Home / Rumah Tangga / Saat Istri Mantan Menghubungiku / Bab 4 Berusaha untuk tetap bahagia.

Share

Bab 4 Berusaha untuk tetap bahagia.

Author: iva dinata
last update Last Updated: 2022-06-29 12:05:54

Pov Serena.

Ternyata Mas Dirga memilih untuk pulang besok dan menambah satu hari libur kerjanya. Ada sedikit rasa kecewa di hatiku terhadap Mas Dirga. Aku kira dia akan langsung pulang menyusul kami. Ternyata aku salah, mungkin dia dan keluarganya lebih bahagia ketika tidak ada aku di sana. Untuk yang kesekian kalinya aku kecewa dengan sikap dan tindakannya.

Kemarin malam Mas Dirga sempat mengirim pesan memberitahu bahwa dia akan langsung berangkat ke kantor tanpa mampir ke rumah terlebih dahulu. Aku hanya membacanya saja tanpa berniat membalas pesannya. Aku sudah tidak lagi peduli dengan apa yang dipikirkan oleh Mas Dirga.

"Ma, Papa gak pulang?" tanya Zena ketika kami duduk di meja makan.

"Tidak sekarang tapi besok Papa pulangnya," jawabku sembari mengelus kepalanya, "Mungkin Papa masih kangen sama Kakung dan Uti. Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan aja ke taman? Nanti kita beli eskrim," ajak ku agar tidak membuatnya sedih.

Terlihat wajah Zena berubah sedih, "Kenapa? Sudah kangen Papa?" tanyaku menatap putri kecilku yang hanya menunduk.

Zena mengangkat wajahnya lalu menggeleng, "Kenapa sih Ma, Papa gak pernah belain Zena kalau Zena di rumah Kung?" tanyanya lalu mengacak-acak makanannya.

"Zena, kalau makan tidak boleh seperti itu." Aku menegurnya pelan "Makan nya yang baik ya, Zena kan anak baik. Cantik lagi," pujiku yang membuat putri semata wayang ku itu langsung tersenyum sambil menatapku malu.

"Maaf Ma!" jawabnya dengan malu-malu.

"Iya, tapi gak boleh di ulangi lagi!" pesannku mengetukkan jari telunjukku ke dahinya.

"Siap Mama sayangku," jawabnya sambil nyengir lalu menyuapkan satu sendok nasi goreng ke mulutnya.

"Cepat di habiskan makanannya setelah itu kita pergi ke taman kota," ujar ku yang membuat Zena bersorak gembira.

Aku menghela nafas sepenuh dada, rasanya sedikit lega. Setidaknya aku bisa mengalihkan perhatian Zena dan tidak perlu menjawab pertanyaannya. Karena aku sendiri juga tidak tahu mengapa Mas Dirga tidak pernah membela kami ketika keluarganya menyakiti perasaan anak dan istrinya.

Namun dari semua yang terjadi di hidupku, aku sangat bersyukur memiliki Zena yang sangat pengertian dan mudah untuk membuatnya mengerti dengan situasi dan kondisi kami.

Meskipun begitu aku tahu jika Zena merasa kecewa terhadap Mas Dirga. Bukan hanya Zena, aku sendiri juga sudah sangat kecewa dan menyerah terhadap Mas Dirga. Dia tidak pernah peduli dengan perasaanku juga sangat cuek terhadap Zena padahal Zena adalah darah dagingnya sendiri. Mungkin sudah waktunya untuk aku mulai untuk menerima kenyataan dan berdamai dengan kekecewaanku.

🥀🥀🥀

Sampai jam tujuh malam Mas Dirga belum juga pulang. Dia tidak mengirim pesan atau menelfon. Pesan terakhir yang dia kirim adalah kemarin sore saat memberi tahu jika dia langsung ke kantor setelah dari rumah Ibunya.

Aku sengaja tidak masak apa apa hari ini. Aku berencana akan menyerahkan ATM pemberian nya jika dia marah. Malam ini aku sengaja tidur di kamar Zena setelah memastikan rumah terkunci dengan aman aku segera menyusun Zena di kamarnya.

