PoV Tiwi Adelita
Oki hamil? So what?! Kok berani-beraninya dia menumpangkan saudaranya untuk tinggal bersama dirinya dan Mas Herdi?
Ya, kabar teranyar dari Mas Herdi, ada sepupu Oki yang saat ini menempati kamar tamu di rumah mereka, rumah bapak! Alasannya ... supaya ada yang menemani Oki ketika Mas Herdi kerja.
Iish ... jijik sekali, Oki merasa itu rumahnya sendiri sampai-sampai berhak membawa saudara tinggal di rumah itu?! Memangnya rumah bapak tempat penampungan!
*****
[Yang bener Tiwi? Hati-hati lho ... dari cerita kamu bahwa si Oki itu matre, bisa jadi ini cara dia mendapatkan rumah Mas Herdi!]
Chat tante Nana itu membuatku terkesiap. Aku memang baru saja curhat panjang lebar tentang kelakuan Oki setelah nikah, termasuk saat Oki kabur dari rumah pas lagi ibu suruh kucek baju. Nggak sopan!
[Tante, itu bukan rumah Mas Herdi, yang mereka tempati itu rumah bapak!]
[Iya, tapi kan
PoV Oki FarianiSejak tahu jumlah gaji Herdi hanya empat juta, sebenarnya aku sudah curiga, mana mungkin Herdi mampu membeli rumah, mobil, apalagi memiliki kartu kredit! Ternyata benar, hari ini Tiwi datang menyibak satu lagi kebohongan Herdi.Adik iparku itu datang ke rumah ini dengan tidak menghubungiku terlebih dulu sebelumnya, sungguh sopan kan?!Begitu aku membuka pintu sedikit untuk mempersilakan masuk, Tiwi langsung mendorong pintu, dan masuk bahkan tanpa mengucap salam.Dengan gaya angkuhnya, ia memeriksa rumah dengan detail. Matanya jelalatan hingga ke atas langit-langit rumah, dengan tangannya bersilang di depan dadanya.Saat kubuatkan teh lemon hangat pun tak ada ucapan terimakasih dari bibirnya sama sekali.Tiwi, aku baru bisa melihat dengan jernih betapa ia sangat membenciku, bahkan aku sendiri tak tahu apa yang membuatnya begitu benci padaku?“Kak Oki, jangan salah paham! Rumah ini bu
PoV Oki Fariani Sudah dua bulan sejak Desy pergi meninggalkan rumah ini, aku benar-benar sendirian sepanjang hari, dari Herdi berangkat kerja hingga ia pulang di malam hari. Aku hafal benar jika ibu menelepon, sudahlah pasti bukan menanyakan kabar, apalagi menanyakan apakah aku sudah makan atau belum, ibu akan bertanya apakah aku sudah menyapu dan mengepel? Lalu ia akan bertanya apa yang aku masakkan untuk Herdi tadi pagi. Ibu takkan bertanya tentang diriku atau bahkan janinku, dia hanya bertanya tentang anaknya saja, Herdi. Lalu ia akan mengasihani anaknya sendiri, “Kasihan Herdi, Ki ... kerja capek-capek, jangan sampai dia pulang lihat rumah berantakan, gak ada makanan!” Baiklah. Aku sudah pernah mengeluhkan pada ibu kalau uang belanja yang diberi Herdi padaku hanya tujuh ratus ribu, ibu malah tetap saja mengasihani Herdi, dan menyalahkan aku. “Salah kamu sendiri sebelum nikah belanja ini itu, pakai foto p
PoV Oki FarianiAku tak bisa mendeskripsikan apa yang kurasa saat ini. Semenjak Herdi menyeretku di lantai dalam kondisi hamil muda, rasanya aku tak punya harap lagi untuk mencicip bahagia dalam rumah tangga.Satu-satunya yang kujaga adalah jangan sampai keluargaku tahu bagaimana aku diperlakukan oleh Herdi. Aku boleh terluka, keluargaku tidak, mereka melepasku dalam pernikahan ini agar aku bahagia, karena mereka tahu bagaimana Herdi memanjakan aku sebelum ijab kabul dulu.Biarkan mereka berpikir bahwa Herdi masih menyayangiku, membelikanku berbagai barang yang kusuka, mengantar jemput aku ke mana pun aku mau. Meski kenyataannya, Herdi adalah seorang penipu yang berpura-pura lugu. Semua kebaikannya sebelum pernikahan hanyalah upaya menjebakku, semua hanyalah kebohongan semata.*****Aku seperti robot, kuturuti setiap perkataan ibu mertuaku hanya agar ia diam, tapi nyatanya ia tak bisa diam, mulutnya terus bersuara sek
