Home / Romansa / Safira Aswanta / Pertemuan Pertama dengan Ibu

Share

Pertemuan Pertama dengan Ibu

Author: Ai
last update Last Updated: 2022-03-10 19:19:04

“Paman sudah mencoba mencari dan menghubungi ibumu, tapi sampai sekarang belum tahu di mana keberadaannya. Terakhir kali Paman mendengar informasi kalau ibumu sudah menikah dengan keluarga yang cukup berada. Mungkin dia tahu kondisimu saat ini, tapi untuk membawamu ke dalam keluarganya yang sekarang membuatnya berpikir lagi. Bisa jadi kehadiranmu di sana akan menimbulkan masalah baginya. Akan lebih baik kamu mencari Panti Asuhan saja."

Mendengar perkataan Paman tadi, dadaku terasa tertimpa ribuan ton besi yang membuat aku sesak dan susah bernapas. Tanpa kusadari kedua tanganku mengepal hingga bergetar. “Apakah ibuku benar seperti yang dikatakan Paman?” pertanyaan itu yang terbersit dipikiranku. Tapi aku tidak heran lagi karena sewaktu aku bayi saja ibuku sudah tega meninggalkan aku.

Apalagi sekarang tidak mungkin dia memikirkan aku. Jika dia memang ibu yang bertanggungjawab pasti jauh-jauh hari dia sudah mencariku. Aku yakin dia sudah hidup bahagia dengan keluarga barunya. Membawaku bersamanya hanya akan membebadi hidupnya saja. Lebih baik sekarang aku beranggapan kalau ibu sudah pergi bersama dengan ayah.

“Tidak apa-apa Paman. Mulai sekarang biar aku saja yang mengurus diriku sendiri. Aku tidak mau menyusahkan orang lain. Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku Paman."

Aku pamit dan memberi salam perpisahan. Rasanya ingin menangis, tapi air mataku sudah enggan keluar. Mungkin dia sudah lelah dengan diriku yang selama ini menangisi diri sendiri. Sebelum merencanakan harus pergi kemana, aku pergi ke makam ayah dulu. Aku ingin jiarah, pamit sama ayah karena mungkin dalam waktu dekat ini aku tidak akan bisa mengunjunginya lagi.

Sudah tiga bulan semenjak kepergian ayah. Aku memandangi batu nisannya yang berdiri kokoh seperti dirinya kuat dan tegar dalam menjalani kehidupan yang keras ini. Aku tidak bisa berkata-kata, bahkan aku tidak bisa menangisi hidupku kedepannya yang tidak jelas ini.

Setelah aku selesai jiarah, di tengah jalan aku teringat dengan saran dari Paman. “Panti Asuhan… Apa aku coba cari tahu aja kali ya?”. Kalau sekolah, aku bisa minta ke guru supaya aku izin dulu hingga aku bisa menemukan tempat tinggal."

Aku berjalan sambil membawa tas yang berisi barang-barangku. Aku tidak sadar sudah berjalan jauh, sudah mendekati sekolahku yang letaknya dekat dengan perbatasan ke kota. Karena aku sibuk dengan pikiranku sendiri hingga aku kaget ada mobil yang tiba-tiba berhenti mendadak di dekatku dan aku pun spontan menghentikan langkah kakiku.

Aku melihat seorang ibu keluar dari dalam mobil itu dan berjalan ke arahku. Sejenak dia melihat aku dengan tatapan bingung. Saat itu mungkin aku terlihat seperti orang yang kabur dari rumah.

Awalnya aku berpikir mungkin dia adalah orang kota yang tersesat ingin menanyakan alamat seseorang karena dia tersesat. Tetapi apa yang aku pikirkan salah. Betapa kagetnya aku ketika dia memanggil namaku. Aku terdiam sambil mengingat-ingat apakah aku pernah bertemu dengan orang yang ada di depanku ini. Tapi aku tidak mengingat pernah bertemu dengannya.

