Beranda / Thriller / Sabtu Malam Lisa / Chapter 4: 03.23 p.m.

Share

Chapter 4: 03.23 p.m.

Penulis: Soma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-18 18:20:20

03.23 p.m. (Pukul 15.23)

KRIS

Pemuda itu mengayun langkahnya lebih cepat. Ia ingin segera menjauhi tamunya, seorang kurator benda-benda seni dan antik—lebih tepatnya, asisten. Ia tak menyukai kehadiran gadis itu. Kehadiran gadis itu di sini berarti bahwa majikannya benar-benar berniat akan menghapus sebagian besar kenangan di vila ini. Bahkan, mungkin seluruhnya. 

Kris marah pada gadis itu. Marah pada majikannya. Marah pada dirinya sendiri, yang tak mampu berbuat apa-apa meski ia telah melayani keluarga ini sejak belia. 

Kris ingin memaki dirinya sendiri, tapi itu sudah ia lakukan setiap hari sejak suatu hari beberapa tahun yang lalu. Memaki dirinya lagi hari ini tak akan memberi perbedaan berarti. Ia ingin menggugat majikannya, tapi ketika ia melihat tatapan sendu majikannya itu, ia lebih ingin untuk memaki diri sendiri lagi. Jadi, ketika siang itu si gadis asisten muncul di muka gerbang Vila Di Pegunungan, ia merasa telah menemukan pelampiasan kekesalannya.

Kris memang tak memaki gadis itu, tapi bersikap dingin nan tak acuh membuatnya cukup puas. Ia harap sudah membuat gadis itu merasa jengah dan kesal sebesar-besarnya. Ia harap gadis itu tak betah. Tadinya ia bahkan berharap kendaraan apapun yang ditumpangi gadis itu ke Pegunungan oleng di tengah perjalanan, tapi kenyataannya, gadis itu tetap muncul. Masih setengah berharap, pemuda itu membayangkan ini semua hanyalah mimpi, tapi kenyataanya, ia sekarang sedang menyiapkan meja makan untuk menjamu gadis itu. Di atas meja itu, bayangnya, majikannya dan gadis itu nanti akan berunding soal pelelangan, menjual habis segala kenangan yang ada di Vila Di Pegunungan.

Tangannya tetap bekerja meski isi kepalanya berkhayal ke mana-mana. Meja makan sudah tertutup linen warna merah darah yang cantik. Di atas meja, tiga buah piring bersisian dengan sendok, garpu dan pisau makan yang tersusun rapi. Seluruhnya telah ia poles hingga mengilat. Sehelai celemek terlipat rapi di sisi setiap piring. Dua pasang botol garam dan merica berdiri berdampingan, dengan setiap pasang diletakkan agak di pinggir meja. Di tengah-tengah meja, sebuah kandelabra bercabang tiga tegak, memanggul tiga batang lilin dengan sumbu yang masih dingin.

Ia beranjak ke sudut ruang. Dihampirinya sebuah gramofon yang juga sudah ia poles hingga mengilat. Ia pilah beberapa piringan hitam lalu menyisihkan lainnya ke dalam lemari yang bertengger di sebelahnya. Berikutnya, ia berkeliling ruang, memeriksa segala perabotan berada pada tempatnya dan tentu saja tak dihinggapi debu.

Kesalnya masih belum hilang, tapi Kris tak bisa membiarkan vila itu terkena imbas, betapapun besarnya kekesalan itu. Ia melakukan pelayanan ini bukan demi tamunya, majikannya atau bahkan dirinya sendiri. Ia melakukan ini demi semua kenangan yang di vila ini, kenangan-kenangan yang sebentar lagi akan habis dilelang, dicumbui orang-orang asing yang pastinya tak mengetahui betapa berharganya semua benda itu.

Persiapan selesai. Ia meninggalkan ruang makan lewat pintu lain yang langsung terhubung dengan dapur. Ia membuka setengah pintu, hanya untuk mengintip dan menyapa seorang pembantu perempuan yang sedang sibuk mengaduk panci berisi kuah mendidih, lalu bertanya, “Apakah sudah siap?”

“Sebentar lagi,” balas pembantu perempuan itu tanpa menoleh. “Kau boleh panggil mereka.”

