Beranda / Thriller / Samaran Terakhir / Pertempuran Pena dan Bayangan

Share

Pertempuran Pena dan Bayangan

Penulis: InkRealm
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-03 14:07:47

LOKASI: DIMENSI BAYANGAN – “RUANG TULIS”

STATUS WAKTU: NON-LINEAR – FRAGMENTED REALITY

Kesunyian bukan lagi sekadar ketiadaan suara. Ia menjadi zat yang memenuhi ruangan, menekan dada Adrian saat matanya membuka di tempat yang tidak seharusnya ada: sebuah ruang putih tanpa batas, di mana pena dan huruf-huruf melayang seperti serpihan logika yang pecah.

Tubuhnya terluka, tapi bukan luka fisik. Ia merasakan dirinya robek dari satu garis waktu, dijahit kasar ke tempat lain oleh kekuatan yang lebih tua dari waktu itu sendiri.

Di hadapannya berdiri seorang anak kecil versi dirinya yang paling awal. Masih polos, belum mengenal kehilangan, belum mencicipi kematian karakter.

"Aku dulu hanya ingin menulis akhir yang bahagia," kata bocah itu, matanya kosong. "Tapi kau... kau menulis ulang segalanya. Kau bunuh harapan itu, kan?"

Adrian tak bisa menjawab. Ia melangkah maju, namun lantai berubah jadi tinta cair, mencoba menelannya.

Lalu suara itu datang lagi. Bukan dari luar, tapi dari dalam tulan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Samaran Terakhir   Fragmen Warna yang Tak Pernah Dituliskan

    Adrian berdiri di hadapan kanvas putih raksasa yang tergantung di antara bintang-bintang. Di sekitarnya, tidak ada tanah, tidak ada langit, hanya ruang naratif kosong, tempat di mana ide belum sempat terbentuk menjadi cerita.Sebuah suara berbicara dari segala arah:"Kau telah menulis ulang dunia, tapi kau belum melukis warna sejatinya."Kanvas itu mulai merekah, memperlihatkan serpihan-serpihan masa lalu: Ayla tertawa dalam kehampaan, Elena menangis dalam dimensi yang tak bernama, dan sosok Adrian versi berbeda yang memilih untuk berhenti menulis, hanya berdiri diam di pinggir bingkai.Lalu, simbol mulai muncul:Sebuah pena yang meneteskan tinta berwarna emas.Sebuah jam pasir yang berputar ke arah berlawanan.Seekor burung tanpa bayangan.Adrian tahu, ini bukan sekadar simbol. Ini adalah kode realitas yang belum terwujud.Ia melihat sebuah petunjuk dalam bahasa yang hanya bisa dibaca dalam kondisi terbalik. Ia membalik tubuhnya, lalu membaca:"Siapa yang membaca ini, telah menyentuh

  • Samaran Terakhir   Labirin Waktu yang Terlupakan

    Adrian berjalan lebih dalam ke dalam kegelapan yang semakin pekat, tubuhnya seolah-olah tak lagi bergerak dalam dimensi yang ia kenali. Waktu dan ruang seakan terdistorsi, bergeser seperti pasir dalam jam yang pecah. Ia tak tahu seberapa lama telah berjalan, atau bahkan di mana ia sebenarnya berada. Hanya suara detak jam yang terus berdenyut, menciptakan irama yang tak terhindarkan, memaksa pikiran dan tubuhnya untuk terus maju.Di depan, ada cahaya samar. Sebuah pintu besar terbuat dari kaca gelap, berkilau seperti permata yang telah lama terlupakan. Ada sesuatu yang menggantung di udara sebuah pertanyaan, sebuah teka-teki yang harus diselesaikan sebelum ia dapat melangkah lebih jauh. Sesuatu yang jauh lebih penting daripada semua yang telah ia hadapi sebelumnya.Di atas pintu itu, sebuah tulisan muncul secara perlahan:"Kamu telah datang jauh, tapi apakah kamu siap untuk mengetahui apa yang telah kamu cari?"Tanpa ragu, Adrian melangkah maju, merasakan getaran di seluruh tubuhnya, s

