Suatu hari ada saatnya kamu menyadari ,, Bahwa kamu telah menyia-nyiakan seseorang yang benar-benar mencintaimu. Hanya ketika dia sudah benar-benar pergi,,, Kau akan merasakan apa itu rasanya kehilangan,,,,🥀🥀🥀Tidak seperti biasanya, hari ini Dirga bangun lebih awal. Jika biasanya ia akan bangun Jam 7 lebih berbeda dengan hari ini ian sudah keluar dari kamarnya ketika jam dinding rumahnya masih menunjukkan setengah enam pagi. Itu ia lakukan karena ingin mulai membangun hubungan ayah dan anak dengan putri semata wayangnya, Arzena Ayu Kinara. Laki-laki itu mengerutkan keningnya ketika mendapati suasana rumahnya sepi. Sama sekali tidak terdengar suara baik dari dapur atau kamar Zena. Suasananya sangat sunyi tidak seperti biasanya. Setiap pagi dari dalam kamarnya ia masih bisa mendengar suara Serena dari dapur dan celotehan putrinya. "Kenapa sepi sekali? Ini masih terlalu pagi untuk berangkat sekolah," gumamnya sambil mengarahkan pandangannya ke setiap sudut rumahnya. Dengan langk
Selama tiga hari Zena harus menginap di rumah sakit selama itu juga Dirga tidak menghubungi atau sekedar mengirim pesan menanyakan keberadaan mereka. Serena sendiri juga tidak mau ambil pusing dengan suaminya itu. Sekarang Ia hanya fokus pada putri semata wayangnya. Sebelumnya Zena tidak pernah di rawat inap di rumah sakit sehingga membuat gadis kecil itu sedikit takut dan tidak mau lepas dari pelukan Serena. Bersyukurnya ada Nurida dan Al putranya yang setiap pulang sekolah datang untuk bercanda dengan Zena. Tidak ketinggalan Dewa yang setiap hari menyempatkan datang setiap jam makan siang untuk membawakan mainan untuk Zena. Sedangkan Gibran menemani adiknya itu bermalam di rumah sakit. Serena dan Nurida langsung berucap syukur ketika dokter memberitahu Zena sudah sembuh dan bisa pulang setelah menyelesaikan administrasinya. Serena merasa sangat lega dan berkali-kali berucap syukur. Ia segera mengirim pesan pada Kakaknya dan Dewa untuk mengabarkan jika Sore ini Zena sudah di izinkan
"Bagaimana keadaan Zena?" tanya Dirga. Serena menatap Dirga heran, apa dia tidak salah dengar Dirga menanyakan keadaan Zena? "Sudah lebih baik hanya tinggal pemulihan saja." jawab Serena datar. "Kenapa kamu tidak memberitahuku? Harusnya kamu menghubungiku jika Zena sakit," protes Dirga tidak terima karena Serena tidak memberitahunya dan malah menghubungi Dewa. "Untuk apa?" Serena bertanya balik. "Apa itu penting?" Dirga menyatukan kedua alisnya, "Maksud kamu?" tanyanya. "Untuk apa aku harus memberitahu kamu? Biasanya jika Zena sakit kamu juga tidak pernah peduli kan? Kamu hanya mengantarkan kami ke dokter setelah itu apa? Kamu menyerahkan semuanya padaku. Lalu untuk apa aku memberitahumu?" kata Serena mencibir suaminya itu. Dirga menatap tajam Serena, dia merasa tertampar dengan kata-kata Serena. Namun dia adalah Ayah kandung dari Zena jadi dia punya hak tahu keadaan putrinya. "Terlepas dari semua yang kamu katakan, aku adalah ayah kandung Zena. Harusnya kamu menghubungiku kare
Sudah satu minggu sejak kepulangan Zena dari rumah sakit. Selama itu juga Dirga dan Serena masih tak saling bicara. Dirga pulang jam 9 malam setelah Serena dan Zena tidur. Dan saat pagi Dirga akan keluar ketika istri dan anaknya itu berangkat. Dirga juga tidak lagi menaruh baju kotornya di keranjang khusus baju kotor di dekat mesin cuci. Ia membawa baju kotornya ke laundry dekat kantornya sekalian berangkat kerja. Serena berusaha untuk tetap tegar dan kuat meski hatinya sudah sangat hancur dan tak berbentuk lagi. Sekarang yang ia lakukan adalah berusaha menyakinkan dirinya jika memang perpisahan adalah keputusan yang terbaik maka dia harus siap dan yakin bahwa dirinya mampu menjaga dan merawat Zena seorang diri. Setelah mengamati sikap Dirga beberapa hari ini, Serena semakin yakin jika perceraianlah yang di inginkan oleh Dirga sama seperti keinginan keluarga suaminya itu. Bukan tanpa alasan Serena berpikir seperti itu melainkan karena tak sekali pun suaminya itu meminta maaf atas sem
