“Kebetulan Kanaya sedang enggak enak badan. Ada apa ya, Bim? Kok, lu tanyain keadaan istri gue?”“Oh, itu … sebenarnya semalam tidak sengaja bertemu dia.”“Dimana?”“Di tempat hiburan malam.”“Istriku bersama siapa?”“Bersama temannya,” karang Bima.“Wanita atau laki-laki?”“Wanita.”Oh ternyata benar, ia memang menemani temannya yang sedang patah hati karena diselingkuhi. Akan tetapi apapun alasannya, aku tidak suka Kanaya mendatangi tempat seperti itu. Ucapnya dalam hati.“Dia mengenali lu?”“Ya iyalah.”“Terus gimana?”“Dia tanya apakah lemburnya sudah selesai?”“Apa? Terus lu jawab apa?” tanya Elang panik.“Ya gue jawab kalau gue enggak lembur.”“Aduh!” Elang meremas kepalanya.“Emang gue enggak lembur.”“Eum … lalu dia bilang apa?”“Dia tanya apa lu benar ada lembur.”“Astaga! Lu jawab apa Bim?”“Tadinya gue mau jawab enggak ada.”“Berarti lu jawab ada lembur kan?” sambar Elang.“Begitulah.”“Wah, thanks brow!” girang Elang seraya memeluk Bima secepat kilat.“Kenapa lu bohong sam
Mereka menyembunyikan badannya di balik pintu. Sesekali kepala Anna menengok kea rah dalam. Sayang sekali lelaki itu memakai jaket hoodie dan kepalanya memakai upluk dari hoodie tersebut. Posisinya juga membelakangi lagi. Memancing rasa penasaran Anna lebih jauh. Ia pun merasa familiar dengan tubuh tegap lelaki yang bersama tantenya. Dengan mata memicing, Anna melihat punggung Si lelaki itu.“Mas, buka dong jaketnya!” rengek Kamila.“Aku tidak mau kalau sampai ada yang melihatku,” ucapnya pelan.“Ini ruangan pribadi, Mas. Mana ada yang lihat.”“Kalau begitu, tutup rapat pintunya.”“Oh iya, lupa.”Percakapan Kamila dengan lelakinya sama sekali tak tertangkap gendang telinga Anna. Karena Kamila berjalan menuju pintu, Anna dan Devi secepat kilat menjauh dari ruangan tersebut. Pintu ruangan pun tertutup rapat.“Yah, gagal deh mau lihat siapa yang bersama tante,” keluh Anna.Mereka memutuskan untuk memilih meja dan segera memesan makanan. “Eh, kamu penasaran banget ya dengan cowo
Setelah lima menit, Anna sadarkan diri. Devi segera memberikannya minum air putih.“Ann, gimana keadaanmu? Apa yang kamu rasakan?”“Aku hanya pusing.”“Ann ….”“Ya, Dev. Papa aku masih di ruang itu?”Devi mengangguk pelan. “Apa kamu akan mendatanginya?”“Beri aku kekuatan, Dev,” pinta Anna memegang tangan sahabatnya.“Kamu butuh amunisi dulu,” ucap Lia tiba-tiba muncul dengan nampan berisi makanan.“Iya, Ann. Kamu harus makan dulu. Biar pulih.”“Sekalian, kamu juga Dek. Makan yang banyak biar ada energi untuk bantu temannya,” ujar Lia kepada Devi.“Terima kasih, tante.”“Sama-sama.”Sebenarnya tak ada selera untuk makan apapun, tetapi benar apa yang dikatakan Lia, Anna perlu amunisi. Ia memaksa dirinya untuk melahap makanan yang sudah tersaji. Setiap suapnya begitu sulit melalui kerongkongan. Berkali-kali ia tenggelamkan dengan air minum. Dirasa sudah cukup, Anna lekas mengakhiri makan siangnya.“Tante jadi berapa?”“Ya ampun, Dek. Ini gratis. Kenapa juga kamu harus baya
“Bu, ada hal penting apa sampai aku harus cepat pulang?” tanya Kamila sesampainya di rumah.“Kakakmu sudah menunggu di ruang tengah,” terang Mira, ibunya Kamila.“Kak Naya?”“Ya.”Dia tahu aku di Jakarta. Dia mau apa, ya? Tanyanya dalam hati.“Hallo, apa kabar Kak?” sapa Kamila seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman, tetapi Kanaya mengabaikan. Ia pun menarik kembali ulurannya.“Buruk,” sahut Kanaya ketus setelah persekian detik.“Kakak ada perlu sama aku?” “Duduklah!”Kamila duduk tak jauh dari kakaknya. “Bicaralah!”“Berhentilah menggoda Elang!” ucap Kanaya dengan menatap tajam Kamila.Jleb! Bak busur panah yang melesat tanpa aba-aba. Kamila langsung terhenyak. Sungguh tidak mengira kalau Kanaya sudah mengetahuinya. “Maksud Kak Naya apa? Aku enggak ngerti.”Aku juga ingin rasanya dari awal bilang sama kamu, kalau Elang suka bermain denganku. Agar rumah tanggamu yang harmonis hancur lebur, tetapi Elang selalu mewanti-wanti jangan sampai Kanaya tahu. Kamila berkata
