Share

Chapter 4 : Gosip

"Sudah dengar belum, Bu? Katanya si mbak janda yang itu tuh, semalam berdua-duaan sama anaknya Mbak Ratri."

"Masa sih? Kelihatannya kalem gitu. Yang bilang siapa?"

"Mas-mas ronda semalam mergokin mereka."

"Aduh, Bu. Zaman sekarang muka kalem nggak tahu dalamannya gimana!"

"Haa, namanya juga janda. Lama nggak ada pegang, bocah pun diembat!"

Gosip para tetangga sampai juga di telinga Ratri. Ibu muda itu meskipun sering bicara blak-blakan, ia tak mudah percaya omongan orang. Apalagi ia kenal dekat dengan wanita yang tengah digosipkan.

Sejak les di tempat Rena, nilai anaknya semakin membaik. Sudah hampir sebulan ini ia tak mendapat laporan negatif dari sekolah. Pun Ricky lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dari pada keluyuran dengan teman-temannya yang urakan.

Namun omongan para tetangga tetap membuat telinga panas. Karena anaknya sendiri yang jadi topik utama.

"Sementara ini nggak usah les dulu ya." Ratri akhirnya memutuskan.

"Kenapa, Ma? Bentar lagi kan ujian!" Ricky memprotes, "Jangan-jangan gara-gara gosip tetangga?"

"Jadi kamu sudah tahu. Mama nggak perlu jelasin lagi panjang lebar."

"Tapi itu semua nggak benar! Mana ada Mbak Rena godain aku!"

"Mau benar atau nggak, yang jelas sekarang kamu jangan ke sana dulu!"

"Nggak mau! Aku mau ketemu Mbak Rena terus!"

Hening.

Ratri gugup dengan pernyataan anaknya baru saja. Kata-kata para tetangga terus terngiang di benaknya.

"Kemarin malam aku lihat Ricky pegangan tangan sama si janda itu!"

"Kalau secantik itu mah siapa yang nggak kepincut! Bocah kemarin sore saja bakalan kehilangan akal lihat body yang aduhai!"

Ricky membuyarkan lamunan, "Maksudnya aku harus ketemu terus, aku, aku sebentar lagi ujian, Ma. Mbak Rena, Mbak Rena pintar ngajarin."

"Ricky, kamu... kamu nggak suka sama Rena, bukan?" Ratri serius bertanya.

Ricky tak menjawab. Ia tak bisa melihat mata sang ibu. Pun Ratri tahu gelagat anaknya ketika berbohong.

"Jawab Mama!" Ratri mengguncang tubuh anaknya.

Setelah berpikir lama, tak ada gunanya Ricky menutupi kebenaran. Toh tujuannya sekarang memang ingin menjalin kasih dengan sang janda.

Bukan hanya sekedar berpacaran. Namun ia ingin Rena menjadi bagian dari masa depannya.

"Iya. Aku serius menyukai Mbak Rena." Ricky masih menunduk.

Kaki Ratri lemas seperti tak bertulang. Ricky sigap menangkap sang ibu dan segera mendudukkannya. Ratri tak pernah menyangka putranya yang baru belasan tahun mengidamkan wanita yang lebih tua darinya.

Baru kali ini Ratri merasa kecewa dengan anak sulungnya itu. Tak mengapa jika Ricky suka membuat masalah atau tak pernah mendapat ranking tinggi di sekolah. Pun tak masalah seandainya Ricky mempunyai pacar meskipun sudah dilarang.

Tapi kenapa harus Rena?

Ratri tak pernah membenci Rena. Ia juga mulai akrab sejak anaknya les di tempat wanita itu. Bahkan ia bisa menganggap Rena seperti adiknya sendiri.

Rena selalu mendengarkan keluh kesah Ratri. Membantunya menasehati Ricky. Dan masih banyak lagi kebaikan yang diberikan tetangga baru itu.

Sejujurnya Ratri tak akan protes kalau Ricky memang serius menyukai Rena. Hanya jika Rena bukan janda cerai!

"Maaf, Ma." Ujar Ricky sungguh-sungguh.

"Kamu suka Rena karena dia gurumu, bukan? Karena dia baik dan sering membantumu?" Ratri menggenggam erat tangan anaknya.

"Aku, aku jatuh cinta dengan Mbak Rena. Bukan hanya sebatas menyukai antara murid dan gurunya." Ricky mengaku, "Aku benar-benar ingin menjadikan Mbak Rena sebagai pendampingku kelak, Ma!"

Hati Ratri seperti tersayat pisau belati. Perasaan Ricky sudah sejauh itu. Bagaimana caranya untuk mengembalikan kepolosan anaknya?

"Apa yang sudah Rena lakukan sampai kamu bisa sampai jatuh cinta dengannya? Atau jangan-jangan benar kata mereka kalau Rena menggodamu?"

"Itu semua nggak benar, Ma! Mbak Rena bahkan belum tahu kalau aku menyukainya!"

"Belum tahu?" Ratri tersenyum kecut. "Kalau begitu jangan sampai tahu! Mama akan bilang Rena, mulai hari ini kamu sudah nggak akan les di tempatnya lagi!"

"Nggak bi-"

"Dan jangan pernah datang ke rumahnya lagi!"

***

Sejak beredar gosip-gosip tentang dirinya dan Ricky, para lelaki di kompleksnya suka menggoda. Entah hanya bersiul-siul atau langsung melontarkan ucapan yang tak pantas untuk didengar.

"Rena, kencan sama Kakak aja, yuk."

