1. Menuju Sarang Musuh SUV hitam melaju di jalanan sepi menuju vila Lorenzo DeLuca. Adrian duduk di kursi pengemudi dengan tatapan tajam, sementara Elena di sebelahnya memeriksa amunisi. Giovanni DeLuca masih terikat di kursi belakang, sesekali menggerakkan pergelangan tangannya, mencoba mencari celah untuk meloloskan diri. "Seberapa kuat pertahanan vila ayahmu?" tanya Elena tanpa menoleh. Giovanni terkekeh kecil. "Kalian tidak akan keluar hidup-hidup dari sana." Adrian menatapnya sekilas melalui kaca spion. "Kita lihat nanti." Elena menyalakan tablet kecil yang menampilkan peta udara vila DeLuca. "Menurut informasi yang kita dapat, ada dua puluh sampai tiga puluh orang bersenjata di dalam. Kamera pengawas ada di semua sudut, dan sistem keamanannya salah satu yang terbaik." Adrian menggertakkan gigi. "Kita tidak bisa masuk begitu saja. Kita butuh gangguan." Elena tersenyum. "Sudah kupikirkan." Dia mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu. Tak lama kemudian, layar menamp
Menuju Sarang MusuhSUV hitam melaju kencang di jalanan sepi menuju vila Lorenzo DeLuca. Adrian duduk di kursi pengemudi dengan ekspresi tajam dan rahang mengeras, sementara Elena di sebelahnya sibuk memeriksa amunisi senjata mereka. Di kursi belakang, Giovanni DeLuca masih terikat, sesekali menggerakkan pergelangan tangannya, mencari celah untuk meloloskan diri."Seberapa kuat pertahanan vila ayahmu?" tanya Elena tanpa menoleh.Giovanni terkekeh kecil, matanya penuh ejekan. "Kalian takkan keluar hidup-hidup dari sana."Adrian menatapnya sekilas melalui kaca spion. "Kita lihat nanti."Elena menyalakan tablet kecil yang menampilkan peta udara vila DeLuca. "Menurut informasi yang kita dapat, ada dua puluh sampai tiga puluh orang bersenjata di dalam. Kamera pengawas ada di semua sudut, dan sistem keamanannya salah satu yang terbaik."Adrian menggertakkan gigi. "Kita tidak bisa masuk begitu saja. Kita butuh gangguan."Elena tersenyum tipis. "Sudah kupikirkan."Dia mengetik sesuatu di pon
Bayangan masa lalu selalu menghantui mereka, terutama Adrian. Setiap malam, mimpi buruk dari pertempuran yang ia lalui terus datang, seolah ingin menenggelamkannya dalam gelombang kesalahan dan darah yang tak pernah bisa ia hapus.Dalam tidurnya yang gelisah, ia melihat dirinya kembali ke masa lalu.Suara tembakan menggema di lorong sempit, bau mesiu bercampur darah menyengat hidungnya. Di depannya, seorang pria terkapar dengan lubang peluru di dahinya—wajah yang pernah ia kenal, kini kehilangan cahaya kehidupan."Adrian... kenapa kau..."Suara serak itu bergetar, dipenuhi keputusasaan sebelum akhirnya menghilang bersama napas terakhirnya.Adrian terbangun dengan napas memburu, keringat dingin mengalir di pelipisnya.Elena yang tidur di sebelahnya langsung terbangun. "Kau bermimpi lagi?" tanyanya dengan suara serak.Adrian tidak menjawab, hanya memijat pelipisnya. Ia tidak perlu mengiyakan—Elena sudah tahu jawabannya.
