Sorak-sorai mewarnai sore para staf Never Webtoon. Beberapa editor serta komikus lain saling memberiku ucapan selamat atas prestasi yang telah ku torehkan. Bahkan Seo Jin tak henti-hentinya memberiku ucapan selamat. Aku tak tahu mengapa ia lebih antusias dari pada aku sendiri. Memang benar tujuan hidupku satu persatu mulai mampu ku raih. Salah satunya dengan keberhasilanku di dunia Webtoon ini.
“Selamat Ji Won ... kami turut bangga padamu!” ucap salah satu rekan sesama pembuat komik di perusahaan kami.
“Ehem ...” suara deheman dari atasan kami membuat formasi kerumunan yang kami bentuk kini kocar-kacir. Kami kembali ke tempat kerja kami masing-masing setelah Pak Kwon menegur kami dengan suara indahnya.
“Pulang kerja nanti saya akan mentraktir kalian sebagai ucapan selamat untuk Nona Kang Ji Won!” Pak Kwon kemudian beranjak menuju ruangannya setalah membagikan kabar gembira pada kami. Jarang dan hampir tak pernah seorang Kwon Yu Bin akan mentraktir kami makan malam. Jangankan mentraktir, tersenyum pada kami saja tak pernah ia lakukan.
Undangan makan malam gratis bagi karyawan Never Webtoon bak Oase di padang pasir, juga bagai sumber air panas ketika turun salju. Kami tak akan menolak Rejeki langka dan berisiko tak akan pernah terjadi kembali.
Tepat pukul delapan malam kami menuju salah satu restoran Bulgogi terbaik di Incheon. Pada jam-jam seperti saat ini, biasanya yang kami lakukan hannyalah mengejar naskah dan saling bekerja sama. Lembur menjadi hal umum yang sering kami lakukan. Kadang kala aku tak pulang ke rumah dan memutuskan lembur hingga pagi berikutnya.
Seo Jin mengajakku untuk ikut bersamanya dengan menggunakan mobilnya. Karena kedekatan ku dengan Seo Jin, orang mengira kami adalah saudara. Kadang bila kami berdua sedang berdebat, mungkin orang lain mengira kami berdua adalah musuh.
Tak lama kami berdua tiba di restoran Bulgogi yang Pak Kwon tunjuk untuk makan malam bersama. Ketika kami berdua masuk ke dalam restoran tersebut, beberapa karyawan Never Webtoon lain telah asyik mengobrol. Sepertinya kami berdua sedikit terlambat.
“Maaf kami telat,” ucap Seo Jin pada karyawan lainnya.
Mereka saling menatap satu sama lain. Mungkin kan mereka marah padaku dan Seo Jin yang terlambat datang? Aku merasa tak enak hati pada semua yang hadir di restoran ini.
“Kalian ini bicara apa? Ini kan acara yang Pak Kwon buatkan khusus untuk Ji Won, sedangkan Pak Kwon sendiri belum terlihat menampakkan dirinya!” jelas salah seorang editor lain.
Ah mungkin aku terlalu berharap banyak, mungkin Pak Kwon hanya mentraktir kami saja. Sedangkan beliau pasti enggan untuk bergabung bersama kami yang notabenenya anak buahnya. Pak Kwon adalah pria perfeksionis mana mungkin ia akan bersusah payah menghadiri acara menggelikan ini.
Salah seorang teman kami menyarankan aku dan Seo Jin agar memesan minuman, sedangkan yang lain sudah berperang dengan irisan daging sapi di atas salah satu panggangan. Tak bisa dipungkiri perutku meronta-ronta karena mencium aroma barbeque ala Korea yang asapnya menguar menusuk hidungku. Bulgogi memang salah satu makanan favorit yang cocok di sajikan saat cuaca dingin seperti saat ini. Dan Bulgogi takkan lengkap bila tak ditemani soju, arak khas Korea.
“ Maaf aku sedikit terlambat,” ucap seorang lelaki yang baru saja datang lalu bergabung bersama kami dengan mengambil tempat duduk di sampingku. Semua orang yang hadir begitu terperanjat mengetahui kepala editor meluangkan waktu berharga pada kami.
“Pak Kwon, aku kira Bapak tak hadir!” tegur Seo Jin pada lelaki yang kini duduk di sampingku. Tatapan matanya masih sama seperti biasanya, begitu dingin dan dalam. Aku rasa mungkin dia pernah hidup di Antartika karena tak pandai bersosialisasi.
Tanpa senyum dan reaksi apa pun, Pak Kwon tetap bergeming di tempat duduknya. Untuk sesaat ia menuangkan sebotol Soju pada seloki di depannya. Aku tak menyangka bila lelaki pendiam itu terbiasa minum. Bahkan mataku sempat terbelalak ketika ia meminum soju miliknya pada gelas ke tiga. Apa ia tak takut mabuk? Bukankah ia harus berkendara ketika pulang nanti?
