Safira yang ditinggal pergi ibu kandungnya saat masih bayi, hingga sering mendapat bullyan dari para teman-temannya sejak kecil membuat dia menjadi orang yang pendiam dan tertutup. Suatu hari ibu Safira datang dan membawanya untuk tinggal bersama. Di situ juga Safira tahu kalau ibunya sudah menikah lagi. Bukannya mendapatkan kehidupan yang lebih baik, Safira malah semakin tertekan. Karena dirinya yang dijadikan sebagai alat oleh ayah tirinya untuk memperlancar binis keluarga itu dengan cara mengatur perjodohan buar Safira. Alasannya untuk membalas budi sang ayah tiri karena sudah mau menerima dan memberikan hidup yang layak buat Safira selama tinggal di rumah itu. Akankah Safira bisa menemukan kebahagiaan dalam hidupnya? Adakah orang yang bisa membawa dia keluar dari rumah yang seperti penjara itu?
Lihat lebih banyakNamaku Safira Aswanta, usiaku saat ini sudah beranjak 25 tahun. Aku dan orangtuaku berasal dari salah satu kampung di Jawa. Aku dilahirkan di dalam keluarga yang kurang beruntung, itu yang saya ingat. Waktu aku masih bayi umur satu tahun ibu kandungku sudah pergi meninggalkan aku dan ayah, tinggal hanya kami berdua. Sampai sekarang ayah tidak pernah memberitahukan alasan kenapa ibu pergi meninggalkan kami.
Ayah paling tidak suka bila aku menanyakan tentang ibu, ayah akan selalu marah. Akhirnya sampai sekarang aku tidak pernah bertanya lagi. Aku tidak punya ingatan atau kenangan yang bisa aku ceritakan tentang ibu kandungku semasa aku kecil. Mungkin anak-anak yang lain jika diminta meceritakan bagaimana sosok ibu mereka pasti akan bercerita panjang lebar.
Sedih rasanya jika mengingat dulu bagaimana masa-masa aku menginjak sekolah dasar (SD). Dimana teman-teman satu kelasku dulu sering mengejek karena setiap ada acara sekolah yang meminta orangtua murid datang hanya orangtuaku yang seringan tidak hadir.
Terkadang aku harus mendengarkan ejekan mereka yang mengatakan kalau ibuku pergi meninggalkan aku dan ayah karena ibu tidak mau memiliki anak seperti aku. Dulu ayah pekerjaannya serabutan tidak menentu.
Tapi ayah pernah bercerita kalau beliau pernah bekerja di salah satu perusahaan. Tapi ayah tidak pernah menceritakan kelanjutannya kenapa beliau menjadi pekerja serabutan begini. Beliau harus berkerja siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari. Bukan ayah tidak mau tahu tentang kegiatan aku di sekolah.
Tapi tidak memungkinkan bagi ayah untuk membagi waktunya. Waktu aku masih kecil sering kali ayah menitipkan aku ke tetangga atau ke rumah saudara bila ayah pergi kerja. Jelas, aku dari kecil kurang kasih sayang dari kedua orangtuaku.
“Ayah” . Aku sangat bersyukur memiliki ayah yang tidak pernah mengeluh tentang keadaan kami. Beliau akan selalu berusaha sekuat tenaganya untuk bekerja, memenuhi kebutuhan sekolahku.
Pernah sekali saat aku sudah masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) meminta kepada ayah supaya aku tidak usah melanjutkan sekolah karena melihat keadaan yang tidak memungkinkan. Ayah sangat marah, dia tetap menyuruh aku melanjutkan sekolahku sampai selesai. Karena saat itu ayah sudah sering sakit-sakitan.
Saat itu dokter bilang kalau ayah ada kelainan Jantung yang menagkibatkan ayah tidak boleh lagi melakukan pekerjaan yang berat-berat. Oleh karena itu aku tidak tega membiarkan ayah pergi bekerja lagi. Sejak itu aku membantu ayah bekerja di salah satu rumah makan yang tidak jauh dari rumah kami tinggal. Setiap pulang sekolah aku akan langsung pergi untuk bekerja.
Terkadang aku merasa tidak adil dengan yang terjadi di dalam hidupku. Teman-teman seusiaku saat itu tidak perlu takut memikirkan besok mereka akan makan apa. Apa yang akan terjadi besok. Sementara aku harus membatu memikirkan bagaimana biar besok aku dan ayah tidak akan kelaparan.
Semenjak ayah sakit, aku tidak mau membebaninya lagi, baik dari segi pikiran dan fisik juga. Jika ada masalah, aku berusaha menyelesaikkannya sendiri dan jika tidak aku simpan sendiri di dalam hatiku.
Mungkin itu salah satunya membuat aku menjadi orang yang tertutup sampai sekarang. Tidak mudah mempercayai orang lain. Dan aku juga menjadi orang yang tidak mau menerima bantuan orang lain.
Aku tidak suka mendengar orang lain menawarkan batuan kepadaku. Semuanya aku lakukan sendiri. Menjadi orang yang pendiam dan tidak mau tahu urusan orang lain, itu mejadi salah satu sifatku yang sangat susah aku ubah sampai sekarang.