  • Samaran Terakhir   Menulis di Antara Dunia yang Hilang

    Adrian berdiri di depan layar besar, yang kini dipenuhi oleh kode-kode yang semakin membingungkan. Setiap angka, setiap huruf, berputar dengan kecepatan yang luar biasa, seakan menciptakan dimensi baru di dalam dirinya. Waktu seakan berhenti, dan setiap detik yang berlalu terasa lebih berat, lebih menekan, seperti menanti keputusan akhir yang tak bisa dihindari.Teka-teki yang tak kunjung terjawab terus mengalir dalam pikirannya. Apakah semua ini hanya ujian bagi dirinya? Ataukah ada kekuatan yang lebih besar yang mengendalikan seluruh dunia ini termasuk dirinya sendiri?Di hadapannya, layar tersebut berubah bentuk. Kini, kode-kode itu bukan hanya sekadar angka, melainkan sebuah gambaran sebuah peta yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Peta yang tampaknya mengarah ke sebuah tempat yang tidak ada dalam kenangan Adrian. Tempat yang di luar nalar, di luar logika yang bisa dijangkau oleh manusia biasa."Apa yang sebenarnya ada di balik layar?" suara itu kembali terdengar, kali ini lebih

  • Samaran Terakhir   Melintasi Labirin Narasi

    Adrian berdiri di tengah ruang yang tak berbentuk. Dindingnya bergerak perlahan, tetapi seolah tak ada tempat yang bisa ia tuju. Langit di atasnya gelap, bercampur dengan cahaya yang datang dari matahari yang seakan terperangkap dalam cermin retak.Di hadapannya, sebuah pintu besar berwarna hitam pekat terbingkai dengan ribuan simbol yang saling tumpang tindih, seolah menantangnya untuk membuka pintu menuju pengetahuan yang lebih dalam lagi.Sebuah suara menggema dari dalam ruang tak berujung itu.“Adrian Morello… apakah kamu siap untuk menulis bagian terakhir dari cerita ini? Karena setiap kata yang kamu pilih akan menentukan garis batas antara dunia ini dan dunia yang tidak pernah ada.”Di luar nalar, suara itu terdengar familiar, namun tak bisa ia kenali. Entah dari mana asalnya, entah siapa yang mengucapkannya.Adrian memegang pena peraknya, menggenggamnya erat-erat. Setiap goresan pena yang ia buat, terasa seperti membuka celah baru yang tak terduga di alam semesta ini. Di luar sa

  • Samaran Terakhir   Pengadilan Pembaca dan 7 Fragmen Ko

    Adrian berdiri di dalam ruang gelap berbentuk segi tujuh. Dindingnya dihiasi panel-panel bercahaya, masing-masing menampilkan kutipan dari bab-bab sebelumnya. Namun, di tengah ruangan, tergantung jam pasir yang tak berisi pasir melainkan huruf-huruf yang berjatuhan pelan ke dalam kekosongan.Tiba-tiba, sebuah suara terdengar dari segala arah. Bukan dari karakter, bukan dari narator. Tapi dari… pembaca.“Jika kau ingin melanjutkan ceritamu, jawab teka-teki kami.”Tujuh panel menyala. Masing-masing berisi fragmen kode dan satu teka-teki:Panel Merah – “Aku adalah awal dari segalanya, tapi tak pernah terlihat. Siapa aku?”Panel Biru – “Dalam dunia fiksi, aku muncul hanya saat tokoh tak sadar. Aku bukan kenyataan, aku juga bukan mimpi.”Panel Hijau – “Aku adalah huruf yang menghilang dari seluruh bab ke-6. Temukan aku.”Panel Ungu – “Jika Elena = Harapan dan Ayla = Luka, maka siapa Adrian?”Panel Kuning – “Di setiap bab ada satu kalimat yang tak cocok. Temukan satu. Tunjukkan kenapa.”Pan

  • Samaran Terakhir   Dalam Cermin yang Retak

    Dalam Cermin yang RetakSetelah kekalahan Glitch, dunia narasi tampak tenang. Namun Adrian tahu, dalam ketenangan itu, ada gema yang tersisa gaung dari bab-bab yang pernah tak selesai.Malam itu, ia berdiri di tengah Ruang Arsip Kosong, tempat di mana setiap kalimat yang tak pernah ditulis berdiam dalam hening. Tapi satu suara membuyarkan keheningan itu.“Aku tahu siapa kau sebelum kau menjadi Adrian,” bisik seseorang.Adrian berbalik. Sosok itu berdiri dengan wajah yang dikenalnya… wajah lamanya. Sosok dari cerita pertama prototipe dirinya dari naskah awal yang ditolak penerbit. Sosok itu menyebut dirinya A01.“Aku adalah kau yang pernah dipilih… lalu ditinggalkan.”A01 tidak seperti Glitch. Ia bukan distorsi, tapi cetakan awal yang terabaikan. Ia mengenang saat-saat ketika kisah tentang ‘Phantom’ seharusnya menjadi cerita aksi biasa, tanpa metafiksi, tanpa Elena, tanpa cinta.“Tapi cerita berkembang,” jawab Adrian.“Ya. Tapi sebagian dari kami tetap tertinggal dalam draft. Dan kami t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status