“Cukup Pak, acara kita ‘kan makan malam bukan minum bersama!” sindir ku pada Kwon Yu Bin ketika ia ingin menuangkan Sojunya untuk ke empat kali.
“Aku sampai lupa mengucapkan sepatah kata, aku mengundang kalian untuk makan malam bersama karena ingin merayakan keberhasilan Ji Won!” kata Yu Bin mengawali sambutannya.
Seluruh karyawan yang hadir pada acara tersebut saling melemparkan senyum mereka untuk Ji Won. Karena sangat girang, mereka tak ubahnya seorang teman yang sedang merayakan ulang tahun temannya.
Aku pun tak kuasa untuk tak menumpahkan air mataku pada rekan kerjaku, tanpa bantuan dari mereka aku bukanlah Ji Won yang mampu duduk di tempat ini. Ji Won yang masih tersesat dalam arah dan tujuan. Dan tanpa mereka lah aku tak kan mampu mengubah kehidupan ku.
Seo Jin kembali memelukku karena melihat aku mulai merebahkan air mataku. Aku sangat tersentuh atas perlakuan Seo Jin padaku. Namun, aku tak ingin momen bahagia ini diwarnai oleh air mata. Oleh karena itu, aku menyarankan semua orang untuk menyantap makanan yang telah dihidangkan. Momen suka cita ini tak boleh dibumbui oleh perasaan haru biru.
Waktu terus berlalu, tak terasa waktu yang kami habiskan untuk santap malam dan saling mengobrol menghabiskan kurang lebih 2 jam. Jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku menunjukkan pukul 22.30 waktu Incheon. Sudah cukup malam dan kami memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Bahkan para lelaki hampir mabuk sepenuhnya.
Aku dan Seo Jin berjalan bersama keluar restoran Bulgogi tersebut. Aku memang sengaja menyuruh Seo Jin agar tak minum terlalu banyak, karena mampu mengganggu perjalanan pulang kami nanti.
Ku lihat Min You Ri, salah satu teman kami berjalan sempoyongan karena terlalu banyak meminum minuman beralkohol. Mungkin gadis itu tak berpikir panjang apa akibat bila terlalu banyak minum. Begini lah akibatnya, ia tak mampu pulang sendiri. Dan akhirnya, Seo Jin mengajaknya pulang bersama, karena tujuan arah pulang kita sama.
“Mau pulang bersamaku Ji Won-ah?” tanya seorang lelaki dari belakang tempatku berdiri. Aku menoleh, ku lihat Pak Kwon turun dari mobilnya.
“Maaf Pak, nanti merepotkan Anda! Lagi pula rumah kita berlawanan arah bukan?”
“Oh ... tak apa bila kau tak mau,” Yu Bin terlihat kecewa atas penolakan yang aku berikan padanya. Aku sedikit tak enak hati, namun apa mau dikata aku tak ingin merepotkan beliau.
Sedari tadi Seo Jin menatap ku meski ia sedang mengemudikan mobilnya. Berkali-kali aku mengingatkan agar dia berkonsentrasi dalam mengemudi. Namun wanita itu tak mau mendengarkan aku. Matanya menelisik ujung rambutku hingga kaki.
“Sejak kapan hubungan kalian sedekat ini?
“Maksudmu apa Eonni?”
“Ji Won-ah? Dan kalian menggunakan bahasa Banmal?” selidik Seo Jin dengan tatapan tajamnya.
“Aku ... “ Ku akui Yu Bin akhir-akhir ini jarang memakai bahasa Jondaemal padaku. Dan aku pun membalasnya dengan bahasa Banmal juga.