Mobil hitam itu melaju di jalanan gelap menuju perbatasan kota. Hanya lampu jalan yang redup dan sesekali sorotan dari kendaraan lain yang menerangi malam. Di dalam mobil, suasana terasa mencekam.Adrian duduk di kursi penumpang depan, kedua matanya terus mengawasi jalan, mencari tanda-tanda bahwa mereka diikuti. Elena di kursi belakang, sibuk dengan laptopnya, mencoba melacak siapa yang mengirim pesan anonim tadi.“Tidak ada jejak digital yang bisa ditelusuri,” gumamnya frustrasi. “Mereka menggunakan jaringan terenkripsi. Ini bukan pekerjaan amatir.”Rico, yang mengemudi, melirik ke kaca spion. “Itu berarti kita berhadapan dengan seseorang yang tahu apa yang mereka lakukan.”Adrian menghela napas. “Dan seseorang yang mengenal kita.”Mereka bertiga saling bertukar pandang. Itu adalah kesimpulan yang tidak ingin mereka akui, tapi terlalu jelas untuk diabaikan.“Elena, coba periksa kembali
Hujan mulai turun, membasahi reruntuhan vila yang telah menjadi kuburan bagi kekuasaan Lorenzo DeLuca. Namun, bagi Adrian, ini bukan akhir—ini hanya awal dari perburuan baru.Dia merobek kertas yang diberikan Matteo dan membiarkannya terjatuh ke tanah, membaur dengan genangan air dan darah. Tatapannya gelap, rahangnya mengeras.“Kita harus keluar dari sini,” kata Rico sambil menoleh ke sekeliling. “Kita mungkin sudah dalam bidikan mereka.”Elena mengangguk. “Aku bisa mencoba melacak Matteo, tapi dia terlalu pintar untuk membiarkan kita menemukannya dengan mudah.”Adrian menarik napas panjang. Dia tahu Matteo tidak akan membiarkan mereka hidup begitu saja. Pria itu adalah bayangan di balik kejayaan Lorenzo, seorang algojo yang selalu beroperasi di belakang layar. Jika Lorenzo adalah kepala mafia, maka Matteo adalah pisau yang selalu siap menebas siapa pun yang menghalangi jalannya.Dan kini, pisau itu diarah
Ketegangan memenuhi gudang yang gelap. Hanya cahaya remang-remang dari lampu darurat yang menerangi ruangan besar itu. Senjata tersusun rapi di rak-rak baja, sementara Matteo berdiri di tengah, dikelilingi oleh anak buahnya yang bersenjata lengkap.Dari balik bayangan, Adrian dan Elena mengamati dengan cermat. Mereka tak bisa gegabah. Satu langkah salah, mereka bisa mati di tempat.“Berapa banyak orang yang kau hitung?” bisik Adrian pada Elena.Elena mengamati sekeliling. “Delapan orang, mungkin lebih. Tapi yang paling berbahaya adalah Matteo.”Adrian menyeringai. “Bagus. Mari kita beri mereka kejutan.”Tanpa ragu, Adrian melempar granat asap ke tengah ruangan.PLOP!BOOM!Asap tebal langsung memenuhi udara. Teriakan panik terdengar dari para penjaga.“Elena, sekarang!” seru Adrian.Elena bergerak cepat, menembak dua orang yang berad
Tembakan terus berdentum di luar gudang. Peluru menghantam dinding kayu dan logam, membuat serpihan beterbangan ke segala arah. Adrian mengintip dari balik meja dan melihat beberapa pria bersenjata lengkap mendekat dengan taktik militer.“Mereka membawa tim profesional,” gumamnya.Rico sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. “Aku butuh waktu lima menit untuk mengakses kamera di sekitar sini. Kita harus tahu jalan keluar.”“Elena, kau ke sisi kanan. Aku akan menahan mereka dari kiri,” perintah Adrian sambil mengisi ulang magazinnya.Elena mengangguk dan berlari ke posisi. Saat dua orang mendekat ke pintu gudang, Adrian melompat keluar dari perlindungan dan melepaskan dua tembakan cepat.DOR! DOR!Dua musuh tumbang.Namun, lebih banyak yang datang. Mereka menyebar, mencoba mengepung.“Elena, lempar granat asap!” teriak Adrian.Elena meraih granat asap dari sabuk
Mereka tiba di sebuah gudang tua di pinggiran kota, tempat persembunyian sementara yang telah disiapkan Rico. Dinding beton retak dan lampu berkedip-kedip, memberikan kesan suram pada tempat itu.Adrian berjalan mondar-mandir dengan wajah tegang. Dia tahu Matteo tak akan berhenti sampai mereka mati.“Kita harus serang duluan,” katanya.Elena duduk di atas peti kayu, membersihkan senjatanya. “Dan ke mana kita akan menyerang?”Rico mengangkat kepala dari laptopnya. “Markas Matteo ada di bawah tanah, tepatnya di bunker tua peninggalan Perang Dunia II. Sistem keamanannya canggih, tapi ada celah.”Adrian mendekat. “Celah apa?”Rico mengetik cepat. “Terowongan pembuangan di bagian barat. Itu jalur keluar darurat mereka, tapi kita bisa masuk dari sana.”Elena menyeringai. “Jadi kita menyelinap seperti hantu?”Adrian menggertakkan gigi. “Tidak. Kita masuk sep