Ia berbalik ke ruang makan. Membuka pintu yang lain lagi, yang menembus ke ruang keluarga. Ia menyeberangi ruang, menuju tangga ke lantai dua. Benaknya masih kacau. Hatinya masih penuh kesal. Menjadi-jadi. Dan sebelum ia naik ke lantai dua, diliriknya sekilas tangga yang menuju ke ruang bawah yang berada tepat di bawah tangga ke lantai dua. Ruang bawah itu terhubung pada gudang, sebuah ruangan di Vila Di Pegunungan yang paling banyak menampung kenangan—semua barang di vila ini hampir semuanya bermuara ke situ. Kesalnya bertambah manakala sebuah bayangan melintas di benaknya. Bayangan bahwa gudang itu akan dibongkar oleh orang asing, sementara majikannya memang menginginkan hal itu terjadi dan dirinya sendiri tak bisa berbuat apa-apa.

Kris menarik napas dalam dan menghembusnya dengan panjang, kemudian menapaki anak tangga ke lantai dua. Sampai di koridor atas, ia melewati beberapa kamar, lalu berhenti di sebuah pintu. Diketuknya pintu itu tiga kali, lalu menunggu sesaat. Penghuni kamar itu balas mengetuk dari dalam. Dua kali. Penghuni kamar itu tak lagi banyak bicara dan lebih sering mengurung diri setelah suatu hari beberapa tahun yang lalu—satu alasan lain Kris memaki dirinya lagi dan lagi. Ia berbalik begitu saja, menuju ruang bersantai tempat majikannya dan gadis asisten mungkin sedang berunding soal pelelangan, menjual habis segala kenangan yang ada di Vila Di Pegunungan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sabtu Malam Lisa   Chapter 38: Eureka! (END)

    Minggu 9 November 2014 03.23 p.m. (pukul 15.23) LISA “Hantu?” Lisa bertanya. Pak Karman tidak menjawab. Dia menggeleng. “Pak Dokter,” Bu Zaitun, entah sejak kapan, sudah berdiri di belakang Pak Karman. “Tolong sampaikan seluruh ceritanya.” Pak Karman masih diam. Lisa semakin bingung. “Ada apa ini?” “Nak, orang yang melihat hantu bernama Bram ini bukan cuma kamu,” kata Bu Zaitun.

  • Sabtu Malam Lisa   Chapter 37: Sebelum Bemimpi

    Sabtu, 8 November 2014 11.47 a.m. (pukul 11.47) LISA Lisa sudah menunggu belasan menit di sebuah perempatan padat kendaraan yang baru pertama kali dikunjunginya. Jangankan tempat itu, menginjak wilayah Kabupaten Bandung pun adalah yang pertama kali. Ia berkali-kali melirik layar ponsel yang sudah nyaris habis dayanya, menunggu balasan pesan dari Bu Zaitun yang seharusnya sudah sampai beberapa jam yang lalu saat ia masih dalam perjalanan. Saat kakinya mulai terasa pegal, Lisa menemukan sosok Bu Zaitun di antara keramaian sedang menempelkan ponsel ke telinga. “Bu!” Teriak Lisa sambil setengah berlari ke arah yang dipanggil. “Astaga!” Kata Bu Zaitun, “Sulit sekali kamu dihubungi!” “Lah? Saya selalu pegang ponsel, tapi tidak ada panggilan yang masuk.” Lisa melirik ponselnya. Dari layar itu, ia akhirnya tahu kalau ia tidak dapat sinyal. “Untun

  • Sabtu Malam Lisa   Chapter 36: Bangun dari Tidur

    Minggu, 9 November 2014 03.13 p.m. (pukul 15.13) LISA Kelopak matanya seperti dibuka dengan paksa, membuat cahaya lampu langsung menyorot ke bola matanya. Lisa terpejam dan dengan segera nyeri di bola-bola matanya menjalar ke seluruh tempurung kepala, lalu berdenyut di satu titik di pelipisnya. Ia meraba titik itu dan mendapati tumpukan perban di sana. Tubuhnya kuyup oleh keringat seakan telah lama mendekam dalam sauna. Ia tidak kepanasan. Ia justru kedinginan. “Di mana?” Bisiknya pada diri sendiri. Lisa menyebar pandangannya. Hal pertama yang ia cari adalah kacamatanya. Ia meraba ke atas meja berlaci di ranjang dan menemukan benda yang dicarinya. Lisa mengedarkan pandangannya lagi, kali ini dengan penglihatan yang lebih jelas. Ia tahu ruangan ini, tapi entahlah. Ingatannya seperti uap air yang mengepul, terus mendesak tapi tak bisa dipegang wujud pastinya. “Lisa!!” Seorang per