Seperti hakekatnya, sesuatu yang telah berakhir pasti telah selesai. Begitu pula penantian panjangku selama kurang lebih dua puluh tahun selama ini. Bukan perkara mudah menjadi seorang yang selalu menunggu datangnya musim salju yang turun. Kini bukan hanya musim salju yang telah berakhir, namun sebuah musim yang menghangatkan datang memeluk ragaku. Iya, musim semi.Bunga-bunga kini mulai tumbuh seiring berjalannya waktu. Cherry blossom yang awalnya meranggas karena musim gugur kini mulai menampakkan wujud indahnya. Bahkan seperti Azalea yang beberapa hari gersang kini mulai tumbuh daun-daun kecil serta kuncupnya.Kota Incheon yang awalnya terasa dingin menusuk hingga ke rongga tulang, kini berangsur-angsur mulai hangat sehangat mentari pagi, bahkan di beberapa hari ini prakiraan cuaca ku dengar cukup bersahabat dengan kami.Menjadi istri dari seorang CEO Never Webtoon tak membuatku harus bermalas-malasan. Aku masih menjalani aktivitas lamaku yakni menggamb
Aku duduk termenung di sebuah kamar hotel yang sudah ku pesan untuk bermalam selama aku tinggal di negara khatulistiwa ini. Setelah prosesi pemakaman dari seorang yang sangat penting bagiku, salah satu keluarga Abi mengantarkan aku ke hotel ini. Meski ini merupakan kali pertama kami bertemu, namun keluarga Abi sangat baik padaku. Mereka bahkan tak menyangka bahwa sang putra yakni Abi memiliki sahabat di masa lalu ketika mereka tinggal di Incheon.Dengan keras aku menolak permintaan keluarga Abi agar aku tinggal sementara dengan mereka selama aku di Indonesia. Pun sama halnya dengan Diana. Wanita yang belakangan ku ketahui merupakan calon istri Abi tersebut berusaha meminta agar aku tinggal dengannya. Aku tak ingin merepotkan mereka semua. Mereka sudah cukup berduka dan aku tak ingin memperburuk keadaan.Melihat dari ketulusan dan keikhlasan Diana lah hatiku terasa tergerak untuk ingin mengenal lebih jauh dokter wanita tersebut. Ia bahkan rel
Tubuh lemas lelaki itu kini dibawa oleh beberapa petugas kesehatan ke sebuah ruangan khusus. Karena aku tak mengenal tempat dan negara ini, aku hanya mengikuti langkah kaki Diana dan orang-orang yang membawa tubuh lemah Abi. Air mataku tak berhenti bercucuran, entah sudah berapa lama aku tak menangis hingga seperti ini. Aku merasa takut, sangat takut dia pergi meninggalkan aku untuk selama-lamanya.Masih segar dalam ingatanku, belum sampai satu jam saat kami duduk berdua menikmati pemandangan sore hari. Aku sedikit lelah setelah melakukan perjalanan jauh dari Incheon ke kota Jakarta. Lalu aku menyandarkan punggungku ke bangku taman yang masih berada dalam kompleks rumah sakit. Aku menemani Abi menikmati suasana menjelang senja.Mungkin senja ini merupakan senja Pertama dan terakhirku menemani Abi. Tak berapa lama Abi tidak sadarkan diri, aku menjerit-jerit dengan histeris memanggil petugas medis yang berada tak jauh di lokasi kami berada saa
Ku berjalan menelusuri setiap jengkal bangunan tempat Abi dirawat. Perasaanku berkecamuk semenjak aku menginjakkan kakiku di bandara. Perasaan sedih, sesal, kecewa melebur menjadi satu. Aku mengikuti langkah kaki Diana dari belakang. Wanita itu akan membawaku menemui pria malang tersebut. Ku rindu senyum manisnya yang dulu, ku rindu kata-kata manisnya yang dulu.Dari luar jendela kaca ku lihat sosok lelaki yang tengah berbaring tak berdaya. Aku mencoba menguatkan diriku sendiri untuk masuk guna menemui Abi. Diana memohon padaku agar aku tak menangis di hadapan Abi nanti. Bahagia bisa aku tak menangis? Bahkan saat ini juga aku tak mampu menahan air mataku yang jatuh begitu saja.Meningioma adalah penyakit yang diderita Abi. Meski aku tak seberapa paham akan penyakit ini, namun dari penjelasan Diana aku bisa menyimpulkan bahwa Abigail kehilangan Indra penglihatannya disebabkan oleh sel tumor yang menekan syaraf di otaknya. Karena
