Share

Chapter 6 : Lamaran

"Rena!"

Untuk pertama kali Rena lega mendengar suara itu. Andi berlari kencang ke arahnya sembari melempar barang bawaannya di tengah jalan.

Pria tadi terkejut mendengar teriakan Andi lalu spontan merenggangkan dekapan. Rena sontak mendorong pria itu ke belakang sampai mereka berdua jatuh terjengkang.

Andi sudah semakin dekat. Pria itu mendorong Rena dan melarikan diri secepat kilat.

"Berhenti!"

Andi tak lagi mengejarnya. Ia memilih untuk membantu Rena bangkit dengan nafas terengah-engah.

"Mbak Rena, ada yang luka?"

"Ng- nggak ada," Rena mengusap pipinya yang basah, "Terima kasih sekali," kali ini ia mengatakannya dengan setulus hati.

"Kenapa Mbak Rena pulang sendiri? Untung saya cepat datang!"

"Ta- tadi-"

"Sudah, mari saya antar pulang. Saya ambil barang saya dulu di belakang."

"Sa- saya ikut, Mas," Rena mencubit pleat kemeja Andi.

Rena masih sangat ketakutan. Tangannya gemetaran hebat. Wanita itu tak menolak ketika Andi menggandengnya.

"Mbak Rena lihat wajah orang yang tadi?"

"Nggak Mas."

***

Meskipun Ricky sudah tidak lagi menemui Rena, gosip para tetangga semakin menjadi. Ditambah lagi dengan peristiwa semalam. Banyak yang menyaksikan Rena jalan bergandengan tangan dengan suami orang.

Meskipun sudah menjelaskan kejadian yang dialaminya sampai lapor polisi pun orang-orang tetap berpikir itu semua hanya akal-akalan sang janda. Omongan orang-orang jadi lebih berkembang dan banyak bumbu-bumbu yang tidak benar.

Sampai-sampai anak didik Rena terkena dampaknya. Yang kebetulan murid les Rena semua juga laki-laki.

Tomi, salah satu anak didiknya mengadu, "Tadi saya ditanyai tetangga Mbak Rena."

"Tanya apa?"

"Mbak Rena di sini ngajarin apa saja? Pelajaran sekolah saja atau ada hal lainnya?"

"Iya aku juga ditanya seperti itu!" sahut Anton.

"Lalu apa yang kalian katakan?"

"Ya aku jawab saja seadanya. Kan memang cuma diajarin pelajaran sekolah. Mau diajarin apa lagi?" jawab Tomi dengan wajah polos.

Rena memijat pelipisnya. Pusing menghadapi cercaan orang-orang. Bahkan si pemilik rumah tadi sempat datang dan membahas masalah yang sama.

Pak Ridwan mengira Rena sengaja hanya menerima remaja-remaja pria. Menanggapi buah bibir masyarakat sekitar, pak RW sekaligus pemilik rumah itu meminta Rena untuk menghentikan aktivitas mengajar sampai gosip mereda.

"Lalu bagaimana saya mencari nafkah?" tanya Rena waktu itu, "Orang tua mereka sudah membayar biaya les penuh. Dan saya juga bukan perempuan yang seperti bapak sangka! Nggak mungkin saya menggoda anak-anak remaja! Masa saya harus mengembalikan semua uang dan berhenti mengajar hanya karena gosip yang nggak benar?"

Pak Ridwan tak bisa menjawab. Ia tahu apa yang dikatakan Rena benar. Tidak bijaksana kalau ia menghalangi orang mencari nafkah.

Lagi pula semalam Rena baru saja terkena musibah. Tapi ia juga tak mau menanggung kesalahan jika suatu saat Rena terbukti menggoda para pria itu.

Setelah berpikir panjang akhirnya Pak Ridwan berkata, "Kalau begitu Mbak Rena cari anak didik perempuan saja. Biar orang-orang nggak curiga."

Kembali ke masa sekarang. Orang tua peserta les datang menjemput secara bersamaan. Firasat Rena tak bagus tatkala para wali mengajaknya bicara tanpa anak-anak.

Salah satu dari mereka mewakili bicara. "Mbak Rena, kami sudah mendengar semua. Kami ingin berhenti menitipkan anak-anak kami belajar di sini. Kami khawatir kalau omongan mereka berdampak pada psikologis anak-anak kami."

"Kami nggak akan minta pengembalian penuh. Hanya setengahnya saja."

***

Rena tak kuasa menahan tangis yang sudah lama dibendung. Meratapi nasib buruk yang terus menghampiri.

Apa kesalahan yang sudah ia lakukan sampai harus menanggung sesuatu yang tidak pernah ia lakukan?

Belum lama ini Rena bahagia karena bisa mengajar lagi. Bahkan sampai mencari-cari pekerjaan sebagai guru.

Jelas kepayahan karena pekerjaan yang dicari berbeda dengan jurusan. Namun Rena bersyukur masih bisa membuka les privat.

Akhirnya Rena menemukan impian. Tapi semua berakhir begitu saja hanya karena orang-orang memojokkan dirinya. Tidak ada satu pun yang mencoba percaya.

Seandainya saja ia belum menikah, tak mungkin mendapat perlakuan yang sama. Seumpama ia masih menikah pun mana mungkin ada yang berani membuat gosip menjijikan seperti itu.

Baru sekarang Rena menyadari beratnya menjadi seorang janda. Berjuang hidup sendirian tanpa ada yang membela.

Dilecehkan orang pun malah dituduh yang sebaliknya. Tak ada seseorang yang bisa diajak bicara.

