Share

BAB 2 Siapa Sosok Antagonisnya?

PoV TIWI ADELITA

Sejak awal, aku tak pernah setuju Mas Herdi menikahinya. BIG NO untuk para cewek matre!

Kalau bukan karena uang, apalagi yang diincar oleh perempuan macam Oki Fariani itu ke keluargaku, hah?

Mas Herdi secara fisik aku akui sama sekali tidak menarik. Badan seperti beruang, tinggi besar dengan perut keluar dari pinggang celananya.

Namun secara pekerjaan bisa dibilang cukup mapan, Mas Herdi menjadi HRD di sebuah perusahaan yang meskipun tidak besar, tapi bukan perusahaan abal-abal juga.

Lantas, perempuan yang cuma lulusan SMA dan pekerjaannya cuma instruktur senam itu untuk apa lagi mau menikah dengan kakak semata wayangku kalau bukan karena mengincar harta, hah?

Salah Mas Herdi juga sih, ke mana-mana selalu membawa mobil bapak, bikin cewek matre mendekat kayak lalat.

Sejak sebelum menikah dengan Mas Herdi, Oki Fariani selalu mencoba pedekate padaku, tapi aku tak pernah membuka hati untuk dia.

“Tiwi, diajakin Oki tuh ... jalan ke bioskop sama belanja, mau gak lo?” seru Mas Herdi di suatu hari Minggu.

“Asalkan ditraktir makan juga, yaa mau lah gue!”

“Ya udah, gue bilang ke Oki ya, nanti kita jalan jam 10 aja sekalian jemput dia!”

“Lhaa ... ngapain kita yang jemput, kok malah muter-muter ke rumah dia dulu? Okinya aja suruh naik ojek ke sini, mall kan lebih deket dari sini,” jeplakku.

“Yeee ... di mana-mana cowok jemput ceweknya tauk!”

“Iiish ... lo mau aja sih Mas dijadiin kacung sama si Oki, disuruh jemput ke sana-sini.”

Mas Herdi diam saja saat aku mencibir Oki. Tapi ternyata hari itu aku dibuat lebih terkaget-kaget. Ternyata meskipun Oki yang ngajak jalan-jalan ke mall, tapi duit bayar segala sesuatunya tuh malah gesek kartu kredit Mas Herdi!

Iyuh, jijik aku sama perempuan yang belum apa-apa sudah menggesek kartu kredit cowoknya.

Bahkan yang memalukan, waktu si Oki memilihkanku baju, tepat ketika baju itu akan dibayar, kartu kredit Mas Herdi yang ia gesek habis limit nya. Helloooow!

Benar-benar sampai habis limit kartu kredit kakakku digesek sama cewek matre itu! Bukannya bayar pakai uangnya sendiri, ia malah gak jadi membelikan baju untukku. Baju yang sudah lama kami pilih-pilih itu ia taruh lagi. Begitulah cewek matre, gak mau modal bahkan sekadar membelikan untuk calon adik ipar.

Kedongkolanku kian besar ketika melihat bedak yang ia pakai, Oki yang bilang sendiri bahwa itu adalah pemberian Mas Herdi, bedak seharga hampir empat ratus ribu Rupiah! Bedak branded yang selama ini selalu ku incar, dengan mudahnya ia dapatkan dari Mas Herdi. Cih!!!

Saat pertemuan keluarga besar, tante-tanteku pun tampaknya setuju denganku, tak menyukai sosok Oki Fariani itu.

“Wah, belum nikah aja sudah minta bedak harga empat ratus ribu yaa ... sudah habisin limit kartu kredit juga, gimana kalau nanti sudah nikah ya,” ungkap Tante Nana, disambut oleh anggukan dari tante-tante lainnya.

“Herdi kok mau sih sama perempuan kayak gitu, lulusan universitas apa dia?”

“Boro-boro universitas Tante, si Oki itu Cuma lulusan SMA doang!” seruku, meralat pertanyaan Tante Ratna.

Astaghfirullaah ... Cuma lulusan SMA? Duh, Herdi sudah pikir matang-matang belum?”

“Yaah ... kasihan banget Herdi kalau sampai menikah dengan perempuan kayak gitu.”

Jadi, jangan salahkan aku kalau sejak dulu telah bertekad tidak akan memperlakukan ia seperti kakak iparku.

Oki Fariani boleh jadi cewek benalu di mana saja, tapi tidak di rumah keluargaku! Akan kubuat ia hidup segan, mati tak mau, kalau sampai ia berani menginjakkan kaki di rumah kami.

*****

“Bapak, seriusan Bapak setuju Mas Herdi menikah sama si Oki itu?” aku merayu bapak untuk menyadarkan Mas Herdi agar tidak terjatuh pada jebakan cewek matre macam Oki Fariani.

Jawaban bapak sangat mengecewakan buatku.

“Sudahlah, tidak apa-apa Herdi menikah sesuai dengan pilihannya sendiri, kalau memang nanti hanya bertahan sebentar lalu cerai, yang penting Herdi sudah tahu bagaimana rasanya menikah. Bapak khawatir umur dia gak lama, badannya kan makin besar, bapak saja sering perhatikan kalau Herdi tidur apakah bernafas atau nggak. Khawatir jantungnya kena ...”

Tuh kan ... bapak selalu saja memanjakan Herdi. Sejak zaman dahulu kala, semua permintaan Herdi pasti dituruti, sedangkan permintaanku? Boro-boro!

Di keluarga ini, anak laki-laki memang didewakan, sedangkan anak perempuan diabaikan. Nasibku sial terlahir sebagai anak perempuan.

“Ya sudah, kalaupun Herdi sampai menikah dengan Oki, aku gak mau mereka tinggal bersama kita di rumah ini!” ultimatum terakhir dariku.

“Yaa ... bapak kan punya rumah satu lagi, sayang kalau kosong, biarkan Herdi yang tempati sama istrinya nanti,” ucap bapak santai.

Aku lega, setidaknya aku takkan setiap hari melihat Oki Fariani mondar-mandir di hadapanku, apalagi kalau dia sampai tinggal di rumah ini. BIG NO!

Sedangkan pendapat ibu? Sama persis seperti pendapatku, ibu dan aku memang sehati sejiwa, sama-sama punya firasat buruk tentang cewek matre bernama Oki Fariani itu.

“Tiwi, kita biarkan saja Mas Herdi mu menikah dengan si Oki itu, toh mereka akan tinggal di rumah bapak yang satu lagi.”

“Rumah yang satu lagi itu kan sudah lama tidak ada yang menempati Bu ... udah banyak setannya kali tuh, sama ular juga!” seruku sambil membayangkan rumah seluas 215 meter persegi yang pekarangannya penuh dengan pohon pisang dan semak belukar.

“Yaa gak apa-apa lah, biarin si Oki itu aja nanti yang bersihin!” Ucap ibu sambil terkekeh.

“O iyaa, bener juga yaak .... wakakakakak!”

Aku dan ibu tertawa berbarengan. Puas.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mella Lina
ya ampun parah banget dah ini manusia apa bukan sih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status