Mas Dirga memegang kunci sendiri jadi aku tidak perlu repot untuk membukakan pintu. Seperti yang selalu dia katakan dulu, 'Kamu tidak perlu repot-repot membukakan pintu, aku bawa kunci sendiri.' ujarnya saat itu.

Aku juga tidak pernah lagi mengirim pesan bertanya 'Kenapa belum pulang?' seperti permintaannya, 'Tidak perlu lebay bertanya kapan aku pulang? Jika sudah waktunya pulang pasti akan pulang' Kalimatnya masih jelas terpatri di ingatanku. Dan sekarang aku melakukan seperti permintaannya.

Sekitar jam 8 malam terdengar suara mobil memasuki teras rumah setelah sebelumnya terdengar pintu gerbang dibuka. Rumah kami tidak terlalu besar. Rumah tipe 38 dengan 2 kamar, terasnya cukup luas untuk taman kecil dan parkir mobil. Bagian belakang ada sisa tanah yang aku buat taman dan tempat menjemur pakaian.

Terdengar suara langkah Mas Dirga sepertinya menuju ke dapur. Mungkin untuk mengambil minum. Aku tidak yakin dia akan membuka pintu kamar Zena, untuk melihat kami.

Brakkkk....

Dan benar saja terdengar pintu kamar di tutup. Mas Dirga memasuki kamarnya. Aku menghela nafas lalu menutup mataku menyusul Zena yang sudah terlelap dalam dekapan mimpi.

🥀🥀🥀

Paginya, seperti biasa aku menyiapkan sarapan pagi. Aku sama sekali tidak menyentuh sekotak martabak telor yang tergeletak di meja makan. Membukanya pun tidak. Aku yakin itu martabak yang Mas Dirga beli semalam.

Tidak seperti biasanya jika Mas Dirga membawa pulang martabak, aku akan menghangatkannya untuk dimakan saat sarapan. Namun kali ini aku sama sekali tidak berniat menyentuhnya, martabaknya tetap pada posisi awal tanpa sedikitpun bergeser.

Setelah selesai menyiapkan sarapan aku berjalan masuk ke kamarku dan Mas Dirga untuk mengambil pakaian. Aku lihat dia sudah bangun duduk bersandar di sandaran ranjang sambil memeriksa ponselnya. Aku hanya meliriknya tanpa berniat bertanya ataupun menyapa. Aku langsung menuju almari untuk mengambil pakaian lalu menuju meja rias, mengambil peralatan make up ku. Setelahnya aku bergegas keluar, memasuki kamar Zena.

Sekitar 15 menit aku dan Zena sudah siap. Kami keluar kamar menuju meja makan. Aku mendudukkan Zena di kursi meja makan lalu mengambilkan nya nasi goreng dengan telur ceplok kesukaannya.

"Ayo di makan. Sudah jam 6," perintahku yang langsung mendapat anggukan dari Zena.

Aku juga memakan sarapanku, hari ini aku sudah berencana untuk menemui Mas Gibran untuk meminta pekerjaan di kafe miliknya. Sampai kami selesai sarapan, aku tidak melihat Mas Dirga keluar dari kamarnya. Bahkan untuk menyapa Zena saja tidak dia lakukan. Mungkin dia sama sekali tidak merindukan putrinya ini.

Ah,, aku lupa, dari dulu juga seperti itu. Jika aku tidak memintanya untuk berbicara dengan Zena, maka Mas Dirga tidak akan menyapa Zena karena inisiatifnya sendiri.

Tanpa sadar aku menghela nafas panjang. "Ayo berangkat sekarang," ajak ku sambil menggandeng tangan Zena.

"Ma, Papa belum pulang? Yang beli Martabak di meja tadi siapa?" tanya Zena saat kamu berjalan melewati ruang tamu.

"Sudah. Papa masih tidur, capek." Aku membuka pintu rumah, "Itu mobil Papa," Aku menunjuk pada mobil yang berada di teras rumah.

Aku membuka gerbang rumah dan mengeluarkan motor matic milikku, "Ayo Zena. Kita harus berangkat sekolah! Nanti telat," ucapku setelah menyalakan mesin motor.

