Dekorasi dan katering serta susunan acara sudah tertata sesuai harapan. Akhirnya akad nikah di adakan di taman hotel, sesuai keinginan Diana.
Diana sudah siap dengan gaun kebaya modern yang didesain oleh desainer kondang. Seirama dengan warna setelan jas putih yang dikenakan Arjun. Tema Nirwana dengan glamor serba putih. Demikian juga tamu undangan diminta mengenakan warna putih.
Aku mengenakan setelan celana blezer lengan panjang warna putih. Kini aku berada di tengah-tengah acara pernikahan Arjun bukan karena pekerjaan, melainkan aku datang sebagai istri yang sedang mengandung anaknya. Rasa sakit dan cemburu tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bahkan aku takut tidak bisa mengendalikan diri dan akhirnya pingsan lagi. Bila itu terjadi semua orang akan mengenali siapa aku?
Acara belum di mulai karena penghulu belum datang. Arjun tampak gelisah, dia mondar-mandir menjauh dari orang-orang. Sedang Reza hanya tertegun dan sebentar-sebentar menatap layar
Aku melangkah mundur dan terus mundur sambil membawa beban di dada yang semakin berat dan membuat sesak bernapas. Kepalaku pun mendadak berat dan berputar-putar. Akhirnya aku pun roboh, untung saja Ivan berlari menangkap tubuhku, dia berdiri tak jauh dariku. "Mayang!" panggilnya lirih. Aku masih bisa mendengarnya meskipun samar-samar. "Ada apa, Ivan?" tanya Reza saat Ivan berlalu di depan Reza sambil membopong aku. "Dia pingsan, dia sedang kecapekan saja, Pak Presdir," jawab Ivan. Aku merasa Ivan berjalan begitu jauh, ternyata dia membawa aku ke asramaku. Tubuhku lemah tak berdaya, aku bukan saja kehilangan tenagaku tapi juga akalku. Sempat putus asa ingin mati saja rasanya. Beban ini terlalu berat untuk kutanggung sendiri. "Kenapa aku tidak mati saja," gumamku lirih. "Kamu sudah sadar, Zhee? Apa yang terjadi? Kamu harus kuat demi bayimu, Zhee!" ujar Ivan memberi semangat. "Hilang sudah kesempatanku untuk bersatu dengan
"Keluarga pasien!" teriak perawat memanggil. "Iya saya, Sus!" "Silakan masuk, dokter menunggu di dalam?" ujar perawat. Aku melihat Reza mengikuti perawat masuk. Dengan menahan perasaan gugup aku masih berpura-pura pingsan. Rasa malu karena tingkah kekanakanku membuatku enggan membuka mata. "Bagaimana keadaan istri saya. Dok?" tanya Reza. "Dia stres. Sepertinya dia lemah karena dia tidak makan dan kurang tidur," kata dokter. "Bagaimana bayinya, Dok?" tanya Reza lagi. "Bayinya sehat, ini detak jantungnya," kata dokter sambil memainkan alat USG. "Ini bayinya, Pak," katanya sambil menunjukkan di gambar. "Tolong dijaga makan dan pola tidurnya!" pesan dokter. "Jangan sampai dia stres!" lanjutnya. "Baik, Dokter. Saya akan menjaganya dengan segenap jiwa saya," jawab Reza. "Harus itu, apalagi kandungannya sangat lemah." "Kenapa dia belum sadar juga, Dokter?" tanya Reza khawatir. "Tunggu saja!"
Tim kita sedang membahas persiapan pernikahan artis yang akan dilaksanakan di hotel. Tiba-tiba Arjun datang dan berdiri di tengah-tengah kita."Wah kita kehadiran pengantin baru," canda Rodeo."Iya aroma pengantinnya masih tercium lo ...," sahut yang lain."Semoga lekas dapat momongan ya, Pak Arjun!" sahut yang lain.Terima kasih," jawab Arjun tersenyum tipis.Aku menunduk sedih, menahan rasa sakit dan cemburu yang menyayat hati, sangat perih. Ini rasa sakit yang sulit kuungkapkan, hanya dengan melihat wajahnya rasa sakit itu semakin menusuk."Kami minta maaf bila dalam penyelenggaran pesta kala itu ada kekurangannya, Pak Arjun!" ucap Pak Rodeo."Tidak ada kok, sempurna. Makanya pagi ini saya datang untuk mengucapkan terima kasih atas kerjasamanya yang bagus dan sangat membanggakan," ungkap Arjun."Terima kasih, Pak!" sahut Pak Rodeo."Sebagai rasa terima kasih saya akan mengajak kalian semua untuk makan malam bersama. K
"Pak Presdir, Nona Mayang sudah datang," kata sekretaris kepada Reza. "Baik," sahut Reza masih mentelengi laptopnya. Aku sudah berdiri di depannya tapi Reza dengan angkuhnya masih berkutat di laptopnya. "Duduklah, Mayang!" perintahnya lembut. "Terima kasih," jawabku sopan. Dalam hatiku tertawa, kenapa hubungan kami berubah seperti ini? Seperti orang asing, menjaga jarak, menjaga komunikasi ... mampukah aku? Reza yang selalu genit, usil dan romantis kini dingin, apakah dia juga terluka karena aku? Aku harus tetap sabar menunggu dia yang sedang mengujiku. Rasa jenuh dan bosan membuatku mengantuk yang sulit kutahan. Apalagi dinginnya AC terasa menusuk hingga ke tulang. Perlahan kubuka mataku, betapa terkejutnya aku ternyata sedang tertidur di ruang kerja Mas Reza. Kenapa aku tidak terasa saat dipindah ke sofa? Aku meraba tubuhku yang berselimut jas Mas Reza. Pasti dia membopongku pindah ke sini. Aku tidak sadar ternyata kepalaku berbantal
