Share

7

Penulis: Dera_05
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-25 16:53:56

Rheyner menunggu Nadira di depan gerbang rumah gadis itu. Tadi pagi-pagi sekali Sherin mengiriminya pesan yang isinya menyuruh Rheyner berangkat dengan Nadira. Sementara Sherin akan berangkat sendiri seperti sebelum berpacaran dengan Rheyner. Entah mengapa Sherin benar-benar khawatir pada Nadira.

Nadira keluar rumah dengan ceria. Ia bahkan bersenandung.

“Lho, kirain Kak Panji. Kok kamu nggak jemput Kak Sherin sih, Rheyn?” tanya Nadira heran.

“Bawel deh. Buruan naik.”

Nadira naik ke boncengan Rheyner tanpa disuruh dua kali. Akan tetapi, Rheyner tak kunjung menyalakan mesin motornya.

“Kok nggak jalan?” Nadira menyuarakan pertanyaan di benaknya.

“Helm lo mana?” Rheyner mempertanyakan helm yang sengaja ia belikan untuk Nadira.

“Biasanya sama Kak Panji nggak pakai helm nggak papa kok asal lewat jalan pintas yang bebas polisi.”

“Jadi kalo bareng Panji lo nggak pake helm?” Rheyner menolehkan kepalanya spontan. Nadira menggeleng. “Nad, pake helm itu bukan sekedar buat terhindar dari tilang, tapi buat terhindar dari bahaya. Jangan ketularan begonya Panji dong.”

“Bahaya mah nggak ngaruh sama hel—”

“Lo tahu maksud gue,” potong Rheyner sengit. Nadira berdecak. Ia turun dari motor Rheyner dan segera berlari masuk ke rumah mengambil helm. Kalau tidak begitu Rheyner akan berubah jadi cowok paling cerewet sedunia. 

Sembari menunggu Nadira mengambil helm, Rheyner memainkan telepon pintarnya. Ia membalas chat Sherin yang menanyakan apakah Rheyner dan Nadira sudah berangkat atau belum. Tak lama Nadira kembali dan sudah memakai helm yang dibelikan Rheyner. Rheyner memasukkan kembali ponselnya dan menyalakan mesin motor. Senyum puas terhias di bibir Rheyner.

“Awas, kalo pergi naik motor nggak pakai helm lagi!” kegalakan Rheyner teredam helm full face yang ia kenakan. 

“Emang Kak Sherin kamu paksa begini juga?” cibir Nadira.

“Beh ... ya kagaklah, orang gue nggak beliin dia helm.” Rheyner tertawa.

Nadira menabok punggung lebar Rheyner.

“Pegangan.” Rheyner memacu motornya agar melesat meninggalkan perumahan mereka.

                      ***

Sepulang sekolah Nadira semangat sekali mengajak Rheyner, Sherin, dan Panji serta Putri ke kafe milik ibunya. Nadira menolak memberi alasan pasti mengapa ia mengajak mereka ke sana. Oh, iya, sebenarnya Nadira juga memiliki alasan selain alasan pribadinya, mencomblangkan Panji dan Putri. Akhir-akhir ini Panji sering menanyakan tentang Putri pada Nadira. Nadira yang kelewat peka jelas dapat melihat bahwa Panji tertarik pada Putri. Jadi begitulah, Nadira yang harus berperan menjodohkan mereka.

Nadira langsung mendudukkan diri di dekat panggung kecil kafe itu. Hanya Rheyner yang menyadari perubaan sikap Nadira. Dan mungkin hanya dia juga yang dapat menebak alasan Nadira duduk tepat di depan panggung.

Semua sudah duduk di tempat yang sama dengan Nadira. Akan tetapi, Nadira justru terlihat asik dengan ponselnya hingga lampu kafe mendadak meredup. Nadira meletakkan ponselnya dan melihat ke arah panggung yang sudah ada beberapa orang lengkap dengan alat musik. Lalu terdengarlah lantunan lagu milik band asal Jepang, One Ok Rock, yang berjudul Notes n Words. Itu lagu favorit Nadira dan Rheyner.

Nadira menyaksikan penampilan band itu dengan seksama. Ia hayati setiap lirik lagunya. Di sana, di atas panggung, seseorang juga tengah memperhatikan Nadira tanpa mengurangi konsentrasi pada permainan gitarnya.

Sepasang manik mata Nadira seperti terserap dalam pusaran ombak yang menenggelamkan kala bertemu dengan manik mata seseorang yang masih memainkan gitar dengan apik.

Another song for you about your love

’cause you love the me that’s full of faults

I wish you could see it from this view

’cause everything around you is a little bit brighter from your love

Lagu selesai. Semua bertepuk tangan kecuali Rheyner. Sejak band itu mulai bernyanyi pun Rheyner sudah memandangnya tidak suka. Rheyner sendiri tidak tahu alasan pastinya. Namun, yang jelas ia benar-benar tidak suka dengan band itu meski lagu yang baru saja dimainkan merupakan lagu favoritnya.