Mungkin ini hanya kebetulan atau aku hanya salah dengar kali. Mungkin telingaku saat ini yang bermasalah karena aku tadi sempat tidak focus dengan sekelilingku. Aku melihat dengan sekilas dan kemudian melanjutkan langkahku yang sempat terhenti tadi. Tidak mungkin ada orang lain yang mencariku juga. Tapi ibu tadi memanggil namaku lagi, kali ini lebih jelas.

“Safira…” Kemudian aku berbalik melihat melihat ke arah ibu tadi. Aku melihat perubahan raut wajahnya    yang tadinya masih ada senyuman berubah menjadi sedih. Aku semakin bingung dengan ekspresi ibu itu. Apa yang terjadi? Kenapa ibu itu seperti ingin menangis saat melihatku. Melihat ibu tadi aku hanya bisa diam berdiri di tempatku. Aku ingin berbuat apa juga aku bingung.

“Fira, lama tidak pernah bertemu denganmu. Ternyata kamu sudah besar ya?” itulah awal pertemuanku dengan ibuku. Ibu yang selama ini tidak pernah aku rasakan kehadirannya. Sosok ibu yang berusaha aku hilangkan dari ingatanku. Tapi sekarang tanpa aku duga dia menampakkan dirinya di hadapanku. Dan tanpa aku minta dia datang. Dengan ragu-ragu aku menatapnya.

“Apakah dia benar ibuku ? Kalau iya, kenapa baru sekarang dia datang?”

Pertanyaan itu yang pertama kali muncul di pikiranku.

Itulah awal pertemuan aku dengan ibu pertama kalinya. Dia membawa aku tinggal bersama dengan ayah dan saudara tiriku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Safira Aswanta   Gosip Daren

    "Memang benar-benar dia wanita rubah licik ya. Sepertinya hubungan kalian tidak akan pernah aku selamanya. Dari kita masih kuliah dulu dia sudah sering mengganggumu. Sekarang juga begitu. Selalu membuatmu susah dan di rumahmu juga kamu selalu diganggu" kata Sua dengan nada kesal."Aku tahu maksudnya dia. Dia ingin mengajakmu ke mall dan membelikanmu sesuatu dan ingin membuatmu berasa berterima kasih kepadanya walaupun sebelumnya dia sudah membuat kesalah.""Kamu mau aku temani tidak? Lumayan buat jaga-jaga jika dia membuatmu tidak nyaman, aku bisa menutup mulutnya?" kata Sua dengan penuh emosi."Kamu tidak perlu khawatir, aku bisa jaga diri kok. Lagian ibuku juga ikutan" balas Safira."Apa...? Ibumu juga dia ajak? Kalau dia mengajakmu ibumu itu tandanya kamu tidak bisa menolak ajakannya itu" kata Sua semakin kesal. 'Tidak apa-apa. Jika dia masih berulah, aku bisa kok membalasnya"' jawab Safira menenangkan temannya itu.Di tempat lain, Daren bersama sekretarisnya sedang membahas perke

  • Safira Aswanta   Sua Otak Minus

    Keesokan harinya di tempat kerja Safira..."Apa...? Mengajari bagaimana mengungkapkan perasaan...? Memangnya kamu tidak bisa mengungkapkan perasaanmu sama orang?" ulang Sua saat Safira menceritakan pertemuannya dengan Daren kemarin."Dasar laki-laki licik ya...!!! Padahal kalau dilihat sekilas dia adalah laki-laki yang cuek dan dingin. Ternyata laki-laki seperti dia bisa mengatakan rayuan gombal seperti itu. Bagaimana kalau kamu minta dia ajarin tentang insting dan gaya naluri tubuh sekalian" tanya Sua sambil tersenyum."Aaaah... ternyata kamu sama dia sama-sama otak minus ya. Kalau tahu seperti ini tanggapanmu mending tadi aku tidak usah cerita. Percuma tahu nggak?" kata Safira kesal mendengar respon dari temannya itu."Aku juga kan manusia biasa yang kapan saja bisa kilaf. Kalau kamu nggak cerita, aku juga tidak akan bakalan menyuruh kamu untuk bertanya seperti itu. Dan aku juga cuma bercanda saja kok" balas Sua."Aku jadi merasa yakin jika kamu suka dengan laki-laki itu. Karena sel

