Anin yang awalnya ragu kini mengangguk pelan sebagai jawaban. Jahat rasanya jika hanya Ares saja yang memperjuangkan dirinya ini. Sedangkan ia justru selalu lari dari semua masalah.Melihat jawaban Anin membuat Ares tersenyum manis. Pria itu bahkan langsung menarik tubuh Anin untuk dipeluknya kembali dengan erat.“Makasih sayang. Kita berjuang sama-sama cari restu Ibu, ya,” gumam Ares, menitikan air matanya sedikit.Anin yang sadar akan perubahan suara milik Ares langsung melepaskan pelukannya itu dan melihat wajah sang kekasih. “Kamu nangis, hm?”Ares justru tersenyum manis ketika Anin tampak mengkhawatirkan dirinya ini. Anin bahkan kini mengusapi bawah mata milik Ares yang terdapat genangan air mata.“Kamu udah makan?” tanya Anin, penuh perhatian.Ares menggelengkan kepala sebagai jawaban. “Belum,” jawabnya dengan suara serak.“Makan dulu gih,” ujar Anin, memaksa.“Sama kamu.”Melihat sikap manja Ares membuat Anin mengulum senyum. Apalagi pria yang kelihatan galak dan tegas itu kini
Pagi ini Ares akan membawa Anin kembali ke Jakarta setelah semalam sudah berdiskusi panjang soal hubungannya ke depan.“Mas enggak mau di sini dulu buat liburan berdua?” Mawar merasa sedih karena harus ditinggal Ares—sumber keuangan dirinya jika menginginkan sesuatu.“Mas kudu kembali soalnya harus kerja. Biaya nikah itu soalnya mahal,” balas Ares, sarkas.“Cih! Duitnya banyak juga!” sela Mawar, mendengkus sebal.Melihat perdebatan Ares dengan Mawar membuat Anin hanya tersenyum tipis saja. Entah kenapa interaksi keduanya seperti kakak adik bagi Anin.Bahkan Mawar tidak segan-segan akan bersikap manja kepada Ares di depannya. Contoh saja sekarang ini. Mawar begitu manja meminta dibuatkan sarapan roti kepada Ares. Padahal Mawar sendiri harus melayani suaminya itu.“Nih roti-nya,” kata Ares, memberikan roti tawar yang sudah Ares olesi dengan selai cokelat untuk Mawar.“Makasih banyak, Mas!” balas Mawar, tersenyum riang.Ares bahkan membuatkan roti untuk Anin juga. Sungguh yang menjadi sa
Malam ini tepat pukul tujuh malam baik Ares dan Anin sama-sama sudah siap menghadiri acara jumpa pers di salah satu tempat yang sudah disiapkan oleh Bayu. Malam ini Anin menggunakan dress selutut dengan motif blink-blink hingga jika terkena sinar lampu akan menyala.Sedangkan untuk Ares sendiri menggunakan kemeja putih yang dibalut dengan jas hitam. Penampilan formal setiap harinya yang Ares kenakan jika ingin pergi ke kantor.Melihat suasana sudah ramai, baik Ares dan Anin memilih duduk untuk menjawab apapun pertanyaan yang akan dilontarkan oleh para pemburu berita.“Selamat malam untuk semua yang sudah hadir di sini. Terima kasih atas waktu kalian semua.” Ares mencoba membuka acara ini dengan sedikit sapaan. “Kita langsung saja ke topik utama apa yang mau saya sampaikan malam ini. Yang pertama soal berita di luar itu bohong adanya. Saya tidak atau bukan menjadi selingkuhan dari Anindya. Saya mengenal Anin setelah hubungan dengan Rayyan berakhir. Dan, untuk status hubungan saya denga
Anin merasakan jika hidungnya mencium aroma masakan yang sangat begitu sedap. Perempuan itu tersenyum manis ketika tahu jika Ares tengah memasak di dapur. Lagipula jika bukan Ares siapa lagi yang melakukan kegiatan memasak.Meski masih merasa lelah dan mengantuk, Anin merasa tidak enak jika harus bangun siang. Terpaksa Anin mulai bangun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju ke dalam kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat gigi.Setelah selesai melakukan itu, Anin mencepol rambut panjangnya ke atas hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang putih bersih namun ada beberapa tanda ciuman di sana akibat ulah Ares semalam. Anin pikir kalau Ares itu alim dan tidak akan melakukan hal ini, tapi ternyata Ares sama saja seperti pria pada umumnya. Sangat beringas dan suka mencium.Ketika sudah keluar kamar, Anin mendengar suara obrolan dua pria di dapur. Tampaknya sangat serius jika diperhatikan.“Pokoknya kamu urus semua itu, Bay,” titah Ares, sibuk membolak-balik nasi di atas wajan.“Ta
