Bab 2

Aku syok bukan main. Mereka ini terlalu berani. Demi mencari kenikmatan, mereka malah melakukannya tepat di depan mataku.

Kalau sampai mereka tahu aku bangun, bisa mati kutu aku karena malu. Aku sampai menahan napas, menutup mata rapat-rapat, pura-pura tidur.

Namun, suara desahan mereka makin lama makin panas. Sahabatku terdengar sangat menikmati.

Akhirnya, aku tak tahan juga, membuka sebelah mataku untuk mengintip.

Begitu kulihat, napasku langsung tercekat. Ezra sedang memegang juniornya yang besar itu.

Biasanya sahabatku hanya kirim foto suaminya yang memakai celana dalam, tetapi sekarang, aku benar-benar melihatnya secara langsung.

Aku jadi terpaku. Itu sangat besar!

Kalau sampai masuk ke tubuh, apa tidak robek?

Tubuhku langsung terasa panas dan muncul rasa gatal yang menggoda dari bagian bawah tubuhku.

Tiba-tiba, muncul pikiran gila.

Seandainya dia menindihku sekarang, pasti rasanya luar biasa.

Makin kupikirkan, kepalaku makin kosong. Tubuhku seperti ikut menginginkannya.

Mataku pun tak bisa berpaling, terpaku pada junior itu yang penuh urat, bahkan air liurku sampai ikut menetes.

Aku merasa hampir menangis karena terlalu tergoda.

Sampai tiba-tiba terdengar suara tawa pelan.

Aku langsung mendongak dan beradu pandang dengan Ezra.

Jantungku langsung berdetak kencang. Wajahku seketika merah.

Ternyata, dia tahu aku sedang mengintip!

Ini benar-benar memalukan.

Kupikir setelah tahu aku melihatnya, dia akan pergi, tetapi justru sebaliknya, dia malah makin berani.

Adegan itu terlalu panas, ditambah dia juga tahu aku sudah bangun.

Aku masih saja terus mengintip mereka.

Sensasi itu terlalu bergairah. Tubuhku mulai dilanda panas yang tak bisa kucegah.

Aku mencoba memejamkan mata, berusaha menahan reaksi tubuhku yang memalukan.

Namun, adegan itu terlalu liar. Tubuhku tak bisa dikendalikan, makin panas dan makin kosong pikiranku.

Napas pun makin kacau, makin berat.

Dengan segenap tenaga, aku memaksa memejamkan mata, mencoba menahan rasa gelisah dan geli yang terus melanda.

Aku takut sahabatku tiba-tiba menoleh.

Namun, di saat itu juga, tiba-tiba ada sebuah tangan yang menyentuh dadaku.

Tanpa kusadari, mataku terbuka lebar dan langsung menangkap senyum nakal Ezra.

Dasar kurang ajar!

Padahal sahabatku masih tertindih di bawahnya!

Aku tegang sampai berkeringat dingin, sangat ingin menepis tangannya.

Namun, aku takut gerakanku terlalu mencolok dan membuat sahabatku curiga.

Ditambah, saat tangan besarnya menyentuhku, sensasi yang luar biasa itu membuatku bergidik tak terkendali.

Aku bahkan secara memalukan tak ingin menepisnya.

Aku pasti sudah kehilangan akal, benar-benar tak waras!

Meski begitu, aku masih berusaha mengancamnya dengan tatapan agar dia berhenti.

Siapa sangka dia malah makin berani, meremas bagian tubuhku semaunya, seolah aku adalah tanah liat yang bisa dibentuk sesukanya.

Sensasi itu terlalu kuat. Tubuhku ikut bereaksi, detak jantung makin tak terkontrol, keringat membasahi kulitku.

Melihat reaksiku, Ezra makin bersemangat. Sorot matanya menggoda dan tangan nakalnya semena-mena menjelajah.

Aku panik, napasku memburu, dan batinku menjerit agar segera menjauh darinya.

Namun, seolah dialiri listrik, getaran dari sentuhannya menyebar cepat dan melumpuhkanku dari dalam.

Seluruh tubuhku langsung lemas!

Aku ketakutan saat menyadari ada rasa hangat menyergap muncul di bawah.

Dia seakan merasakan perubahanku, makin liar, bahkan perlahan menggeser tangannya ke pahaku.

Ujung jarinya yang agak kasar menyentuhku, terasa perih, tetapi justru memicu gelombang kenikmatan.