"Memang benar-benar dia wanita rubah licik ya. Sepertinya hubungan kalian tidak akan pernah aku selamanya. Dari kita masih kuliah dulu dia sudah sering mengganggumu. Sekarang juga begitu. Selalu membuatmu susah dan di rumahmu juga kamu selalu diganggu" kata Sua dengan nada kesal."Aku tahu maksudnya dia. Dia ingin mengajakmu ke mall dan membelikanmu sesuatu dan ingin membuatmu berasa berterima kasih kepadanya walaupun sebelumnya dia sudah membuat kesalah.""Kamu mau aku temani tidak? Lumayan buat jaga-jaga jika dia membuatmu tidak nyaman, aku bisa menutup mulutnya?" kata Sua dengan penuh emosi."Kamu tidak perlu khawatir, aku bisa jaga diri kok. Lagian ibuku juga ikutan" balas Safira."Apa...? Ibumu juga dia ajak? Kalau dia mengajakmu ibumu itu tandanya kamu tidak bisa menolak ajakannya itu" kata Sua semakin kesal. 'Tidak apa-apa. Jika dia masih berulah, aku bisa kok membalasnya"' jawab Safira menenangkan temannya itu.Di tempat lain, Daren bersama sekretarisnya sedang membahas perke
Keesokan harinya di tempat kerja Safira..."Apa...? Mengajari bagaimana mengungkapkan perasaan...? Memangnya kamu tidak bisa mengungkapkan perasaanmu sama orang?" ulang Sua saat Safira menceritakan pertemuannya dengan Daren kemarin."Dasar laki-laki licik ya...!!! Padahal kalau dilihat sekilas dia adalah laki-laki yang cuek dan dingin. Ternyata laki-laki seperti dia bisa mengatakan rayuan gombal seperti itu. Bagaimana kalau kamu minta dia ajarin tentang insting dan gaya naluri tubuh sekalian" tanya Sua sambil tersenyum."Aaaah... ternyata kamu sama dia sama-sama otak minus ya. Kalau tahu seperti ini tanggapanmu mending tadi aku tidak usah cerita. Percuma tahu nggak?" kata Safira kesal mendengar respon dari temannya itu."Aku juga kan manusia biasa yang kapan saja bisa kilaf. Kalau kamu nggak cerita, aku juga tidak akan bakalan menyuruh kamu untuk bertanya seperti itu. Dan aku juga cuma bercanda saja kok" balas Sua."Aku jadi merasa yakin jika kamu suka dengan laki-laki itu. Karena sel
"Padahal aku sangat berharap kamu bisa membaca apa yang sedang aku pikirkan. Hal aku pikirkan tentang kamu" kata Daren sambil pura-puraa fokus melihat salah satu foto yang sedang dipajang tepat di hadapan mereka."Hhmmm, aku tidak tahu tentang yang lain. Tapi saat ini ada satuhal yang kau tahu, hal yang kamu pikirkan tentang aku""Apa itu?" tanya Daren langsung memutar badannya ke arah Safira karena penasaran dengan apa yangakan Safira katakan."Kalau tidak salah rasa penasaran dan simpaty. Itu sementara ini hal itu yangbisa aku katakan""Waaah luar biasa. Padahal kita baru dua kali bertemu kamu bisa menyimpulkan kalau aku punya rasa penasaran dan simpaty. Aku jadi ingin tahu bagaimana kedepannya?" kata Daren sambil melihat ke arah Safira. Dia tidak mau melepaskan pandangannya dari wajah Safira."Karena kamu sudah membaca pikiran ku, aku juga akan mencoba membaca pikiran mu. Aku tidak mau hanya aku saja yang dibuka. Ngomong-ngomong kamu perna
FlashBack Masa Kecil Safira"Aduuuuh putri Safira yang cantik. Hari ini bagaimana sekolahnya nak?" kata ayah Fira saat menjemput dirinya pulang sekolah. Waktu itu Safira baru hari pertama sekali masik sekolah SD."Hari ini baik-baik saja sekolah Fira ayah. Tapi ayah, jangan panggil Fira dengan keras-keras dong.""Kenapa kalau ayah memanggil nama anak ayah dengan keras? Tidak boleh?"
Setelah perdebatannya dengan ayah tirinya tadi, Safira berusaha menenangkan dirinya dan berusaha untuk istirahat. Saat dia mau memejamkan mata, tiba-tiba mendengar suara pesan di handphonenya. Ternyata Daren mengirim pesan. Safira kaget membaca pesan tersebut karena Daren memberitahu dirinya sudah di depan rumah Safira dan meminta Safira turun."Bukalah biar kamu tahu isinya apa. Aku habis ngantarin kamu tadi aku langsung ke toko sepatu langganan kakak iparku. Model seperti itu tadi kan yang tidak jadi kamu ambil?"Safira kaget ternyata yang diberikan Daren itu adalah sepatu yang berwana Navy yang tidak jadi tadi diamb
Safira hanya terdiam mendengarkan perkataan Daren. Dia masih tidah bisa mengambil keputusan saat ini. Karen seperti yang dikatakan Daren tadi bahwa dia masih butuh waktu untuk memikirkan itu. "Baik lah... Kamu tidak perlu terburu-buru menjawabnya. Aku akan tetap menunggu keputusan Fira." "Maaf" hanya kata itu yang keluar dari mulutnya. "Turunkan aku di depan sini aja" kata Safira melihat rumah orang tuanya tidak jauh lagi, tinggal tiga rumah lagi dari posisi dia diturunkan Daren. Dirinya masih tidak mau terlihat bersama dengan Daren, takut orangtuanya semakin marah nanti. "Aku masuk dulu. Hati-hati di jalan Daren. Terima kasih juga buat hari" kata Safira pamit dan berjalan ke arah rumahnya. Sementara Daren hanya menanggapi dengan wajah datar saja sambil membunyikan klakson mobilnya kemudian pergi. Mungkin responnya itu efek dari Safira yang tidak mau menjawab pertanyaan nya yang terakhir tadi. Safira yang melihatnya pun merasa ti
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen