Share

Salah Jodoh
Salah Jodoh
Author: Ally Jane

1 – Mendadak Jodoh  

Kabur dari sekolah: checked.

Menggagalkan perjodohan: on progress.

Saat ini, Freesia sudah berdiri di depan pintu lobi hotel tempat restoran untuk acara makan malam perjodohannya berada. Itu pun, hanya dengan memakai kaus longgar warna putih bertuliskan Whatever dan hot pants. Dan ini karena neneknya!

Hanya karena Freesia sudah kabur dari sekolahnya, bukan berarti neneknya berhak mengatur siapa yang akan menjadi pendamping hidup Freesia. Not so fast, Motherf***er!

Uh, kebiasaan baru yang merepotkan di sini. Karena teman-temannya di luar negeri, Freesia jadi terbiasa mengumpat dengan bebas. Setelah belasan tahun dibesarkan dengan penuh etika dan segala macam aturan tata krama, Freesia merasa seolah dia berada di dunia yang berbeda ketika bertemu teman-temannya.

Beberapa dari mereka juga putra-putri konglomerat, tapi mereka tidak dibesarkan seketat Freesia. Dan ketika Freesia pertama bertemu mereka, mereka memperlakuan Freesia seperti anak udik. So f***ing annoying!

Meski hubungan mereka sudah lebih baik setelahnya. Tentunya karena status keluarga Freesia. Dari mereka, juga dari teman-teman Freesia di luar negeri, Freesia beajar mengumpat, hingga akhirnya terbiasa. Bahkan, terkadang ketika suasana hatinya sedang buruk, ia merasa lebih baik setelah mengumpat. Mengumpat adalah cara terbaik untuk meluapkan stres bagi Freesia.

Tentu saja, jika sampai keluarganya tahu, Freesia mungkin akan langsung dikurung dan setiap hari harus kembali mempelajari etika dan tata karma. Lihat saja apa yang mereka lakukan begitu tahu Freesia kabur dari sekolahnya. Mereka langsung berusaha mengikat Freesia dengan perjodohan. Mereka berusaha mengurung Freesia dalam sangkar berkedok pernikahan.

Maka, di sinilah Freesia sekarang. Dia datang untuk menggagalkan perjodohannya. Bagaimanapun caranya. Tadinya, Freesia ingin membayar aktor untuk menjadi kekasih bayarannya. Namun, waktunya terlalu mepet.

Freesia masih di bandara dan baru akan boarding ketika mendengar tentang perjodohan dan jadwal makan malam dengan calon suaminya ini. Begitu Freesia tiba di negara ini, dia langsung pergi kemari. Pun begitu tiba di bandara, Freesia sudah dijemput dan dikawal sampai ke tempat ini.

Freesia yang masih berdiri di depan pintu lobi menoleh ke belakang dan mobil orang-orang neneknya masih di sana. Tak ada jalan mundur dan tak ada waktu ataupun kesempatan untuk menyusun strategi. Jadi, Freesia harus menemukan cara untuk menggagalkan perjodohan itu di dalam gedung hotel ini.

Freesia terus memutar otak ketika melangkah masuk ke gedung hotel itu. Restoran ada di lantai lima. Untungnya, orang-orang neneknya tidak ikut masuk ke hotel itu. Ini adalah kesempatan Freesia.

Freesia pergi ke lift dan menekan tombol ke lantai restoran. Lift itu langsung bergerak ke lantai sepuluh tanpa berhenti. Begitu Freesia turun di lantai restoran, lift lain di sebelahnya terbuka dan seseorang turun dari sana. Seorang pria berpenampilan casual. Celana jeans dan kaus yang tertutup jaket kulit.

Freesia mengecek penampilan pria itu. Rambut hitam pendek pria itu tidak ditata dengan gel dan dibiarkan jatuh begitu saja. Pria itu mungkin masih berusia dua puluhan. Tebakan Freesia, sekitar dua puluh lima atau dua puluh enam.

Ketika pria itu akan melewatinya, Freesia menghadang jalannya. Freesia tersenyum ramah pada pria itu.

“Apa kau akan pergi ke restoran?” tanya Freesia.

Pria itu mengangguk.

“Kau mau bertemu seseorang?” tanya Freesia lagi.

Pria itu menggeleng.

“Apa kau sudah menikah?” tanya Freesia tanpa basa-basi.

Pria itu kembali menggeleng.

“Kau punya kekasih?”

Gelengan lainnya lagi.

Pria ini … jangan-jangan dia …

“Maaf, tapi apa kau … tak bisa bicara?” tembak Freesia. Ia tak punya waktu untuk dibuang. Di depan sana ada jurang yang sudah menunggunya.

“Apa kau ada masalah denganku?” tanya pria itu.

Oh, dia bisa bicara.

“Maaf jika aku menyinggungmu, tapi aku dalam situasi darurat, jadi bisakah kau membantuku?” Freesia kembali meminta.

Pria itu menelengkan kepala. “Kenapa aku?”

“Karena kau … tampak seperti orang baik.” Freesia menyengir. Dan Freesia tak punya banyak pilihan. Meminta staf hotel untuk berpura-pura menjadi kekasihnya akan terlalu mencurigakan.

“Oh, kau tidak bekerja di sini, kan?” Freesia memastikan.

Pria itu menjawab dengan gelengan lagi.

“Baguslah. Kalau begitu, kau bisa membantuku, kan?” pinta Freesia. “Sebagai gantinya, aku akan memberikan apa pun yang kau inginkan.”

“Apa pun?” tanya pria itu.

Freesia mengangguk. “Apa pun,” tandasnya.

“Dan apa yang harus kulakukan?” tanya pria itu lagi.

Freesia belum sempat menjawab ketika terdengar suara dari pintu kaca restoran,

“Freesia?”

Freesia berbalik dan dilihatnya sosok tinggi pria yang dijodohkan dengannya berdiri di sana. Bramasta Adibrata. Ahli waris Brata Group. Putra sulung keluarga Adibrata yang terkenal dengan ambisinya. Semua orang menyebutnya berani, tapi di mata Freesia, pria itu adalah pria yang penuh ambisi dan keserakahan.

Sosok yang pas untuk menjadi ahli waris grup perusahaan sebesar Brata Group. Tentu saja, pilihan cucu menatu yang sempurna bagi nenek Freesia. Terlebih, Freesia, cucu tunggalnya, tak berbakat dalam bisnis dan manajemen perusahaan, pun tak tertarik dengan itu.

Itu jugalah alasan Freesia kabur dari sekolahnya. Setiap hari, dia selalu tertidur di kelas karena bosan. Ia tak tertarik dengan perusahaan mana pun. Dia hanya ingin hidup bebas seperti teman-temannya. Dia ingin pergi liburan ke mana pun yang dia inginkan. Dan dia ingin mengumpat kapan pun dia ingin.

Untuk itu, langkah kedua Freesia adalah, menggagalkan perjodohan ini. Bagaimanapun caranya.

Freesia menarik napas dalam dan berpindah ke sebelah pria yang entah ia tak tahu siapa namanya di sebelahnya ini. Lalu, Freesia meraih tangan pria asing itu dan menggenggam tangannya.

“Maaf, aku tahu aku tidak seharusnya melakukan ini. Tapi, aku tidak ingin berbohong padamu,” Freesia berkata. “Pria ini adalah kekasihku. Dia adalah satu-satunya pria yang kucintai. Dengan kata lain, satu-satunya jodoh yang kuinginkan dalam hidupku, pria inilah orangnya.” 

***

Kekasih? Jodoh?

Allen menoleh pada gadis yang lebih pendek sekitar dua puluh senti darinya itu. Siapa gadis ini? Apa dia sudah gila?

Bagaimana bisa dia menyebut Allen kekasihnya ketika dia tak tahu apa pun tentang Allen? Dia bahkan menyebutkan Allen sebagai jodoh yang dia inginkan.

Allen menunduk dan memperhatikan tangan gadis ini yang menggenggam tangannya. Tangannya lebih kecil dari tangan Allen. Hanya dengan satu genggaman, Allen bisa menutup tangan gadis itu sepenuhnya. Dan rasanya, hanya dengan sedikit tekanan, Allen mungkin bisa menghancurkan tangan ini.

Namun, tangan kecil dalam genggamannya ini terasa dingin. Allen bisa merasakan ketegangannya, keputusasaannya. Allen sudah sering merasakan reaksi seperti ini dari orang-orang yang bertemu dengannya. Namun, selain itu, Allen merasakan satu hal lagi dari gadis ini.

Dari gadis ini, Allen seolah bisa mendengar,

“Aku tidak akan menyerah! Aku tidak akan kalah!”

Dan itu bukan berdasar kesombongan, seperti yang biasa dilihat Allen dari orang-orang yang berpikir bisa menang darinya, tapi berdasarkan tekad. Tekad kuat yang … aneh. Gadis ini tidak ingin kalah. Dia menolak kalah. Dia menggunakan cara apa pun untuk tidak kalah. Bahkan ketika dia berada di tepi jurang dengan pedang terarah padanya seperti ini.

Sungguh. Apa-apaan gadis yang mendadak menjadi jodoh Allen ini? Segila apa dia sebenarnya untuk melakukan hal seperti ini pada Allen?

***

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status