Lokasi: Dunia Transkripsi โ Antara CeritaTiga minggu setelah โpenulisan ulangโ realitas, dunia baru mulai berkembang dengan cepat. Karakter-karakter dari kisah lama menemukan versi baru diri mereka. Beberapa menjadi pahlawan, beberapa memilih damai.Namun malam itu, Elena memimpikan sesuatu yang berbeda.Dalam mimpinya, ada halaman yang tidak pernah ia tulis.Halaman yangโฆ menulis sendiri.โKami berasal dari margin. Dari kesalahan. Dari ide-ide yang dibuang,โ suara itu menggumam dari kegelapan.โDan sekarang, kamu telah membuka cerita. Maka kami juga akan menulis... dengan tinta kami sendiri.โElena terbangun dengan keringat dingin. Di sebelah tempat tidurnya, ada selembar kertas yang tidak ia kenali. Tulisan bergerigi memenuhi halaman itu:โKembalikan Halaman yang Dihapus. Atau kami akan mengambilnya.โโ The ErrataMISTERI "THE ERRATA"Rico menyelidiki bersama tim pelacak naratif. Ia menemukan petunjuk mengejutkan.Di antara arsip โโ yang selamat, ada file gelap. Terkunci. Tapi buka
Lokasi: Perpustakaan Akhir โ Di Luar RealitasSetelah kejadian dengan Oblivion, Solace perlahan mulai menjadi kota yang โhidupโ. Tak ada lagi sistem sempurna, tak ada lagi matahari yang selalu tepat waktu, tapi semua terasa benar. Namun, Elena belum bisa tenang. Di dalam dirinya, muncul mimpi-mimpi anehโฆ tentang lautan tinta, tangan-tangan tak terlihat yang menulis namanya berulang-ulang di langit kosong.Dan suara yang selalu membisik:โKau bukan hanya tokoh cerita. Kau adalah pengingat. Kau adalah kunci.โPada malam ke14 sejak Solace terbebas, terminal โโ aktif sendiri. Ia membuka jalur dimensi baru yang belum pernah muncul sebelumnya.KODE LOKASI: โโ โ LIBER ARCHIVUMStatus: Terlarang. Waktu tidak berjalan di sana.Adrian, Rico, dan Elena memutuskan masuk. Begitu mereka melangkah, mereka tidak menemukan tempat... melainkan kesadaran.PERPUSTAKAAN AKHIRMereka tiba di ruangan tak berdinding. Di mana-mana, hanya rak-rak buku melayang di langit tak berujung. Tak ada gravitasi. Tak ada
Lokasi: Solace โ Kota Pasca-SimulasiUdara pagi di Solace tak lagi terlalu sempurna. Awan kini menggantung tanpa pola, angin bertiup tidak selalu lembut, dan di kejauhan, terdengar suara anak-anak tertawa dengan tangis yang sesekali menyusul.Elena berdiri di tepi atap tertinggi, melihat dunia baru yang tak sepenuhnya utopiaโฆ namun terasa hidup.Adrian berdiri di sampingnya, wajahnya tenang, tapi matanya menyimpan beban ribuan versi dirinya yang kini telah ia biarkan hidup dalam kesadaran.โAku kira ketika semua versi disatukan, semuanya akan kembali damai,โ bisik Adrian. โTapi ternyata... yang lahir malah dunia baru yang tak bisa kuatur.โElena tersenyum samar. โMungkin itu tandanya, dunia ini akhirnya bebas.โGELOMBANG BARUNamun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Dua hari setelah penyatuan dimensi, sistem cuaca Solace tiba-tiba mendeteksi anomali naratif.Hujan turun dalam bentuk fragmen kalimat. Butiran air berubah menjadi potongan kata dan frasa, mengguyur kota:โ...seharusnya
Lokasi: Shadow Layer โ Ruang Narasi SisaHari-hari berjalan. Kota Solace tak lagi sempurna, tapi justru itu membuatnya terasa hidup. Elena dan Rico kini bekerja bersama Adrian, yang perlahan memulihkan dirinya dari koma naratif yang panjang. Namun, mereka semua menyadari satu hal:Dunia ini hanyalah salah satu dari banyak versi yang masih tertinggal dalam lapisan realitas.Dan sesuatu masih belum selesai.ISYARAT PERTAMAPada malam kelima setelah kebangkitan Adrian, Elena mulai bermimpi lagi. Tapi kali ini, tidak seperti mimpi sebelumnya.Ia berada di ruangan gelap, dipenuhi lemari tua yang berisi manuskrip. Satu suara berbicara padanya, datar dan dalam:โSatu realitas ditulis ulang. Tapi bayangannya... tetap hidup.โElena membuka sebuah buku tua. Judulnya:โBayangan Sang PenulisโTiba-tiba, halaman-halaman mulai terbakar, dan di tengah api itu muncul simbol baru:โฆKetika ia terbangun, simbol itu membekas samar di lengan kirinya.RUANG YANG TAK TERCATATRico menelusuri jejak digital