Tentu saja Rena dulu punya banyak teman. Lebih tepatnya semua temannya juga mengenal Dhani. Dan sejak mereka bercerai tidak ada satu pun yang membalas pesannya meskipun hanya lewat sapaan. Entah apa yang sudah Dhani katakan pada mereka.

"Permisi."

Seseorang mengetuk pintu rumahnya. Rena enggan beranjak dari ranjang. Tapi orang di luar terus memanggilnya.

Rena menarik nafas panjang tatkala melihat bayangan Andi di balik gorden tipis. Memang benar ia berhutang budi padanya malam itu. Tapi saat ini Rena benar-benar tak mau meladeninya.

"Mbak Rena."

Andi menemukan sosok sang janda. Mau tak mau Rena membukakan pintu untuknya.

"Ada perlu apa, Mas?"

"Saya bawain sedikit kue." Andi menyerahkan sekantong penuh makanan.

"Maaf Mas saya sedang nggak nafsu makan. Buat Ricky sama Ari saja. Saya juga lagi sibuk beres-beres rumah sekarang."

Andi meletakkan makanan itu di meja, "Saya mau bicara hal yang penting dengan Mbak Rena."

Rena mengerutkan kening, "Bicara apa, Mas?"

"Saya belum lama ini dengar rapat ibu-ibu di rumah saya mengenai Mbak Rena."

"Ada masalah apa ya sampai rapat segala? Kenapa saya yang bersangkutan nggak diberi tahu?"

"Saya juga nggak paham kenapa mereka nggak memberi kabar Mbak Rena. Yang jelas saya benar-benar khawatir. Makanya saya sudah membulatkan tekad untuk membantu Mbak Rena."

"Membantu?"

"Saya sudah berpikir masak-masak mau bicara seperti ini. Bagaimana kalau Mbak Rena jadi istri saya saja?"

"I- istri? Apa maksudnya Mas Andi?" Rena terkejut sekaligus marah. Tidak ada sebab yang jelas tiba-tiba suami tetangganya ingin meminang.

"Demi kebaikan Mbak Rena juga. Orang-orang mulai resah karena gosip-gosip tentang Mbak Rena. Belum lagi kasus anak-anak les yang katanya digoda Mbak Rena," terang Andi, "Maksudnya saya bukan percaya omongan mereka! Tapi semua orang sudah menganggap buruk Mbak Rena. Saya hanya ingin membantu."

Rena segera menutup mulutnya yang terngaga, "Lantas Mas Andi mau menolong saya dengan menjadikan saya istri kedua?"

"Benar." Andi kini mendekati Rena. "Biar nggak ada fitnah lagi. Saya berjanji akan membuat Mbak Rena bahagia."

"Mas Andi sadar atas apa yang barusan diucapkan, bukan?" Rena masih tak mau percaya ucapan pria itu.

"Seratus persen sadar!" jawab Andi sungguh-sungguh.

"Mbak Ratri tahu ini semua, Mas?" tanya Rena curiga.

"I- iya tahu!" Andi tergagap, "Nanti, nanti juga pasti tahu kalau Mbak Rena setuju."

Rena memijit pelipisnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan suami orang? Memikirkan saja tidak pernah!

"Maaf Mas, saya mau istirahat dulu. Saya anggap Mas Andi nggak pernah bicara seperti ini. Saya nggak akan bilang ke Mbak Ratri. Silakan kembali ke rumah!"

"Mbak Rena, saya sungguh-sungguh!" Andi mencoba meraih tangan Rena namun wanita itu cepat menghindar.

Rena membuka pintu rumah. Menyuruh Andi segera angkat kaki. Tapi bukannya menurut Andi malah semakin mendekati Rena. Memojokkannya sampai menempel di pintu.

"Saya tahu Mbak Rena juga menyukai saya. Mbak Rena nggak perlu membohongi diri sendiri!" Andi mencengkeram kedua lengan Rena.

"Apa maksudnya Mas?" Rena mencoba melepaskan diri namun tenaga Andi dua kali lebih kuat darinya.

"Saya tahu Mbak Rena juga suka sama saya! Nggak usah munafik Mbak! Ingat waktu saya pertama kali berkunjung. Mbak Rena suruh saya nunggu karena ingin saya mendatangi Mbak Rena duluan, bukan? Karena saya diam saja, Mbak Rena lantas beralasan memberikan makanan buat Ratri!"

"Apa-apaan sih Mas Andi! Saya nggak ngerti apa yang Mas Andi katakan sekarang! Mas Andi tolong menjauh dari saya!"

"Kemarin malam juga Mbak Rena dengan senang hati menggenggam tangan ini." Andi menyapu pipi Rena dengan jemarinya.

Andi tak ingin hanya diam saja mendengar penolakan yang tak masuk akal itu. Ia yakin betul Rena memiliki perasaan spesial untuknya. Karena itu ia memberanikan diri melamar Rena untuk dijadikan istri kedua.

Semakin Rena berontak semakin kuat pula Andi memeluknya. Ia sudah kehilangan akal sehat. Aroma tubuh sang janda begitu menggoda.

"Nggak usah jual mahal! Aku akan ceraikan Ratri kalau perlu!"

"Apa-apaan ini!" Lastri berteriak dari kejauhan. Ibu setengah baya itu buru-buru menghampiri mereka.

Andi yang tersadar mendorong Rena menjauh, "Kamu! Berani-beraninya menggoda saya!"

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Kristanti Marikaningrum
Ternyata Andi pengecut...
goodnovel comment avatar
Usman
up Thor...
goodnovel comment avatar
mey lestari
psikopattt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status