Share

Chapter 5: 03.51 p.m.

03.51 p.m. (Pukul 15.51)

LISA

Kris menggeser mundur kursi di ujung meja makan berbentuk persegi panjang. Kemudian dua lagi di ujung lain untuk Tuan Bram dan gadis berbalut klederdracht.

“Silahkan, “ sahut Tuan Bram.

Lisa canggung, sebab gadis berbusana klederdracht itu terus memandanginya. Tuan Bram juga langsung duduk tanpa perkenalan paling sederhana sekalipun. Gadis berbusana klederdracht sudah duduk manis, matanya masih mengawas ke wajah Lisa. Sementara Kris masih tetap bermuka datar dan bersikap dingin, berdiri dengan sebelah tangan menyiku di depan perut. Udara rasanya beku, tapi dinginnya tak begitu menyengat dibandingkan dengan sikap dingin orang-orang dalam ruang makan itu. Hanya Tuan Bram yang sedikit-sedikit tersenyum, tapi lama kelamaan Lisa justru semakin merasa gelisah.  

“Ini Anne.” Kata Tuan Bram. Akhirnya.

“Anak Anda?” Sambung Lisa, sudut bibirnya berkedut. Sungkan. “Sepertinya pernah lihat...”

“Jangan ganggu aku!” Potong gadis bernama Anne. Matanya menyalang tajam, seakan-akan ada semburat yang langsung menusuk ke dalam otak Lisa. Gerak-gerik gadis itu seperti anak kecil yang kesumat karena permennya diambil paksa.

“Anne, ini Tante Lisa.” Tuan Bram membelai rambut Anne.

Lisa tersenyum ramah, tapi Anne membuang muka. Gadis itu mengantukkan ujung sepatunya ke kaki meja. Berkali-kali. Tuan Bram diam saja. Kris juga.

Dalam hatinya, Lisa jengkel. Ia tak begitu menyukai anak-anak, terlebih yang seperti ini. Tidak. Dari ukuran tubuhnya, Anne jelas bukan anak-anak lagi. Itu semakin membuat Lisa jengkel. Ia ingin menarik cuping telinga Anne atau mencubit bibirnya dengan sebuah tang sampai anak itu menjerit-jerit kesakitan. “Bocah ini perlu belajar sopan santun,” batin Lisa.

“Jadi, berapa umurnya?” Pada akhirnya, ia harus tetap berusaha untuk ramah.

“Dua belas,” jawab Tuan Bram singkat.

“Lukisan di koridor itu Anne?”

“Bukan. Itu ibunya”

“Wah, kecantikan ibunya benar-benar menurun ke Anne.” Meskipun, tentu saja, itu hanya pujian kosong. Lisa masih jengkel. “Jadi, di mana Nyonya Bram?”

Suasana mendadak senyap—lebih senyap dari sebelumnya. Tuan Bram berhenti bergerak sama sekali. Kini Tuan Bram yang ganti memandangi Lisa dengan mata menyalang. Sebentar. Lalu lelaki paruh baya itu berdehem.

“Maria, istriku, sudah lama meninggal.” Tuan Bram tersenyum.

Lisa terbatuk, tersedak napasnya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status