  • Safira Aswanta   Permintaan atau Gombalan

    "Padahal aku sangat berharap kamu bisa membaca apa yang sedang aku pikirkan. Hal aku pikirkan tentang kamu" kata Daren sambil pura-puraa fokus melihat salah satu foto yang sedang dipajang tepat di hadapan mereka."Hhmmm, aku tidak tahu tentang yang lain. Tapi saat ini ada satuhal yang kau tahu, hal yang kamu pikirkan tentang aku""Apa itu?" tanya Daren langsung memutar badannya ke arah Safira karena penasaran dengan apa yangakan Safira katakan."Kalau tidak salah rasa penasaran dan simpaty. Itu sementara ini hal itu yangbisa aku katakan""Waaah luar biasa. Padahal kita baru dua kali bertemu kamu bisa menyimpulkan kalau aku punya rasa penasaran dan simpaty. Aku jadi ingin tahu bagaimana kedepannya?" kata Daren sambil melihat ke arah Safira. Dia tidak mau melepaskan pandangannya dari wajah Safira."Karena kamu sudah membaca pikiran ku, aku juga akan mencoba membaca pikiran mu. Aku tidak mau hanya aku saja yang dibuka. Ngomong-ngomong kamu perna

  • Safira Aswanta   Pertemuan Resmi

    FlashBack Masa Kecil Safira"Aduuuuh putri Safira yang cantik. Hari ini bagaimana sekolahnya nak?" kata ayah Fira saat menjemput dirinya pulang sekolah. Waktu itu Safira baru hari pertama sekali masik sekolah SD."Hari ini baik-baik saja sekolah Fira ayah. Tapi ayah, jangan panggil Fira dengan keras-keras dong.""Kenapa kalau ayah memanggil nama anak ayah dengan keras? Tidak boleh?"

  • Safira Aswanta   Ketulusan Daren

    Setelah perdebatannya dengan ayah tirinya tadi, Safira berusaha menenangkan dirinya dan berusaha untuk istirahat. Saat dia mau memejamkan mata, tiba-tiba mendengar suara pesan di handphonenya. Ternyata Daren mengirim pesan. Safira kaget membaca pesan tersebut karena Daren memberitahu dirinya sudah di depan rumah Safira dan meminta Safira turun."Bukalah biar kamu tahu isinya apa. Aku habis ngantarin kamu tadi aku langsung ke toko sepatu langganan kakak iparku. Model seperti itu tadi kan yang tidak jadi kamu ambil?"Safira kaget ternyata yang diberikan Daren itu adalah sepatu yang berwana Navy yang tidak jadi tadi diamb

  • Safira Aswanta   Sikap Egois

    Safira hanya terdiam mendengarkan perkataan Daren. Dia masih tidah bisa mengambil keputusan saat ini. Karen seperti yang dikatakan Daren tadi bahwa dia masih butuh waktu untuk memikirkan itu. "Baik lah... Kamu tidak perlu terburu-buru menjawabnya. Aku akan tetap menunggu keputusan Fira." "Maaf" hanya kata itu yang keluar dari mulutnya. "Turunkan aku di depan sini aja" kata Safira melihat rumah orang tuanya tidak jauh lagi, tinggal tiga rumah lagi dari posisi dia diturunkan Daren. Dirinya masih tidak mau terlihat bersama dengan Daren, takut orangtuanya semakin marah nanti. "Aku masuk dulu. Hati-hati di jalan Daren. Terima kasih juga buat hari" kata Safira pamit dan berjalan ke arah rumahnya. Sementara Daren hanya menanggapi dengan wajah datar saja sambil membunyikan klakson mobilnya kemudian pergi. Mungkin responnya itu efek dari Safira yang tidak mau menjawab pertanyaan nya yang terakhir tadi. Safira yang melihatnya pun merasa ti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status