"Siap Mama," sahut Zena dengan ekspresi gemas.

Aku segera menjalankan motorku setelah Zena naik di depanku. Aku menjalankan motorku dengan kecepatan sedang karena kami tidak lagi di buru waktu. Sepanjang perjalanan aku mengajak Zena bernyanyi supaya dia tidak bertanya tentang Papanya yang tidak menemuinya sejak pulang dari rumah orang tuanya.

Sejak dulu Mas Dirga memang sangat cuek kepada kami. Setiap pulang ke rumah dia akan sibuk dengan ponsel dan pekerjaannya yang di bawanya pulang. Pekerjaan adalah hal paling penting baginya setelah orang tuanya tentunya. Jika untukku dan Zena dia tidak akan meninggalkan pekerjaannya namun berbeda jika untuk orang tuanya, dengan senang hati Mas Dirga akan meninggalkan pekerjaannya.

🥀🥀🥀

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 125 Tamat.

    "Sah" pekik sang penghulu yang langsung di sambut riuh para saksi. "Sah," Suara para saksi terdengar kompak disusul. lantunan do'a dari sang penghulu dan segera diaminkan oleh seluruh yang hadir di ruangan itu. "Alhamdulillah,," Suara lirih Rahma penuh syukur. "Iya Alhamdulillah ya Bun. Akhirnya Mas, Gibran menikah juga," sahut Serena sambil mengelus punggung wanita paruh baya itu. Rahma hanya menghela nafas dengan pandangan yang sendu kearah sepasang pengantin yang nampak bahagia dengan senyum sumringah di wajah keduanya. "Bunda, senyum dong. Pengantinnya mau minta do'a restu," ujar Serena saat Gibran dan Nurida mendekati sang Bunda untuk sungkem. Hari ini adalah pernikahan Gibran dan Nurida. Setelah satu tahun meminta berjuang akhirnya hari ini mereka bisa melangsungkan akad nikah dengan restu dari Rahma. Ya, awalnya Rahma menolak memberi restu Gibran menikahi sahabat Serena itu. Rahma menginginkan menantu yang statusnya sama dengan Gibran. Bukan seorang janda dengan satu ana

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 124 Sebenarnya Siapa Serena itu.

    "Ru rujuk? maksudnya?" tanya Serena menoleh pada Dirga. "Beberapa bulan yang lalu Anita mengajukan gugatan cerai pada Andika." Dirga menjawab pertanyaan Serena lalu mengalihkan pandangannya pada Hendrawan. "Bukannya perceraian mereka sudah di putuskan pengadilan?" "Iya tapi belum mengikrarkan talak. Selama perpisahan mereka Andika belum pernah mengucap talak." penjelasan Hendrawan mendapat anggukan mengerti dari Dirga. Serena hanya diam tanpa berniat berkomentar. Ia masih tidak percaya mendengar berita perceraian adik iparnya itu. Apalagi selama ini Hendra dan Mirna selalu membanggakan rumah tangga putri bungsunya itu sangat harmonis. "Rena, kenapa tamunya tidak di ajak masuk?" Rahma ikut keluar menyambut besannya itu. Dengan senyum ramah ibu Serena mengulurkan tangannya menyalami kedua orang tua menantunya itu. "Ayo silahkan masuk!" ajak Rahma menggiring besannya itu untuk masuk ke sisi lain ruang tamu yang memang di peruntukkan untuk menjamu tamu yang datang. "Maaf duduknya di

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 123 Acara tasyakuran rumah baru.

    Sudah dari kemarin Dirga dan Serena menempati rumah baru mereka. Tak ketinggalan Rahma dan Gibran juga keluarga kecil Indira ikut menginap sejak semalam. sudan dari selesai sholat shubuh Rahma sibuk mengatur persiapan acara ulang tahun sekaligus tasyakuran rumah baru putri bungsunya. Di bantu dua orang asisten rumah tangga ia sibuk di dapur. Rencananya pada jam 9 pagi akan diadakan pengajian bersama dengan mengundang para tetangga juga saudara dan teman-teman Dirga. Untuk ulang tahun Zena akan diadakan setelah dhuhur. Bukan hanya Rahma, Indira pun begitu. Kakak kedua Serena itu juga sibuk mengatur tempat dan bingkisan untuk para undangan. "Inah, kamu taruh semua bingkisan itu di depan. Di bawah tenda ya!" perintahnya pada seorang asisten rumah tangga yang baru di pekerjakan oleh Dirga sejak dua hari yang lalu. "Periksa juga bingkisan untuk undangan ulang tahun Zena! Jumlahnya kurang atau tidak?" sambungnya lalu berjalan menuju dapur. "Rena, cateringnya datang jam berapa? Acaranya

