"Ma, Om Farhan itu teman lama Mama ya?" tanya Tania selepas menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Dia baru saja selesai mengerjakan PR matematika yang ditugaskan gurunya.
"Iya. Emangnya kenapa?"
"Om itu kan belum pernah ke sini. Teman-teman Mama yang lain kan juga sering ke sini."
"Oh, iya. Om Farhan itu kan gak tinggal di Semarang. Rumahnya jauh jadi belum pernah ke sini sebelumnya."
"Om itu baik ya, Ma? Aku seneng liatnya. Kalo punya papa, aku pengen punya papa kayak om itu." Tania terdiam setelah mengatakan itu. Dia merasa sedih tidak punya papa seperti teman-temannya. Dimasukkannya buku-bukunya ke dalam tasnya lalu masuk ke kamarnya.
Dara termenung. Rasa sedihnya muncul mendengar ung
Pagi itu Farhan melihat Kirana yang masih lelap tertidur lagi setelah salat Subuh. Bukan kebiasaan Kirana terlambat bangun. Farhan agak enggan mengganggu tidurnya, tetapi hari sudah jam tujuh pagi."Sayang, bangun ... sudah siang nih." Farhan menepuk-nepuk lengan Kirana.Setelah beberapa kali dibangunkan, perlahan mata Kirana terbuka. "Apa sih, Mas?" tanya Kirana dengan suara manja."Sudah kesiangan, Sayang.""Tapi aku masih males bangun, Mas.""Kamu sakit?" tanya Farhan agak khawatir."Gak kok ... cuma males aja rasanya. Badan bawaannya enak dibawa tidur.""Yaudah, kamu sarapan dulu terus nanti tidur lagi.""Aku pengen dibikinin nasi goreng, tapi Mas yang bikin," ujar Kirana manja.Farhan agak heran dengan permintaan Kirana. Tak biasanya Kirana bersikap seperti itu. Kirana hampir tak pernah meminta Farhan melakukan sesuatu untuk dirinya."Nanti gak enak gimana?" tanya Farhan."Pokoknya dedek bayinya minta
Kirana sibuk mempersiapkan berbagai hal. Seisi rumah juga semua sama-sama sibuk tak terkecuali kedua orang tua Kirana."Mbak, apa lagi yang belum, ya?" tanya Kirana.Gayatri tampak berpikir sebentar, "Aku gak tau ya, Dik. Aku belum pernah mempersiapkan sendiri yang begini sebelumnya.""Mbak gak bikin checklist apa yang mesti dipersiapkan?" Kirana kali ini kelihatan seperti orang bingung. Dia biasanya tenang dan semuanya bisa diaturnya dengan baik."Paling juga yang pokok-pokoknya dan semuanya sudah siap," balas Gayatri.Kedua perempuan itu seperti orang yang bingung dan sibuk grasa-grusu sendiri. Melihat itu, Seno dan Ayu, karyawan Gayatri, yang sejak tadi memperhatikan keduanya mendekat."Ada apa, Mbak?" tanya Ayu."Ini loh, aku sama Kirana lagi bahas apa aja yang belum dipersiapkan.""Coba Mbak bilang dulu apa aja yang sudah dipersiapkan," ujar Ayu.Gayatri dan Kirana merinci segala yang mereka sudah persiapkan sambil
Hari masih sangat pagi. Kabut mengambang tipis di udara. Langkah-langkah kaki perempuan bersepatuketsmenapaki jalan desa. Langkah itu begitu ringan dan bergerak dengan kecepatan sedang. Kirana berjalan dengan mengenakan jaket berbahan kaos. Celana parasut hitam yang dipakainya menggantung di betis kuning langsatnya yang indah.Kirana menyelinap keluar saat semua orang sibuk berbenah sisa acara resepsi perkawinan kemarin. Tak ada yang memperhatikannya keluar rumah. Dia ingin menghabiskan pagi itu sendiri dalam suasana yang tenang. Alat bantu dengarnya bahkan dilepaskannya dari daun telinganya dan disimpan di saku jaketnya. Sendiri tanpa membawa ponsel dan tak mendengar apa pun membuat Kirana berharap bisa menikmati kesendiriannya.Degub jantungnya terasa lebih jelas terasa di dadanya. Berjalan kaki selama lima belas