PoV Oki Fariani Kau tahu hal terburuk memiliki pasangan hidup yang zalim? Ketika ia mendapat kebahagiaan, hanya 10% yang ia bagikan pada kita pasangannya, namun ketika ia mendapat ‘kesialan’, maka 100% dibagikan pada kita, bahkan lebih. Dan itulah yang terjadi di saat kehamilanku memasuki usia tujuh bulan, Herdi mendapat kabar buruk yang membuat kehidupan rumah tanggaku makin mengerikan: PHK! ***** “Yang benar, Mas? Kok tiba-tiba kena PHK?!” Aku bertanya, tapi setengah protes sebenarnya. Mas Herdi hanya mengangkat bahunya, tanda bahwa ia tak peduli. “Terus bagaimana dengan uang bulanan? Nafkah untukku dan anak kalau sudah lahir nantinya bagaimana?” Aku bergetar, jemariku memegangi perutku yang sudah membulat. “Benar ya kata ibu dan Tiwi, kamu itu matre, suami diPHK yang kamu tanya malah uang buat kamu, egois banget kamu, Ki ...” “Mas, uang nafkah itu kewajiban suami untuk istri, kamu puny
PoV Tiwi Adelita Tak sengaja, aku melihat bekas memar di tangan Oki saat dia sedang mengulek bumbu di dapur. Aku awalnya mau langsung masuk kamar mandi, tapi karena penasaran, kuluangkan waktu sejenak ... “Itu kenapa? Kena kompor?!” Sebenarnya enggan bertanya pada Oki, tapi memar itu terlihat sangat mencolok di tangan Oki yang putih. Oki tidak menghentikan aktivitas menguleknya, dia cuma menatapku sebentar, “Memar yang ini?” “Iya ... itu kenapa? Kok bisa begitu?” “Diseret Herdi ...” Oki menjawab seolah bukan apa-apa. Aku terkesiap. Dia bohong kan?! “Diseret? Diseret gimana maksudnya?!” “Aku cuma ambil hpnya supaya gak main game terus, Herdi gak terima, tanganku ditarik, aku jatuh, terus Herdi seret dari ruang tengah sampai dalam kamar!” Oki kemudian menunjukkan bekas luka di sela jemarinya, “Ini tadinya berdarah, kuku Herdi nancep di jariku ini!” “Bohong! Mas Herdi
PoV Oki FarianiHerdi masih begitu saja, tak ada perubahan sama sekali, bermain game di handphone setiap hari, setiap jam, setiap menit. Jedanya hanya untuk buang air dan makan, ooh tidak juga sih, ke kamar mandi pun dia masih memegang hp, sambil makan juga terus memegang hp.Padahal satu kalung sudah kugadai, untuk modali Herdi mencari kerja, tapi setiap ditanya pertanggungjawabannya, selalu saja sama.“Belum ada panggilan!”“Kamu usaha dong, jangan di rumah aja, main game terus, usaha apa kek untuk dapatin uang!”“Nyuri maksud kamu? Apa melihara tuyul?”“Astaghfirullah, Herdi ... kamu sudahlah nggak pernah shalat, bisa-bisanya kepikiran untuk berbuat dosa besar begitu.”“Yaa terus apa lagi dong usaha buat dapatin uang?”“Kerjalah! Jadi driver ojek online kek, jualan kek, jangan
PoV Oki FarianiMenunggu tibanya hari perkiraan lahiran, aku semakin mager (malas gerak), perutku makin berat, nyeri yang kurasakan semakin sering, terasa ada tekanan keras di jalur lahir, timbul tenggelam bagai ombak di lautan.Seperti kucing anggora, kerjaanku hanya rebahan, sesekali duduk di gym ball yang dihadiahkan Desy untuk relaksasi, rasanya tidak mau ke mana-mana, weekend ini pun aku menolak ke rumah mertua, kubilang saja mau beres-beres rumah. Aku terlalu lelah jika harus disuruh naik turun tangga untuk mengambil jemuran di rumah sana.Herdi? Tidak perlu kucari-cari, aku sudah hafal kelakuannya dengan pacar kesayangannya itu, hape!Palingan dia sedang asyik nge-game di kasur, di kamar tamu, di teras, atau di depan tv, aku malas cari tahu di mana Herdi berduaan dengan hpnya itu. Aku sedang sibuk bolak-balik kamar mandi.Semakin besar perut, semakin sering buang air kecil. B
PoV Oki Fariani “Tidaaak!” Aku berteriak dalam benakku sendiri. Suara ngorok Herdi terdengar membahana meskipun ia tak ada di ruangan ini. Suaranya sampai menggetarkan langit-langit klinik bersalin. Gawat, sudah jam berapa ini? Jam 10 malam? Kulirik jam di atas dinding. Aduuh, bagaimana nasib ibu hamil yang lain? Apakah mereka terganggu dengan suara itu? Lalu bayi-bayi yang ada di ruangan bayi apakah semuanya sedang menangis karena takut mendengar suara dengkuran sekeras itu? Aku panik, melebihi paniknya ibu hamil melihat ketuban pecah. Untunglah sejurus kemudian suara dengkuran itu berhenti. Tak lama, aku melihat wajah Tante menyembul dari balik pintu yang terbuka. “Fiyuh, akhirnya Herdi bisa Tante bangunin, Tante suruh pulang, kasihan ...” “... kasihan ibu hamil sama bayi-bayi di sini ya Tan, terganggu dengar suara ngorok!” Potongku cepat. Tante tersenyum, “Bukan, kasihan Herdi udah kec