Lokasi: Zona Temporal Terkunci โ Di Bawah Kota SolaceMereka menuruni tangga besi spiral yang tidak terdaftar di peta digital manapun. Tidak ada cahaya selain dari pancaran biru samar yang keluar dari simbol โโ yang muncul di dinding tiap sepuluh langkah. Semakin mereka turun, semakin berat udara di sekitar mereka, seolah waktu sendiri enggan membiarkan mereka lewat.Rico berhenti sejenak. "Kau merasakannya? Seperti... waktu melambat."Elena mengangguk. Setiap langkah terasa seperti menginjak genangan memori. Suara-suara samar bergema di lorong tawa masa kecil, teriakan dari pertempuran lama, bisikan yang pernah mereka lupakan.Lalu, mereka tiba.Sebuah ruangan bundar. Dindingnya seperti jam mekanik yang berputar mundur. Di tengahnya, gerbang kristal transparan, melingkar, seperti cincin raksasa yang mengambang di udara. Di atasnya terukir:"Portal ke Lapisan Nol-Negatif Gerbang Di Bawah Waktu"Di dekat gerbang, sebuah panel holografik aktif dengan sendirinya.SYARAT MASUK: KODE KESAD
Lokasi: Kota Solace, Tahun 2099Elena membuka matanya. Matahari bersinar lembut di langit biru yang tak ternoda. Udara terasa bersih, tanpa debu, tanpa suara mesin berat atau sirene. Tidak ada perang. Tidak ada Nyx. Tidak ada Anima.Ia mengenakan pakaian putih sederhana, duduk di atas ranjang modern dalam sebuah apartemen yang terlalu... sunyi.“Rico?” bisiknya.Pintu terbuka otomatis. Rico muncul, mengenakan pakaian serupa, wajahnya santai tapi matanya... bingung.“Gue... inget semuanya,” katanya pelan.Elena mengangguk. “Aku juga.”Mereka berjalan ke balkon. Di kejauhan, terlihat taman-taman terapung, kendaraan melayang tanpa suara, dan anak-anak bermain sambil mengenakan helm AR. Tidak ada tentara. Tidak ada sistem pengawasan mencolok. Dunia ini… damai. Tapi...Di balik damai itu, ada kehampaan.
Lokasi: Pulau Sentinel, Samudra Hindia โ 3 Bulan Setelah Nyx DimatikanAdrian menatap langit yang kelabu dari atas mercusuar tua. Angin asin menerpa wajahnya, dan burung camar berseru keras. Elena berdiri di dekatnya, membawa amplop coklat lusuh.โIni dikirim tanpa nama. Cap pos dari tempat yang bahkan nggak ada di peta,โ ujarnya sambil menyerahkan amplop itu.Adrian membuka perlahan. Di dalamnya hanya ada satu benda: sebuah foto buram dari dirinya sendiri... berdiri di sebuah ruangan asing, mengenakan pakaian yang tidak pernah ia kenakan.Rico masuk dengan tatapan bingung. โApa-apaan itu?โAdrian menatap lebih dekat. Ada tulisan samar di bagian belakang foto:"KITA BELUM SELESAI. โ A"Elena mengernyit. โSiapa โAโ?โAdrian menggeleng perlahan. โEntah siapaโฆ atau apa.โDI TEMPAT LAIN โ SISTEM PENYIMPANAN TERSEMBUNYI, ANTARKTIKA
Lokasi: Zurich, Swiss - Markas Finansial Rahasia "Nyx"Adrian, Elena, dan Rico berada di dalam jet hitam yang meluncur mulus di atas Pegunungan Alpen. Luka-luka mereka dari misi Kazakhstan belum sepenuhnya sembuh, tapi waktu tidak memberi mereka pilihan.Di layar jet, Dr. Kael menunjukkan rekaman CCTV dari markas finansial bawah tanah di Zurich. Di antara para eksekutif dan pengawal, muncul satu siluet pria tinggi, berjas hitam, dengan rambut perak dan sorot mata dingin.Ezekiel.Elena terdiam lama. Jantungnya berdetak lebih cepat.Rico menatap Adrian. "Dia mirip banget sama Elena, ya?"Adrian mengangguk pelan. "Tapi dari caranya jalan… tatapannya... dia bukan orang biasa."Kael memutar rekaman suara.Ezekiel (di rekaman): "Dunia tidak butuh sistem yang rusak. Dunia butuh desain ulang. Aku hanya arsiteknya."Adrian mengepalkan tangan. "Berapa lama sebelum dia meng
Adrian, Elena, dan Rico duduk di ruangan bawah tanah rahasia, jauh dari keramaian kota. Tempat itu tersembunyi di balik fasilitas parkir lama, dikamuflase dengan sistem keamanan biometrik dan pengawasan tingkat militer.Dr. Kael berdiri di depan layar besar, menampilkan hologram peta dunia dengan titik-titik merah menyala."Viktor hanyalah satu dari delapan kandidat proyek 'PHOENIX' eksperimen rahasia yang bertujuan menciptakan pemimpin-pemimpin perang yang sempurna. Pemikir strategis, petarung, pemimpin... dan pembunuh."Elena mengernyit. "Kandidat? Maksudmu...ada yang lainnya?"Dr Kael mengangguk. "Tujuh lagi. Dan tidak semuanya gagal seperti Viktor."