Kirana mencium punggung tangan Farhan. Mereka baru saja salat Subuh berjamaah. Setelah melipat mukena yang baru saja dilepasnya, Kirana duduk di tepi tempat tidur."Mas, nanti kita jalan pagi, yok!""Ayo. Mau ke mana?" tanya Farhan sambil melipat sajadah dan meletakkannya di tempatnya semula."Kita jalan ke bukit aja."Farhan terdiam sejenak. Dia tak menyangka Kirana bakal mengajaknya berjalan sejauh itu. "Sayang, kamu itu lagi hamil muda. Gak boleh terlalu capek. Jalan ke bukit itu jauh sekali.""Jadi maksudnya Mas gak mau aku ajak jalan? Sudah gak sayang lagi sama aku?" Kirana memasang tampang merajuk."Bukan gitu, Sayang. Jalanny
Setelah sarapan pagi, Kirana mengajak Gayatri bersiap-siap untuk kegiatan mereka pagi itu. Mereka akan melihat persiapan pondok-pondok yang akan disewakan pada wisatawan. Farhan sudah lebih dahulu berangkat ke sana begitu selesai sarapan."Ayo, Mbak. Aku sudah siap," ujar Kirana setelah selesai mengikat tali sepatu kets biru mudanya. Kirana memakaipolo shirtabu-abu dengan celana sepanjang betis warna hitam. Rambutnya diikat satu di belakang."Ayo," jawab Gayatri yang sudah menunggu sejak tadi.Mereka lalu menuju mobil untuk ke pondok. Gayatri masih melarang Kirana naik motor ATV-nya selama hamil muda. Dia tak ingin kehamilan Kirana terganggu karena baru memasuki bulan ketiga.Gayatri mengemudikan mobilnya pelan. M
Kirana terkulai kelelahan di meja pendek persegi tempatnya bergumul dengan Farhan tadi. Keringat membasahi tubuhnya. Tubuh kuning langsat itu tampak mengkilap oleh peluh. Napasnya perlahan mulai teratur. Ketegangan otot-otot tubuhnya hilang. Matanya terpejam dengan muka menghadap ke langit-langit.Kesadaran Kirana perlahan pulih seutuhnya. Matanya mulai terbuka dan dia duduk di tepi meja itu. Pandangannya tertuju pada Farhan dan Gayatri yang sedang berciuman sambil berdiri di dekatnya. Darahnya berdesir melihat bagaimana Farhan melumat lembut bibir Gayatri yang sedang hanyut dalam sentuhan kenikmatan. Dia mengabaikan itu dan bangkit menuju kamar mandi.Gayatri sedang menikmati getaran-getaran yang ditimbulkan oleh jemari tangan Farhan yang menjelajahi tubuhnya sambil melumat bibirnya. Lumatan itu begitu memabukkan hingga Gayatri merasa
Semilir angin menerpa rambut Gayatri yang bergelombang sebahu. Tatapan matanya yang tampak jernih mengembara jauh ke seberang tebing membelai pucuk-pucuk pepohonan hijau. Kesejukan angin terasa menenangkan pikiran dan hatinya. Ada rasa syukur tertanam di hatinya mendapatkan Farhan yang selama ini menjalin hubungan dengannya dan Kirana yang bukan sekedar madunya melainkan seperti saudaranya sendiri.Kebaikan hati Kirana merupakan sebuah berkah baginya. Gayatri merasa terselamatkan dari sebuah kesalahan besar berhubungan intim dengan Farhan tanpa ikatan pernikahan. Di usianya yang sudah beranjak matang, Gayatri ingin menjalani hidup dengan lebih baik dan menghindar dari kesalahan. Dosa masa lalu telah terjadi dan tak dapat diubah lagi, tetapi Gayatri akan berusaha untuk tak melakukan dosa-dosa yang lain lagi.Kirana mengajarkannya arti pe
Narto menghela napas panjang. Disandarkannya punggungnya di sandaran kursi. Dalam pikirannya berkecamuk apa yang harus dikatakannya. Pandangan matanya membentur dinding di depannya.Di ruangan itu hanya suara televisi yang terdengar. Farhan masih tertunduk dengan penyesalan atas apa yang sudah dilakukannya. Ada bulir keringat meluncur di pipinya yang agak kemerahan tersengat matahari. Rona kemerahan itu tampak jelas di kulitnya yang berwarna cerah. Farhan duduk terdiam seakan mematung, tetapi batinnya resah. Ada kegalauan yang dirasakannya akan apa yang bakal dikatakan Narto padanya."Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan ...." Narto mulai membuka suaranya memecah keheningan di antara mereka berdua. "Tak ada manusia yang luput dari kesalahan itu. Aku juga punya banyak kesalahan. Satu hal yang kupegang, Tuhan saja mau mengampun