"Mbak Rena, aku nggak kalah ganteng dari Ricky lho! Jalan sama aku saja, Mbak!"

"Aku baru saja menduda. Kau boleh menikahiku!"

"Main ke rumahku, yuk! Kamu pasti bakalan puas sama aku."

Ia muak dengan ucapan para pria itu. Dan sekarang, seorang pria yang belum pernah dilihatnya tengah mondar-mandir di depan rumah.

Rena mengintip dari sela-sela gorden jendela. Sudah hampir sepuluh menit pria itu tidak pergi, tidak juga mengetuk pintu.

Pria itu tampak seperti orang baik-baik. Berpakaian rapi dan sedikit tampan. Tapi Rena sudah terlanjur takut dengan pikiran para pria di kompleks terhadap dirinya.

Namun karena risih dan khawatir dengan omongan tetangga-tetangga, ia tetap memberanikan diri untuk menemui pria itu.

"Maaf Pak, ada yang bisa saya bantu? Dari tadi saya lihat Bapak berdiri di depan rumah saya."

Pria berkaca mata itu tampak terkejut. Ia mengamati Rena dari kepala sampai ujung kaki.

Rena tak suka dengan cara pria itu memandangnya. Bulu kuduknya tiba-tiba meremang.

"Pak?"

"O- oh, maaf. Benar dengan Mbak Rena ya?"

"Iya saya sendiri. Kalau boleh tahu Bapak siapa dan ada urusan apa?"

Pria itu mendekati Rena dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan, "Saya Andi, suami Ratri, ayah Ricky. Boleh minta waktunya sebentar?"

Rena menyilakan Andi masuk. Netra pria itu fokus memperhatikan cara berjalan si tuan rumah dengan penuh kekaguman.

"Mau minum apa, Pak?"

"Nggak usah, Mbak. Ngomong-ngomong panggil nama atau Mas Andi juga boleh. Masa istri saya dipanggil mbak, suaminya bapak-bapak..." guraunya.

Rena tertawa kecil, "Baik, Mas Andi. Kalau boleh tahu ada keperluan apa ya? Tumben bukan Mbak Ratri sendiri yang ke sini."

Untuk sesaat Andi melupakan tujuan kedatangannya. Sosok sang janda cukup banyak mengalihkan perhatian.

Terang saja, Andi pikir Rena seperti kebanyakan janda yang ia kenal. Ternyata wanita di depannya sungguh mempesona.

"Mas Andi?" Rena tak sabar menunggu jawaban Andi.

Ia sedikit menyesal membawa Andi masuk rumah. Mata pria itu berkeliaran dari wajah Rena dan turun ke bawahnya berulang-ulang. Rena segera merapatkan jaketnya.

"Ah, itu, apa ya tadi?" Andi gelagapan menjawab. "Oh, benar! Saya mau menyampaikan pada Mbak Rena, kalau mulai hari ini Ricky mau berhenti les."

Rena tampak kecewa, "Oh, begitu. Nggak apa-apa sih. Jadi saya harus mengembalikan berapa dari uang les yang sudah dibayarkan?"

"Karena kami yang memutus perjanjian duluan, kami nggak akan minta ganti rugi. Mbak Rena bisa simpan semua biaya yang sudah dibayarkan."

"Saya nggak enak, Mas. Bagaimana kalau saya kembalikan sebagian saja?"

Andi menelan salivanya. Setiap kata yang keluar dari mulut manis sang janda membuat dirinya gugup. Sudah lama ia tak merasakan perasaan ini. Bahkan dulu sewaktu kencan pertama dengan Ratri ia tak gugup seperti sekarang.

"Kalau Mbak Rena maunya seperti itu, ya sudah saya akan terima. Tapi Mbak Rena baik-baik saja, bukan?" Andi sungguh-sungguh khawatir.

Rena segera menangkap maksud lawan bicaranya. "Iya, saya baik-baik saja.. Saya juga mau menjelaskan kalau omongan orang-orang itu nggak benar. Saya nggak mungkin menggoda anak Mas Andi."

"Iya, saya percaya dengan Mbak Rena. Justru anak saya jadi menyusahkan hidup Mbak Rena. Saya janji akan menasehatinya lebih keras!"

"Bukan salah Ricky juga." Rena berbohong, "Semua hanya kesalah pahaman orang-orang. Mas Andi nggak perlu memarahi Ricky. Kasihan."

Apa lagi yang tak dimiliki wanita ini? Sudah cantik, pintar dan pengertian. Andi berharap Ratri memiliki salah satunya.

Selagi Andi membandingkan sang janda dengan istrinya dalam hati, Rena segera mengeluarkan uang dalam dompet. Menyerahkan separuh biaya les Ricky.

"Dihitung dulu, Mas."

"Nggak perlu. Saya percaya sama Mbak Rena."

"Ngomong-ngomong Mbak Ratri baik-baik saja kan?"

"Dia sedang nggak enak badan." Andi berkilah, tahu istrinya sedang tak nyaman bicara dengan Rena.

"Ya sudah, saya pulang dulu."

Andi bangkit dan beranjak pergi. Langkahnya terhenti ketika Rena mencekal lengannya.

"Tunggu sebentar, Mas. Jangan pulang dulu."

Mungkinkah Rena ingin menghabiskan waktu dengannya lebih lama? Andi berdebar-debar senang.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Kristanti Marikaningrum
Mas Andi kepedean...
goodnovel comment avatar
mey lestari
pede kali kau
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status