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 122 Rahma yang sudah tidak menahan diri lagi.

    "Siapa yang akan mengacaukan? Dirga bisa sesukses ini juga karena kita. Enak sekali keluarga Serena, tidak merasakan susahnya sekarang ikut menikmati hasil kesuksesan Dirga," gerutu Hendrawan. "Minta alamatnya. Minggu depan kita berangkat ke sana," "Apa Ayah Tidak malu bicara seperti itu?" Mirna menatap tajam suaminya. "Sudah lupa apa yang Ayah lakukan pada Dirga?" Pertanyaan Mirna sontak menyulut emosi di dada Hendrawan. Dengan rahang yang mengeras pria paruh baya itu membalas tatapan Mirna tak kalah tajam. Namun kali ini Mirna tidak takut apalagi segan. Ia sudah sangat jengah dengan dengan sikap dan perangai suaminya itu. "Aku pikir beberapa bulan ini kamu sudah berubah, tapi nyatanya aku salah. Kamu tetap egois dan tidak mau mengakui salah." "Apa maksudmu?" sentak Hendrawan emosi. "Apa perlu aku mengulangi perkataan Dirga dua tahun lalu? Apa perlu aku mengulik kesalahan suamiku yang tidak pernah mau kamu akui?" Mirna menarik nafas panjang untuk sedikit mengurangi rasa kesalnya

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 121 Kejutan untuk Zena.

    Sekitar pukul setengah tujuh malam, mobil dirga memasuki pelataran rumah besar mertuanya. Serena membuka pintu rumah bersamaan dengan Dirga yang keluar dari mobilnya dengan membawa banyak bawaan di kedua tangannya. "Biar kubantu Mas," ujar Serena segera mendekat dan mengambil satu kotak besar dari tangan kanan Dirga. "Hati-hati itu kue ulang tahun untuk Zena," sahut Dirga sedikit khawatir. "Iya," jawab Serena tersenyum lalu berjalan masuk lebih dulu. "Dimana Zena?" tanya Dirga berjalan dibelakang Serena. "Zena lagi di kamar Bunda bersama Rendy dan Raka." Serena segera meletakkan kuenya di sisi meja makan. "Malam Ga," sapa Indira yang berjalan keluar dari dapur dengan segelas air putih di tangannya. "Malam juga Mbak. Mana Mas Abimana?" sahut Dirga bertanya bersikap ramah."Tu," indira menunjuk ke arah ruang tengah. Dua orang pria duduk sambil berbincang. "Halo Ga," Abimana mengangkat tangannya menyapa yang di jawab anggukan oleh Dirga. Merasa sungkan Dirga hendak berjalan untuk

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 120 Bahagia setelah badai.

    Setelah sholat shubuh Dirga mendatangi ibu mertuanya untuk memberia tahu jika nanti malam dia akan membuat kejutan ulang tahun untuk putrinya. Dirga meminta Rahma untuk memberi tahu Indira dan Gibran untuk ikut datang. Sebenarnya Dirga ingin mengadakan pesta ulang tahun putrinya itu di rumah baru mereka namun dikarenakan rumah baru mereka belum siap untuk ditempati akhirnya Serena menyarankan untuk memberikan kejutan kecil dan nanti setelah rumah mereka sudah siap akan membuat pesta ulang tahun Zena bersamaan dengan tasyakuran rumah baru mereka. Setelah semua anaknya dan menantunya berangkat Rahma segera menelpon putri ke duanya untuk memintanya datang malam ini seperti permintaan menantu sulungnya. "Tentu saja kami akan datang Bun. Tanpa Bunda telfon aku dan anak-anak sudah berniat ke rumah Bunda sepulang sekolah nanti dan Mas Aby akan menyusul sepulang kerja. Kami tidak akan lupa dengan ulang tahun princess Zena," jawab Indira saat Rahma memintanya datang. Mendengar jawaban putr

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 119 Papa hanya punya Zena.