Sepasang tangan anak manusia masih melingkar erat di pinggangku. Si empunya tangan masih terlelap saat aku membuka mata. Baru kali ini aku melemparkan diri tidur dengan laki-laki dewasa, meski tak terjadi sesuatu padaku namun aku merasa malu. Apalagi saat Yu Bin nanti bangun, apa yang harus aku katakan pada dia? Akankah aku mengatakan bahwa aku nyaman tidur saat ia peluk? Atau kah aku akan berterima kasih padanya karena akhirnya aku bisa tertidur saat perasaanku tak tentu arah.Hah ... sebelum ia bangun, aku harus cepat-cepat meloloskan diri dari rengkuhannya. Aku terlalu malu hingga tak bisa berkata apa-apa saat ia bangun nanti.Aku mencoba melepaskan diri dari kedua lengan pria tersebut, pelan-pelan ku beranjak dari tempat tidurku. Aku ingin segera menuju kamar mandi guna merapikan tampilan ku yang sedikit berantakan. Setelah Kwon Yu Bin mengizinkan aku untuk bertemu dengan Abi, aku berniat untuk segera bersiap-siap dengan ke
Perasaan yang sudah lama ku jaga, kini tak bisa lagi ku bendung. Tembok yang membatasi antara kami berdua, kini seakan runtuh seketika karena digerus oleh gelombang duka.Abi, begitu sapaan ku padanya anak lelaki yang menjadi alasan mengapa aku harus menunggu datangnya salju pertama sedang berjuang melawan penyakitnya. Dan Diana, wanita yang kini berstatus menjadi istrinya memohon padaku agar aku bisa datang untuk menyemangati Abi.Lalu bagaimana caraku agar Kwon Yu Bin mengizinkannya aku? Bagaimanapun juga pria itu kini berhak tahu atas apa yang akan aku lakukan. Bukan hal mudah mengatakan pada direktur ku tersebut, melihat ia saat ini menjabat menjadi kekasihku akan cukup sulit meminta izin darinya.“Oppa apa yang harus Ku lakukan?” tanyaku padaku, saat ini ia memang sengaja mengantar aku pulang. Meski aku bersikeras ingin melanjutkan pekerjaanku di kantor, nyatanya pikiranku entah berpeluang ke mana? Konsentratku terpec
Mengapa jantungku berdebar ketika hendak menemui wanita yang berparas anggun tersebut? Siapa sebenarnya dia? Lalu untuk apa dia berniat menemui ku? Karena tak ingin membuang waktu demi sebuah rasa penasaran, ku putuskan untuk segera menghampiri wanita cantik tersebut. Mataku menelisik ke seluruh penampilannya dari ujung rambut hingga kaki berharap menemukan jawaban siapakah dia?“Annyoeng Haseyo ....”Wanita itu menoleh ke arahku, ratapan matanya tertuju padaku, seolah mengisyaratkan ada hal yang sudah tak sabar ingin ia segera katakan padaku.“Apakah kamu Nona Kang Ji Won?” tanyanya padaku dengan bahasa Korea yang sedikit beda dari aksen kami. Mungkin ia baru saja belajar bahasa Korea sebelum ia tiba di negara ini.“Iya ...” aku menjawab pertanyaan darinya dengan nada se ramah mungkin agar tak menyinggung tamu yang berasal dari jauh ini. Meski aku tak mengenalnya,
Lengkap sudah bukan kebahagiaanku? Bila orang melihatnya pasti akan sangat iri dengan apa yang terjadi padaku. Namun apakah aku merasakan hal berbeda dari biasanya. Malam pertama di rumah Yu Bin tak banyak ku habiskan untuk mengerjakan apa pun. Aku bahkan tak memiliki ide untuk ku tuangkan menjadi sebuah karya. Aku bahkan menyayangkan sikapku, kenapa aku tak memanfaatkan fasilitas yang Yu Bin berikan padaku?Bahkan untuk pergi bekerja seperti pagi ini, aku harus mendapatkan ijin dari pria itu. Ini merupakan kali pertamaku berangkat bekerja diantar oleh kekasihku. Aku masih ingat kalimat yang Kwon Yu Bin katakan padaku sebelum kami memutuskan untuk tidur.“Kini waktunya kita membentuk sebuah hubungan yang didasari oleh AKU dan KAMI yang melebur menjadi KITA,” maksud dari perkataan Yu Bin tersebut mungkin menginginkan aku selalu bersamanya.“Rasanya sedikit aneh, pergi bekerja untuk pertama kalinya bersam
Rona kebahagiaan tak henti-hentinya tergambar dari wajah rupawan milik Kwon Yu Bin. Lelaki pendiam itu kini telah berstatus menjadi pria milik wanita yang tak lain dan tak bukan aku. Pria yang biasanya menampakkan wajah tanpa ekspresi apa-apa, kini semakin tampan dari sudut pandangku.Apalagi ia menyatakan padaku bahwa ia sungguh menyesal meninggalkan aku tanpa kabar apa pun. Kwon Yu Bin mengatakan juga bahwa alasan sebenarnya ia menghilang bukan untuk menghindari aku. Secara kebetulan ada tugas yang harus ia kerjakan bersama ayahnya. Dan mungkin dia akan sering pergi ke sana lagi karena saat ini lelakiku tersebut sudah tak bekerja di Never Webtoon kembali.Untuk masalah menikah, itu hanya ancaman dari Yu Bin saja. Pria tampan dan memesona tersebut masih bersabar dengan niatnya. Ia tak ingin terburu-buru dalam menghadapi aku. Karena sejatinya Yu Bin bukan tipe orang yang tak memedulikan pendapat orang. Ia bahkan menawarkan pada