"Aku akan keluar sebentar, bicaralah dengannya!" ucap Aira pada Serena lalu melangkah menuju pintu, "Aku akan membuatnya kembali padamu," sambungnya lirih sebelum sebelum menutup pintu ruang perawatan Kaisar. Di dalam kamar Serena hanya menatap lekat wajah pucat Kaisar. Hatinya terasa kalut dan gelisah. Ada rasa takut yang menyelimuti hatinya. Tanpa terasa air mata mulai membasahi wajah cantiknya itu. "Apa ini yang kamu mau?" Serena mengusap air matanya kasar, "Bangun dan jelaskan semuanya! Ini sudah dua bulan dan kamu hanya tertidur. Aku sudah lelah jadi bangunlah! Jelaskan apa yang di katakan Aira itu tidak benar!" ucapnya dengan nada kesal karena teringat bagaimana Kaisar mempermainkan dan menipu perasaannya dulu. "Kamu tidak pernah mencintaiku. Semua janji dan kata-kata cinta yang kamu ucapkan adalah bohong!" Serena menatap tajam pada pria yang terbaring tak berdaya di hadapannya itu. "Dulu kamu hanya mempermainkan aku. Kamu membodohiku dengan berpura-pura mencintaiku selama em
Sampai pagi Serena tidak mau keluar kamar. Dia tidak menghiraukan panggilan Dirga yang memintanya keluar. Setelah sholat shubuh Serena segera mengirim pesan pada guru sekolah Zena untuk mengabarkan jika hari ini Zena tidak masuk sekolah. Tidak lupa dia juga mengirim pesan pada Aira jika hari ini ia juga tidak bisa datang dan berjanji akan datang esok harinya. Dia sudah memasukkan beberapa baju Zena dan bajunya ke dalam koper. Juga semua buku sekolah Zena ke dalam tas sekolah milik putrinya itu. Kali ini hatinya sudah benar-benar yakin untuk melepaskan Dirga. Setelah melihat sikap Zena tadi malam membuatnya yakin jika semua pengorbanannya sia-sia. "Zena, bangun sayang! Ayo mandi!" Serena seger membawa putrinya itu ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Setelah selesai, Serena memakaikan baju biasa yang membuat gadis kecil itu terlihat bingung. "Zena gak pakai seragam sekolah Ma? Memang ini hari apa?" tanyanya polos. "Hari ini kita mau jalan-jalan," jawab Serena sembari memakaikan c
"Tunggu!" Dirga mengeratkan genggamannya pada pegangan koper. "Baik, aku setuju. Aku akan membuat surat perjanjian seperti yang kamu inginkan." Dirga tak punya pilihan selain menuruti keinginan Serena. "Hubungi aku jika suratnya sudah siap!" ucap Serena lalu menarik paksa kopernya. "Lepas!" sentaknya karena Dirga tetap menolak melepaskan koper milik Serena yang ia pegang. "Aku akan membuatnya sekarang. Tunggulah sebentar!" pintanya setelah ikut berdiri. "Baik." Serena melepaskan kopernya lalu kembali duduk di sofa yang tadi ia duduki. Setelah menarik nafas panjang Dirga berjalan memasuki kamarnya untuk membuat surat perjanjian seperti yang didinginkan istrinya itu. Sekitar 15 menit, Dirga keluar kembali dengan membawa dua lembar kertas yang sudah di tempel materai. Dirga meletakkannya di meja beserta sebuah pulpen. Serena mengerutkan dahinya melihat ada dua kertas perjanjian yang di tunjukkan Dirga. "Ini perjanjian yang kamu inginkan silahkan kamu baca!" Dirga mengangsurkan satu
Dirga mengajak anak dan isterinya makan siang di restoran siap saji karena setahu Dirga putrinya itu sangat menyukai ayam goreng. Dirga menyuruh Serena memesan makanan menggunakan kartu ATM miliknya tapi Serena menolak dengan alasan dia sudah tidak ingat dengan pinnya. Dari pada ribut di tempat umum, akhirnya Dirga memilih untuk diam dan memasukkan kembali ATMnya ke dalam dompetnya. "Di habiskan ayamnya ya,!" suruh Serena pada Zena yang duduk di samping. "Siap Mama," jawab Zena patuh. Dirga memandang sendu pada dua wanita beda usia yang telah menemaninya selama delapan tahun ini. Tanpa sadar Dirga tersenyum melihat putrinya yang pendiam bercerita tentang sekolahnya pada Serena sambil sesekali tersenyum. Baru kali ini Dirga benar-benar melihat putrinya tertawa dengan lepas dan ceria. Ternyata Zena bisa begitu cerewet jika bersama Serena, hal yang tidak pernah di perhatikannya selama ini. Tanpa sadar Dirga tersenyum ketika melihat Zena dan Serena tertawa. Hal itu sudah lama sekali