Aku menyesal datang di acara makan malam yang diadakan oleh Arjun. Kalau tahu ternyata harus melihat kemesraan mereka berdua mending aku bersama Reza. Terpaksa aku pun segera mengambil tempat duduk di samping Diah. "Silakan nikmati makan malam kalian, makan sampai puas ya!" kata Arjun mempersilahkan. "Semoga langgeng sampai kakek nenek, Nyonya!" kata Rodeo tiba-tiba mendoakan. "Dan semoga segera diberi momongan," sahut Diah. "Dan makin sukses tentunya, kesuksesan seorang suami karena ada wanita hebat di belakangnya," sahut Andika karyawan yang lain. "Terima kasih semua atas doanya," jawab Diana. "Terima kasih juga atas kerja keras kalian sehingga acara kami sukses!" sahut Arjun. "Saatnya kita bersenang-senang!" lanjut Arjun berteriak senang. "Horeee ...!" dibarengi dengan tepuk tangan yang meriah. Bagaimana bisa aku berada di suasana seperti ini? Kebahagiaan Arjun adalah tangisku. Bisa-bisanya dengan mudah dia m
Kalau aku sudah berniat datang ke rumah ini lagi secara otomatis aku siap melayani Reza. Saat kaki ini melangkah masuk ke kamar Reza kenapa yang muncul dibayanganku adalah Arjun? Aku pernah melakukannya bersama Arjun di kamar ini dengan nafsuku yang bergelora dan meledak-ledak. Ini kamar Reza, aku pun pernah melakukannya bersamanya, tapi kenapa justru yang terlintas bayangan Arjun yang dengan hot mencumbuku. Sontak tubuhku menggigil panas dingin mengingatnya. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Zhee?" bisik Reza lirih di telingaku. Aku hanya menunduk sedih, aku benci dengan perasaanku sendiri. Bukankah Arjun dengan tegas mengatakan kalau aku harus kembali kepada Reza. Meskipun itu tidak diucapkannya kepadaku melainkan kepada Ivan tapi telingaku mendengarnya sendiri. "Aku merindukanmu, Zhee," bisik Reza di telingaku. Dari belakang dia memelukku, tangan kekarnya melingkar di dadaku. ""Bagaimana bisa kamu meninggalkan diriku begitu saja? Tahukah kamu betapa
Mata Arjun menatap kamar Reza, aku yakin dia sangat penasaran dengan kata-kata Yuni. Reza pun mengamati ulah Arjun dengan sedikit menggelengkan kepalanya. "Arjun, apa agendaku hari ini?" tanya Reza mengalihkan perhatian Arjun. "Penandatanganan kontrak dengan PT Gemilang, Bos. Tapi waktunya setelah makan siang," ujar Arjun menjelaskan. "O begitu, ya sudah kamu berangkat saja duluan aku agak siangan," kata Reza. "Ya sudah kalau begitu saya akan membawa mobil sendiri, Bos. Nanti ada acara mengantar Diana ke rumah sakit," kata Arjun. "Diana sedang sakit?" tanya Reza singkat. "Tidak, hanya konsultasi ke dokter kandungan," jawabnya. Entah kenapa jawaban ini sangat melukai hatiku. Ada ketakutan kalau Diana hamil dan akhirnya Arjun melupakan aku dan anaknya. "Diana hamil?" tanya Reza terkejut. "Belum tahu, Bos. Tapi dilihat dari ciri-cirinya orang hamil kayaknya iya," jawab Arjun. "Sok tahu ciri-ciri orang hamil
Aku yang terdorong ke belakang sontak terhuyung jatuh, tapi dengan sigap tangan Arjun menarik dengan kuat, sehingga tubuhku terpelanting ke dalam pelukannya. Aku menikmati dada bidang dengan aroma tubuhnya yang khas. Kedua tanganku yang melingkar di pinggangnya, tak sengaja meremas jasnya. Arjun pun seolah menikmati aroma tubuku dan rambutku. "Parfum rambutmu, aroma tubuhmu, ini Zhee banget," bisiknya di telingaku. "Mayang, siapa kamu sebenarnya?" lanjutnya masih berbisik. Aku mendongak menatapnya, mata kami saling beradu, hatiku berdebar-debar tak karuan. Aku yakin Arjun bisa mendengarkannya. Karena aku pun bisa mendengar detak jantung Arjun. Apakah Arjun mengenaliku? Tidak mungkin ada debaran di jantungnya bila tidak mengenal aku. "Tidak mungkin kamu bisa menjauh dariku, Mayang alias Zhee Amalia," bisiknya menggoda. "Apa sih? Aku tidak tahu anda bilang apa?" hardikku. "Mayang!" panggil Ivan berteriak. "Ivan," jawa