Share

Chapter 5 : Suami Tetangga

Rena segera melepaskan tangannya. Ia sendiri terkejut dengan gerakan spontan yang membuat orang salah paham.

"Maaf, Mas. Saya nggak bermaksud..."

"Nggak apa-apa."

"Tunggu sebentar ya."

"Iya, Mbak. Nggak usah terburu-buru. Santai saja."

Rena melesat masuk ke ruangan lain. Sibuk memindahkan sesuatu di kantong plastik.

Sementara Andi dibuat semakin penasaran. Tingkahnya kini mirip seperti anak remaja yang sedang dimabuk cinta.

"Kira-kira mau disuruh ngapain ya?" wajah dan telinga Andi memerah seperti kepiting rebus membayangkan hal yang tak pantas.

Ia ingin melihat apa yang sedang dikerjakan Rena yang meninggalkannya cukup lama. Tetapi ia memutuskan untuk bersabar. Suami Ratri itu kembali senyum malu-malu melihat kemunculan Rena.

"Ini ada sedikit masakan buat Mbak Ratri." Rena menyerahkan bungkusan berisi makanan. "Saya sendiri yang masak. Semoga Mbak Ratri cepat sembuh."

Rena dapat melihat raut wajah Andi yang penuh kekecewaan.

"Oh, iya. Terima kasih."

Ketika Rena menyerahkan bungkusan itu, tangan Andi sengaja menyentuh punggung tangannya. Rena tersentak buru-buru menarik tangan.

"Keburu dingin Mas makanannya." Rena mengusir halus tamunya.

Di rumah, Andi segera menuangkan sop buatan sang janda. "Ma, ayo makan. Ini dari Mbak Rena."

"Ada acara apa kasih makanan?"

"Tadi aku bilang kalau kamu lagi sakit. Terus dikasih ini."

Ratri sedikit menyesal dengan sikapnya sendiri. Rena masih saja perhatian meskipun ia sengaja menjaga jarak.

Sementara sang suami bahagia bisa menyantap makanan yang diberikan sang janda. Makanan bercita rasa biasa itu terasa nikmat di lidahnya.

***

Rena semakin resah dengan tingkah laku sang suami tetangga. Andi yang biasanya jarang di rumah itu sekarang sering kelihatan batang hidungnya. Ia merasa jika Andi sengaja mencari-cari alasan untuk bertemu dengannya.

Tiap pagi Rena selalu berbelanja sayuran di depan rumah. Di waktu yang sama Andi membeli sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.

Bukan hanya sekali dua kali saja. Sudah hampir satu minggu pria itu keluar rumah tepat saat Rena membuka pintu.

"Wah, Mas Andi sekarang rajin bantu-bantu Mbak Ratri belanja," ujar Bu Darmi.

Andi hanya tersenyum sekilas pada para ibu-ibu. Pandangannya segera kembali terpusat pada sang janda.

"Selamat pagi, Mbak Rena. Hari ini mau masak apa?" Andi tersenyum ceria.

Rena hanya menjawab sekedarnya saja. Tak mau terlihat akrab dengan Andi.

Meskipun Andi selalu bersikap ramah kepada semua orang, Rena merasa ada sesuatu yang janggal dengan cara Andi menatapnya.

"Lagi-lagi yang disapa Mas Andi cuma Mbak Rena saja," celoteh ibu lainnya.

Andi tersenyum malu-malu, "Biar bisa lebih mengenal tetangga baru, Bu."

"Mbak Rena memang hebat sekali! Bisa bikin anak bapak nempel-nempel Mbak Rena."

Rena hanya tersenyum masam. Ia tak ingin menimbulkan masalah dengan meladeni mulut setiap orang yang terang-terangan mencibirnya.

"Asal jangan terlalu akrab saja. Nanti Mbak Ratri cemburu."

"Jangan berprasangka, Bu. Istri saya tahu saya sangat mencintainya."

Rena sedikit lega mendengar ucapan Andi. Ia segera membuang pikiran buruknya.

Namun perasaan aneh itu kembali lagi. Saat Rena akan mengganti lampu depan yang mati, Andi segera datang untuk membantu.

"Nggak usah, Mas. Saya bisa sendiri," ujar Rena sembari menaiki tangga.

"Aduh, Mbak! Nanti jatuh! Mbak Rena turun saja, biar saya yang bantu memasangkan lampu."

Andi menepuk lembut kaki Rena yang sedang menaiki anak tangga. Rena buru-buru turun dan membiarkan Andi mengambil alih. Tak suka dengan sentuhan pria itu.

"Terima kasih, Mas."

"Jangan sungkan untuk meminta tolong, Mbak Rena."

Rena berusaha keras mengenyahkan firasat buruknya. Berharap jika Andi memang hanya ingin bersikap baik saja.

Hari berikutnya pun sama. Ketika Rena sibuk mencabuti rumput halaman, Andi segera datang dengan membawa gunting taman.