  • Sabtu Malam Lisa   Chapter 35: Harapan seorang Ibu

    Sabtu, 8 November, suatu tahun05.33 a.m. (pukul 05.33)KATEMIKatemi mengintip dari balik pintu, berhati-hati kalau-kalau Kris sudah terjaga. Setelah yakin kalau pemuda itu lelap, ia beringsut ke tepi ranjang. Dipandanginya wajah pemuda itu dengan seksama. Ia tersenyum. Lalu berbisik.“Dosaku padamu terlalu besar. Aku akan jadi bahan bakar neraka. Tapi sebelum itu, bolehkah aku minta satu hal darimu?”Kris mendengkur.“Panggil aku’Ibu’,” bisik Katemi lagi, “Sekali saja...”Kris memalingkan tubuhnya. Mendengkur lagi.Katemi tersenyum. Ia beranjak dengan wajah menggeleng pelan. Itu pertama dan terakhir kali ia mengatakan sesuatu seperti itu. Anaknya sudah penuh luka. Satu-satunya yang membuat pemuda itu bertahan hidup adalah ketidaktahuan.Bukanka

  • Sabtu Malam Lisa   Chapter 34: 00.00 a.m.

    00.00 a.m. (pukul 24.00) ???? Aku adalah tanah ini. Aku adalah bangunan ini. Aku adalah atap dan lantainya. Aku adalah tembok dan jendela serta pintunya. Aku adalah setiap ruang dan sudutnya. Aku adalah setiap sorot lampu dan bayangannya. Aku adalah Vila di Pegunungan. Meski sebenarnya, tak tepat juga memanggilku begitu.Mulanya, aku hanyalah tanah lapang di sebuah bukit. Kiri dan kananku terhampar kebun teh nan luas. Di belakangku, jalan menaik ke puncak bukit. Di depanku, tanah landai yang seringkali dilewati manusia. Dahulu sekelilingku hanya pepohonan dan batu-batu. Tepatnya kapan mereka berubah, aku sudah lupa. Pastinya, perubahan ini adalah karena campur tangan manusia. Mulanya, aku hanyalah tanah lapang di sebuah bukit. Lalu, suatu hari, sepasang manusia berkulit pucat datang kepadaku. Si perempuan begitu elok, anggun dan menyenangkan. Si lelaki, meski juga elok dan gagah, memiliki raut muka yang membosankan. Jangan tanya aku tahu dari mana, aku hanya tahu. Kedua manusia it

  • Sabtu Malam Lisa   Chapter 33: 10.43 p.m. & 11.11 p.m.

    10.43 p.m. (pukul 22.43) BRAM Bram terjaga dengan mata terbelalak. Matanya sakit karena langung menatap cahaya lampu. Ia terjaga sedemikian rupa akibat mimpinya. Dalam mimpi itu, ia seperti mengulang kembali bertahun-tahun pengalamannya. Sangat jelas mimpi itu, dan amat rinci; sampai-sampai dadanya berdebar karena ngeri. Bahkan, kancutnya juga sampai basah karena adegan percintaan dalam mimpinya terasa nyata. Terdengar suara gaduh dari lantai dua. Lantai vila yang tersusun dari kayu-kayu saling menyambung sehingga derit-deritnya dapat mengalir begitu saja ke langit-langit ruang santai. Ia menduga itu suara tikus awalnya, tapi segera berubah pikiran karena tentu saja tak mungkin tikus-tikus membuat kegaduhan semacam itu kecuali mereka sebesar babi hutan dan sedang bergulat di atas sana. Sesaat kemudian, suara gaduh lain terdengar dari arah ruang makan. Suaranya tidak lebih berisik dari kegaduhan di lantai dua

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status