Dalam waktu yang sama, Kanaya tengah mondar-mandir dalam kamarnya. Ia sedang mempersiapkan diri untuk berbicara kepada Elang. Ia berusaha menguatkan dirinya agar nanti tidak keluar air mata di depan suami pengkhianat. Ia juga memikirkan bagaimana caranya agar tidak ketahuan Anna dan Alya. Karena sekuat apapun menahan diri, kemungkinan besar keributan akan terjadi.Apa aku ajak Elang bicara di kamar mandi saja? Atau aku nyalakan musik saja agar tersamarkan bila ribut nanti. Hati Kanaya bicara.Perasaan gugup, panik dan marah bercampur jadi satu. Banyak berpikir membuat Kanaya kehausan. Ia gegas keluar kamar dan menuruni anak tangga untuk mengambil air minum dingin di lemari es lantai bawah. Saat melewati ruang TV, ia hanya mendapati Alya yang sedang asik menikmati donat gigit demi gigitan.“Al, kak Anna mana?” tanya Kanaya menghampiri.“Kak Anna mungkin sama papa. Tadi di sini. Aku habis ngambil donat di mobil,” terangnya sambil menggigit donat toping coklat.“Oh, papa sudah pulan
Kanaya langsung menyusul Anna. Ia sangat khawatir dengan keadaan anaknya yang tengah kecewa berat. Satu ketukan, dua ketukan dan pintu pun dibuka setelah tiga ketukan.“Mah,” lirih Anna. Ia langsung menghambur ke pelukan Kanaya.“Mah, Kakak kenapa?” tanya Alya penasaran.“Sayang, lebih baik kamu masuk kamar. Ini sudah malam. Nanti kalau Kak Anna sudah merasa baikan, pasti dia akan cerita sama Alya.”“Ok, Mah. Aku kasih waktu buat Kakak. Awas ya, ntar kalau enggak cerita!”“Iya,” sahut Anna pelan.“Hah! Mama juga kayak yang habis nangis. Kok kompakan dengan Kak Anna. Ih kalian ada apa, sih?” Alya penasaran.“Nanti Mama juga akan cerita. Beri kami waktu dulu, Sayang.”“Ya. Kalau begitu aku masu bobo dulu. Bye Mah,” pamit Alya.Untunglah Alya tidak memaksa, ia pun langsung menuju kamarnya. Namun saat hendak masuk kamar, ia melihat papanya basah kuyup.“Eh Papa,” tegur Alya.“Iya, Sayang. Belum tidur?”“Ini baru mau masuk kamar. Papa kenapa malam-malam malah main air?” alis pe
Malam semakin larut. Usai menenangkan Anna yang terguncang, Kanaya hanya duduk sendiri di ruang tengah. Ia menatap foto keluarga dengan bingkai besar yang bertengger di dinding. Senyuman di foto itu seakan tidak pernah pudar. Nyatanya bukan hanya pudar, tetapi terampas.Slide kenangan keromantisan Elang malah terus berputar di kepala Kanaya.Saat hari mendung Elang berkata, ‘Ay … tahukah pagi ini sinar mentari malu-malu untuk menampakkan diri? Itu karena kamu lebih bersinar darinya.’Saat hari anniversary ke 15 tahun Elang berkata, ‘Ay … bilangan tahun yang kita lalui bersama, mengajariku satu hal. Bahwa tak ada yang lebih baik, tulus dan berharga selain dirimu.’Saat malam hari Elang berkata, ‘Ay … aku sudah mengantuk dan mau tidur, tetapi kepikiran kamu terus. Semoga pas bangun nanti tidak lagi.’ Pagi pun tiba. Ia berkata lagi, ‘Ay … ternyata sama saja. Saat bangun aku juga masih kepikiran kamu terus.’Saat mengajak menghadiri acara kantor Elang berkata, ‘Ay … suatu kebanggaan kamu
Kanaya masih menghitung mundur, 94, 93, 92, ….“Ay, apa yang kamu lakukan?”Tiba-tiba saja Elang datang. “Diam kamu!” bentak Kanaya.“Mas, tolong!” teriak Kamila dengan megap-megap.“Ay, kalau dia mati kamu bisa dipenjara?”“Haha … tidak akan,” seringai Kanaya. “Aku bisa menghapus rekaman CCTV. Toh tak ada yang lihat juga, kecuali kamu. Anggap saja ini kecelakaan,” tukasnya lalu.“Ay, ta-tapi apa kamu tega? Dia itu adikmu, lho.”“Haha … kenapa harus? Dia saja tidak peduli dengan perasaanku.”“Ay, apa boleh aku menolongnya sebagai rasa kemanusiaan saja?”“Silahkan, tapi sekarang juga ceraikan aku!”Kanaya melenggang pergi meninggalkan Kamila yang tengah berjuang untuk hidup. Sekilas Elang menoleh kepada selingkuhannya yang memohon.“Mas … to-long,” ucapnya sebelum kepala masuk air kembali.Rupanya Elang tak lebih dari seorang pengecut. Ia hanya bisa melihat iba tanpa berani menyelamatkan. Gertakan cerai Kanaya baginya lebih menakutkan dari pada melihat mayat mengambang di k