"Kebetulan saya lagi menganggur, Mbak."

Dan setiap kali Rena menolak, Andi selalu berujar hal yang membuatnya tak nyaman. "Jangan menolak niat baik orang, Mbak. Nanti kalau nggak ada yang bisa dimintai tolong lagi yang susah Mbak Rena sendiri."

Untuk kedua kalinya Rena membiarkan suami Ratri itu. Para tetangga yang kebetulan lewat tentu saja tak senang. Mereka pikir Rena sengaja memperlihatkan sisi lemah untuk menarik simpati para pria di sekelilingnya.

"Mas Andi terlalu baik sih. Mana bisa lihat orang kesusahan."

"Mungkin seperti itu cara si janda deketin laki orang."

Rena sebenarnya mendengar bisik-bisik tetangga. Ia mencoba bersabar dan menganggapnya angin lalu.

Selanjutnya, Rena memutuskan tak mau lagi menerima bantuan Andi. Tetapi pria itu makin keras kepala.

Waktu Rena membawa banyak kantong belanjaan, Andi tahu-tahu merebutnya dari tangan Rena. Dan mengantarkan sampai rumah tanpa mengucap sepatah kata pun.

Kalau Andi bukan pria beristri, Rena bisa saja senang dengan perhatian itu. Sayangnya aksi Andi justru membuat Rena risih. Apalagi Andi selalu muncul di waktu Ratri tak ada di rumah.

Tak jarang pula pria itu datang membawakan makanan untuk Rena setelah pulang kerja. Rena tak kuasa menolak karena Andi selalu menggunakan nama Ratri setiap kali memberi.

"Istri saya suka sekali kue ini tapi kalau membeli kebanyakan nanti dia marah-marah."

"Tapi, Mas..."

"Nggak usah mikir aneh-aneh, Mbak. Saya juga kasih ke tetangga sebelah. Istri saya juga pasti senang kalau bisa berbagi dengan Mbak Rena."

Sekali lagi Rena mencoba berpikiran positif. Namun setiap kali ia berhasil menghilangkan prasangka buruknya, Andi lagi-lagi hadir secara kebetulan.

Sekarang pun Andi tiba-tiba muncul saat ia sedang sibuk memilih barang di supermarket tak jauh dari kompleks.

"Kebetulan ketemu Mbak Rena di sini!" seru Andi dengan tampang sumringah.

Bagaimana Rena tak kembali curiga. Sekali dua kali mungkin memang hanya kebetulan. Jika itu terjadi berkali-kali apa masih bisa disebut kebetulan?

"O-oh iya. Mbak Ratri nggak ikut?" Rena berusaha bersikap wajar.

"Istri saya belum pulang. Sering lembur akhir-akhir ini. Saya jadi sedikit kesepian," keluhnya.

Rena tak peduli itu. Mau sang suami tetangga kesepian atau tidak, bukan urusannya!

Ia hanya mengiyakan sambil lalu. Tapi suami Ratri itu tetap mengekor padanya. Menanyakan macam-macam barang di keranjang belanja Rena. Lalu Andi membeli barang yang sama.

Sementara Andi mencocokkan barang, Rena segera kabur tanpa pamit. Ia buru-buru membayar belanjaan dan menjauh secepat kilat.

Dalam perjalanan pulang, Rena terus menoleh ke belakang. Untungnya Andi sudah tak lagi terlihat. Ia segera memelankan laju kaki. Cukup melelahkan lari-larian di malam hari.

Lampu jalan berkedip-kedip. Rena mempercepat langkahnya. Ia tak suka dengan suasana suram ini. Ia merasa seseorang tengah membuntutinya.

"Ini cuma perasaanku sendiri," batin Rena menenangkan diri sendiri.

Hanya kurang dari lima meter pagar pembatas kompleks sudah terlihat. Kali ini Rena berlari kencang.

Tiba-tiba kantong belanjanya terjatuh. Jantungnya seakan berhenti berdetak.

Seseorang menarik lengannya dari samping dengan kuat. Rena hendak berteriak tapi tangan kasar seseorang dengan cepat membungkam mulutnya.

Ia ingin melihat orang yang membekapnya. Tapi orang itu cepat-cepat memeluk tubuh Rena dengan kuat dari belakang. Rena meronta-ronta, menginjak kaki orang itu.

Tak berhasil.

Orang itu gesit menghindar dan malah semakin mengencangkan pelukan. Rena dapat merasakan hembusan nafas panas orang itu di telinganya.

Tubuh Rena bergetar hebat. Ia sangat ketakutan sampai tak sadar menitikkan air mata.

Bulu kuduk Rena meremang tatkala mendengar suara berat pria itu. "Akhirnya kita bisa berduaan, Sayang."

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Chick Kin
bagus .....
goodnovel comment avatar
mey lestari
ko jadi horor si kak
goodnovel comment avatar
Joko Navysta Prawito
Keren kak.... Lanjutkan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status