Nadira yang paling antusias bertepuk tangan. Bibir Nadira melengkung sempurna kala personil band yang sedari tadi menatapnya menyunggingkan senyum tipis padanya. Pemuda yang masih memegang gitar itu maju selangkah dan terlihat membisikkan sesuatu ke telinga si vokalis. Vokalis itu mengangguk mengerti.

“Oke, lagu selanjutnya adalah lagu milik kami sendiri yang diciptakan oleh Josaphat, gitaris. Lagu ini kami persembahkan untuk Nadira teman baru kami sekaligus ehm ... teman special-nya Jo.” Sang vokalis menunjuk Nadira sembari mengedipkan sebelah matanya. “Enjoy it.” 

Josaphat masih menatap Nadira. Kali ini dengan tatapan yang tak terbaca membuat Nadira tersipu.

Di meja Nadira semua sudah ramai menggodanya kecuali satu orang. Siapa lagi kalau bukan Rheyner. Punggung Rheyner bersandar di kursi, kedua tangannya bersidekap dan tatapannya tajam mengarah ke panggung atau lebih tepatnya seseorang yang berada di panggung.

“Gombalan basi!” desis Rheyner.

Rheyner tidak tahu bahwa ada satu orang di meja itu yang mendengar desisan tersebut. Dan satu orang lagi yang sadar dengan perubahan sikap Rheyner.

                            ***

“Nadira, pulang!” kata Rheyner tegas.

Nadira menatap Rheyner dengan tatapan memohon. “Sebentar aja kok, Mas.”

“Nggak!” tolak Rheyner. “Lo itu berangkat bareng gue jadi pulang juga harus sama gue. Mau bilang apa gue nanti sama Ibu?”

“Aku udah pamit sama Ibu kok.” Tatapan Nadira semakin memelas.

Rheyner terdiam. Sherin menghampiri dan memeluk lengan kekar Rheyner. “Udahlah, Rhey, izinin aja Dira pergi. Lo nggak kasihan sama Dira?” bujuk Sherin.

“Iya, nggak usah lebay gini deh, Rhey. Jo keliatannya orang yang baik kok.” Panji menimpali. “Udah, Dira, sana pergi nggak papa.”

Rheynera langsung  memandang Panji sengit. Rahang kokohnya semakin mengeras.

“Benaran?” tanya Nadira yang justru seperti ditujukan pada Rheyner.

“Iya, Dira.” Panji yang menjawab.

“Mas Rheyn...” panggil Nadira.

“Ya udahlah terserah lo!” Rheyner menarik tangan Sherin dan berjalan cepat ke motornya. Nadira memandang nanar. Rheyner marah.

Panji menyentuh pundak Nadira. “Udah sana, Mas Rheyner biar Kakak yang urus. Tuh, Jo udah nungguin dari tadi.” Panji menunjuk Josaphat yang berada di mobilnya, tidak terlalu jauh dari mereka berdiri, dengan dagu.

“Makasih ya, Kak.” Nadira memberikan senyumnya untuk Panji, seseorang yang ia anggap sebagai kakak.

“Sama-sama, Adikku Sayang.” Panji mengelus kepala Nadira.

“Ehm, Putri masih di kamar mandi ya?”

“Iya. Kamu jangan khawatirin dia, biar Kakak yang antar.” Nadira mengangguk. Tidak lama setelah itu Nadira berjalan ke mobil Josaphat dan segera masuk. Josaphat menyambutnya dengan senyum merekah.

                                ***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   Ekstra 2

    Rheyner tengah menautkan tali sepatu ketika Nadira menghampiri. Pagi ini adalah hari pertamanya masuk kuliah. Setelah menjalani serangkaian OSPEK akhirnya ia resmi menjadi mahasiswa. Rheyner begitu antusias menjalani hari ini. Saat ia bangun tadi energinya seolah berada di titik maksimal. Nadira meletakkan kotak makan di samping Rheyner. Gadis itu telah memakai seragam lengkap. Ia tidak bersuara. Seolah menunggu Rheyner mengakhiri aktivitasnya. Netra gadis itu tidak lepas dari sosok Rheyner. Rheyner mendongak seusai memakai sepatu. Tangannya mengambil kotak dari Nadira. Bibir pemuda itu tersenyum. Tentu saja senyumnya bersambut dengan senyum Nadira. "Semangat untuk hari pertama kuliahnya. Jangan bandel dulu." Akhirnya Nadira bersuara. “Iya,” jawab Rheyner kalem.