    "Kamu percaya sama aku kan? Aku bersumpah aku hanya menganggapnya teman. Kami bertemu hanya untuk berbincang dan bertukar pikiran saja." Kembali ia berusaha menyakinkan istrinya itu. Ia tahu jika kediaman Serena karena masih ada kerguan di hati istrinya itu. "Kenapa dulu kamu tidak ingin berbincang dan bertukar pikiran denganku?" tanya Serena yang membuat Dirga terdiam lalu perlahan menegakkan kembali punggungnya. "Apa karena aku tidak enak diajak bicara?" "Karena aku bodoh. Aku tidak tahu caranya berbicara denganmu sehingga kita selalu berakhir dengan bertengkar," jawab Dirga dengan ekspresi khawatir.Dirga sangat menyesal mengapa harus membahas Meysa. Mungkin seharusnya ia tidak membahas sahabat lamanya itu. Ia benar-benar tidak ingin hubungannya dengan Serena kembali merenggang hanya karena seseorang yang sama sekali tidak penting bagi Dirga. "Hemm," Serena menganggukkan kepalanya lalu tersenyum. "Pergilah mandi! Lalu keluar untuk makan malam." Kembali Dirga menghela nafas, mes

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 118 Mengulik mada lalu.

    Beberapa hari ini Dirga harus pulang terlambat karena harus menyelesaikan persiapan launching produk baru perusahaanya. Jika seminggu kemarin ia sampai rumah pada pukul 10 malam, namun hari ini ia bisa pulang lebih awal. Sekitar pukul delapan malam Dirga sudah sampai di rumah. Serena segera menyambut Dirga begitu mendengar suara mobil suaminya itu memasuki pelataran rumah. Saat Dirga hendak masuk kamar nampak putrinya sedang belajar di ruang tengah. Zena terlihat sangat serius dengan buku-buku di depannya. Gadis kecil itu duduk di atas karpet dengan meja kecil yang menjadi tumpuannya. Zena sama sekali tidak menyadari kepulangan ayahnya. "Mandi dan ganti baju dulu, setelah itu baru menyapanya," ujar Serena setelah menepuk pundak Dirga yang berdiri di depan pintu kamar sembari memandang putri mereka yang sedang serius belajar. "Besok dia ada lomba matematika. Dia agak minder karena ini di Jakarta makanya ia sangat serius belajar," tambahnya bercerita. Dirga menoleh sambil mengerutkan

  • Saat Istri Mantan Menghubungiku   Bab 117 Dari hati ke hati.

    Serena menggeliat ketika tidurnya merasa terganggu sesuatu yang keras menempel erat di perutnya yang ramping. Satu tangannya meraba pada benda yang terasa keras dan berotot. Seketika matanya terbuka lebar saat ia sadar benda yang melingkar di perutnya adalah sebuah tangan kekar entah milik siapa? Serena mengangkat kepalanya dan menoleh ke belakang. "Astaga.," pekiknya tertahan. Dirga memeluknya dari belakang. "Bikin kaget saja, kamu kenapa tidur di sini?" Serena memukul lengan kekar yang memeluknya itu. Masih dalam keadaan setengah sadar Dirga membuka matanya, "Apa Rena? aku ngantuk besok aja bicaranya," keluh Dirga dengan suara serak dan mata menyipit. "Kamu itu ngapain tidur disini?" tanya Serena. Meski sudah beberapa hari ini Dirga tinggal serumah dengannya tapi Serena belum mengizinkan Dirga untuk tidur satu ranjang dengan dirinya. Jika Dirga tidur dengan Zena maka Serena akan memilih tidur di kamar Bundanya. Serena beranjak bangun dari tidurnya. Dengan posisi duduk ia menatap

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status