Anin yang merasa lebih muda dan memang berniat ingin meminta restu dari ibu-nya Ares mencoba menyapa terlebih dahulu.“Halo, Tante,” sapa Anin, ramah.“Kamu bawa perempuan murahan ini ke rumah, Res?!” murka Sekar, tidak suka melihat Ares membawa Anin ke rumahnya. “Ibu enggak suka dia ke sini, Res! Gara-gara dia privasi keluarga kita jadi tidak ada!” serunya begitu lantang.“Bu, tenang dulu. Lagipula kedatangan Ares dan Anin ke sini dengan maksud dan itikad baik,” lerai Ares, mencoba menenangkan Sekar yang sudah mencak-mencak karena emosi melihat wajah Anin.“Halah itikad baik apa?! Dia ke sini pasti ingin membawa kesialan saja!” maki Sekar di depan Anin secara langsung. “Saya mohon tinggalkan anak saya! Cari saja pria lain sana! Dasar perempuan murahan!” semprot Sekar begitu pedas.“Bu, Ibu, sudah. Malu sama tetangga kalau sampai mereka dengar ribut-ribut.” Ares mencoba tetap lembut dengan Ibu-nya yang memang keras kepala itu.“Ibu enggak bisa tenang kalau dia masih di sini, Res!” sah
Anin melepaskan genggaman tangan miliknya dengan kasar. Anin menatap Ares dengan pandangan menahan kesal.“Kenapa kamu menarikku keluar dari sana? Aku bahkan belum memulainya, Ares!” geram Anin, merasa selalu dilindungi oleh Ares. Padahal ia ingin membuktikan jika dirinya pantas mendapatkan Ares di depan Sekar.“Kamu lihat sendiri kalau emosi Ibu sedang meledak-ledak, Anindya.”“Tapi justru ini kesempatan aku buat menenangkan Ibu.”“Ibu kalau sudah emosi sulit sekali diredakan. Kita bisa mencobanya lagi nanti lain kali.”Anin masih merasa marah. Apalagi setiap dirinya ingin bertindak selalu dilindungi oleh Ares. Anin kurang leluasa jika seperti ini. Biarlah nanti ia akan menemui Ibu sendirian tanpa adanya Ares.Terlebih tindakan Ares barusan benar-benar di luar ekspetasinya. Ares mengakui jika kehamilan dirinya ini akibat ulahnya. Jika Ibu tahu semua ini hanya kebohongan semata, sudah pasti Ibu akan semakin membenci-nya.“Lain kali jangan terlalu melindungiku, Res,” ucap Anin, masih k
Di dalam mobil tentu saja Ares merasa ketar-ketir sendiri karena menunggu Anin yang terlalu lama di dalam sana.Sudah beberapa kali Ares menghela napasnya dengan kasar dan mendecak kesal ketika melihat arlojinya ini.“Mereka sedang apa, sih!” gerutu Ares, kesal sendiri menunggu Anin di dalam mobil. “Awas saja kalau mereka menyakiti Anin-ku!” lanjutnya tidak main-main.Tak bisa tenang membuat Ares mengambil ponsel miliknya yang berada di saku jas. Ares menatap nomor milik Anin. Rasanya ingin menelepon tetapi Anin sudah mewanti-wanti untuk tidak usah menghubungi selama Anin berada di dalam sana.Tidak mau membuat Anin kecewa, Ares terpaksa menuruti keinginannya itu meski di dalam hati sangat gusar.“Huft! Kamu memang paling bisa membuatku kacau Anindya!” geram Ares, mencengkeram setir mobil.Sampai akhirnya selang beberapa menit datang mobil BMW hitam yang masuk ke dalam halaman rumah milik Regas. Hal ini tentu saja menyita perhatian dari Ares yang sedang resah.Dari jarak jauh, Ares me
Saat sudah berada di dalam kamarnya, Anin justru memikirkan soal aset milik Ares. Bagaimana kalau tidak berfungsi ke depannya. Anin yang membayangkan hal ini saja rasanya seperti frustrasi sendiri. Tidak bisa terbayangkan bagaimana sedihnya Ares nanti.Ketika sedang melamun, Anin mendengar pintu lift terbuka. Anin menebak kalau itu Bayu yang datang.Awalnya Anin mencoba bersikap masa bodoh. Akan tetapi hati kecilnya penasaran apa yang akan Bayu lakukan untuk mengobati sakitnya Ares itu..Terpaksa Anin segera pergi keluar kamar untuk memastikan. Ternyata ketika sudah keluar kamar, sepi tidak ada siapa-siapa. Anin melirik ke arah pintu kamar milik Ares yang tertutup rapat.“Aaaahhh! Pelan-pelan!” protes Ares, kesal.Mendengar suara jeritan Ares membuat Anin semakin penasaran apa yang Bayu lakukan sampai-sampai Ares menjerit kesakitan.“Ares pasti normal, ‘kan?” gumam Anin, mulai berpikiran kotor. “Mereka lagi apa, sih!” geramnya mulai emosi.Tidak bisa tenang membuat Anin mencari ide ag