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   Ekstra 1

    Nadira mengikuti ke mana pun langkah Rheyner. Rheyner baru saja selesai manggung di kafe milik ibu Nadira bersama Valensi. Kini mereka bukan kembali ke rumah masing-masing, tetapi pergi ke distro Valensi. Usaha clothingan yang dijalankan Valensi memang semakin ramai. Hingga terpaksa tutup beberapa hari karena stok habis. Pencapaian yang luar biasa. Sekarang mereka datang untuk membantu produksi.“Nadira Almira, bisa diam nggak?” Rheyner berbalik dan membuat Nadira terdiam. Cebikan Nadira muncul mendengar nada galak Rheyner.“Lo bukan piyik yang ngikutin induknya mulu, ‘kan? Duduk diam aja kenapa, sih? Bentar lagi gue antar balik, udah mau jam malam lo,” tegas Rheyner yang sedetik kemudian melanjutkan langkah ke ruang produksi.Panji menghampiri Nadira. Merangkul adiknya itu men

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   30 (End)

    Minggu kedua liburan semester ganjil. Sherin hanya termenung di meja belajarnya. Ia pandangi layar ponsel yang tidak menampilkan satu pesan pun dari sang kekasih hati. Rheyner semakin berubah. Intensitas berkirim pesan semakin jarang, apalagi lantunan suara lewat panggilan telepon. Rheyner tidak akan menghubungi kalau bukan Sherin yang mengawali.Sherin mendesah. Sepasang netranya beralih memandang taman dari jendela di samping kanan meja. Tekadnya kali ini sudah bulat. Hubungannya dengan Rheyner sudah tidak ada harapan. Rheyner semakin jauh untuk dijangkau. Sikapnya ketika bertemu tidak berubah jauh, hanya saja Sherin bisa merasakan Rheyner kehilangan rasa nyaman. Dan tidak dapat dimungkiri bahwa Sherin juga tak lagi merasakan aman berada di dekat Rheyner. Semuanya terasa hambar dan tidak benar.Jika Rheyner tidak bisa memberi putusan, maka biarkan Sherin yang

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   29

    Hubungan Rheyner dengan Nadira kembali baik. Rheyner menjelaskan semua tentang Josaphat, minus perasaan Josaphat terhadap Nadira. Josaphat melarang Rheyner dan Panji memberi tahu Nadira. Karena dia ingin Nadira melupakannya. Kalau bisa, Josaphat ingin Nadira membencinya. Rheyner menghormati keputusan Josaphat itu.Sayangnya, setelah mendengar cerita Rheyner juga Panji, Nadira justru jatuh iba pada Nanda dan Josaphat. Nadira bisa memahami Josaphat dan memaafkannya. Ia juga melarang Rheyner dan Panji untuk merasa bersalah padanya. Bahkan Nadira mengancam tidak akan menganggap mereka kakak kalau mereka tetap menjauhinya.“Mbak Dir!” Nadira menoleh dan suara kamera terdengar. Bima memotretnya.“Mbak Dira selalu cantik,” puji Bima.Rheyner menoyo

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   28

    Libur semester sudah berjalan dua hari. Akan tetapi, yang dilakukan oleh Rheyner hanya tidur, tidur, dan tidur. Itu pun tidak dilakukan di rumahnya. Sejak kejadian di apartemen Josaphat, Rheyner belum pulang ke rumah. Alasan yang ia buat adalah ia ada project bersama Valensi. Orang tuanya tidak curiga meski Rheyner tidak pulang mengambil perlengkapan. Pasalnya hal tersebut sudah biasa terjadi. Apalagi sekarang libur sekolah. Padahal kalau saja mereka tahu, ketidakpulangan Rheyner adalah cara menyembunyikan wajah “hancur”-nya. Tidak lama setelah Josaphat memuntahkan segala hal tentang dendam dan perasaannya, Rama datang bersama Damar. Panji memang sempat mengirimkan lokasinya pada Rama. Rama dan Damar dibuat terkejut dengan keadaan Rheyner serta Josaphat. Wajah keduanya sama-sama babak belur. Tangan mereka sama-sama mema

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   27

    Rheyner dan Panji mengikuti langkah Josaphat yang memasuki lift. Saat ini mereka berada di sebuah gedung apartemen. Rheyner dan Panji dibuat heran. Awalnya mereka pikir Josaphat akan membawa ke sebuah tempat terbuka atau apa pun itu yang jelas bukan suatu hunian. Lift berhenti di lantai 12.Josaphat belum mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan ketika dia membawa Rheyner dan Panji berhenti di depan unit nomor 1210. Josaphat memasukkan kode pintu dan menyuruh Rheyner serta Panji untuk masuk. Baik Rheyner maupun Panji tidak ingin repot-repot bertanya meski sebenarnya penasaran.Rheyner terpaku melihat siapa yang duduk di depan televisi. Begitu pula dengan Panji. Sementara Josaphat bertepu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status