Susan. Tapi perasaan manusia siapa yang tahu, kita tak bisa memaksa pada siapa kita melabuhkan hati bukan?""Bagaimana rumah tanggamu dengan M
"Tadi Meylina kesini untuk membereskan barang-barangnya. Aku sempat melarangnya tapi dia bersikeras ingin mengemasi semuanya karena tak ingin jika harus bertemu denganmu lagi" Ucap Susan berbohong."Apa?" Tanya Agung dengan ekspresi terkejut juga hati yang terasa kecewa. "Benarkah Meylina bilang begitu?" Agung memastikan lagi."Iya mas, aku aja gak nyangka dia bisa bilang gitu, padahal gimanapun juga kan kalian belum resmi bercerai secara hukum, tapi dia kok gitu yah?" Susan mulai menebar racun dengan mengatakan yang tidak-tidak, untuk mengadu domba Agung dengan Meylina, tentu dengan tujuan agar mereka saling membenci hingga tak mungkin bisa kembali lagi."Sudahlah Susan, tak perlu di bahas lagi, mungkin Meylina melakukan itu agar hatinya tak tersakiti lagi, bukan semata-mata karena membenciku, karena sorot matanya mengatakan bahwa ia masih mencintaiku" Agung berucap penuh percaya diri.Sedangkan Susan tentu merasa kesal mendengarnya."Kalo Meylina
Susan berjalan mendekati Bu Mirna."Bu..." Panggil Susan seraya menghampirinya dengan wajah yang tak lagi tampak sendu seperti yang ia perlihatkan tadi di hadapan Agung. Bu Mirna hanya menoleh sekilas tanpa menyahut."Aku menang bu." Ucap Susan pelan di sertai dengan seringai licik. Bu Mirna hanya menghela nafas kasar, ia tak merasa kaget mendapati Susan bersikap seperti ini, karena dari dulu ia sudah bisa menebak bagaimana Susan sebenarnya, namun ia tak menyangka jika ternyata Susan akan bertindak hingga sejauh ini."Dasar wanita gila." Ucap Bu Mirna menahan emosi, jika saja ia tak sedang berada di luar rumah seperti ini sudah pasti ia akan menampar mulut beracun Susan sejak tadi."Aku gila karena mencintai anakmu bu, tapi aku tak bodoh seperti menantu ibu itu, upss maksudku manatan menantu." Susan tertawa cekikian setelah mengucapkan kalimat."Apa maksudmu? Kenapa pula kau menyebutnya mantan menantuku? Jangan kau fikir karena Agung membawam