Home / Urban / Sang KAISAR PRODEO / Bab 002. PANGLIMA NAGA EMAS

Share

Bab 002. PANGLIMA NAGA EMAS

Author: BayS
last update Last Updated: 2024-10-07 11:39:50

Ibu!

Kata yang merupakan ‘ajimat’ dan sangat ‘sakral’ bagi Bara. Teringat jelas dalam memorinya, kejadian 15 tahun lalu saat usianya masih 9 tahun.

Baru saja Banu Hartadi pulang dari kantornya, dia sudah mendapat laporan tak mengenakkan dari istri mudanya Sisca. Tentang kelakuan kejam istri tuanya Marini dan Bara putra tunggalnya.

“Gara-gara mereka mendorong mamah, tadi mamah sampai terjatuh di kamar mandi Pah! Untung saja kandungan anak kita tak apa-apa. Tskk ... tskk,” ungkap Sisca pada Banu, dengan di iringi isak tangis ‘modus’nya.

Karuan saja amarah Banu meledak, mendengar laporan Sisca yang terdengar selalu teraniaya, setiap hari dia pulang dari kantor.

Kemarin soal Sisca diberi makan sambal terlalu pedas, kemarinnya lagi soal Sisca di suruh jalan ke pasar, dan kemarinnya lagi..lagi..dan lagi.

Dan kini soal jatuhnya istri kesayangannya itu di kamar mandi, akibat perbuatan istri pertamanya Marini dan Bara yang juga putranya sendiri.

Maka setan pun masuk ke dalam otak dan hati Banu di sore hari itu. Di ambilnya sebuah penggaris besi dari kamarnya, dan di datanginya Bara yang sedang anteng menonton TV di ruang tengah. Marini juga sedang menemani Bara di sana sambil asyik menyulam. Saat,

Plakkh!! Plakkhh!! Plakhh!!

“Aduhhh! Aakhhss! Ayahh..! Ampun Ayah!! Sakitt Ayahh..! Huhuu...!!”

Bara berteriak keras, akibat sabetan penggaris besi sang ayah yang mendarat di paha dan punggungnya.

“Mass..!! Masya Allah..!! Hentikann..!!” Marini melempar sulamannya dan langsung berlari mendekap Bara, melindunginya dari amukan kesetanan sang suami.

“Pergi kau dari rumah ini Marini! Bawa anak sialmu sekalian! Rupanya kalian belum puas kalau belum mencelakai anak dalam kandungan Siska ya!!" Plakkhh!! bentak Banu Hartadi murka, sambil mendaratkan sabetan penggaris besinya juga ke punggung Marini.

“Akskh! Cukup Mass!! Baik! Kami akan pergi!” seru Marini keras, dia merasa cukup sudah kesabarannya selama ini menerima fitnah dari Sisca dan kelakuan kasar suaminya.

Suami yang dulu begitu di kaguminya kini telah lenyap, berganti dengan suami yang berat sebelah dan suka menganiaya putranya sendiri. Putra yang dulu mereka ‘usaha’kan dengan taburan benih-benih kasih dan sayang, kini bagai sampah saja di mata suaminya itu.

Entah setan apa yang membuat suaminya itu membawa Sisca ke rumah 4 bulan yang lalu, dan menyatakan bahwa dia sudah menikah sirri dengan perempuan itu.

Terjadi pertengkaran sengit antara dirinya dan suaminya, yang berakhir dengan pisah ranjangnya dia dan suaminya.

Selama 4 bulan kehadiran Sisca di rumahnya pula, Marini dan Bara selalu di fitnah dengan berbagai tuduhan tanpa bukti dari Sisca.

Dan selalu saja Banu lebih mendengar kata-kata dari Sisca ketimbang ucapan Marini dan Bara.

Bara yang baru duduk di kelas 3 SD selalu mendapat omelan dan cacian dari Sisca. Apalagi jika dia sedang ditinggal sendiri di rumah oleh ibunya karena ada keperluan, habis sudah Bara menjadi bulan-bulanan Sisca. Entah itu di caci hingga dipukuli dengan sapu lidi, namun Bara akan diam dan tak melaporkan penganiayaan ini ke ayah atau pun ibunya.

Ya, Bara mulai paham, jika dia mengadu pasti ibunya yang akan tambah menderita akibat bertengkar dengan ayahnya.

Karena ayahnya yang sekarang sangat berbeda dengan ayah yang dulu, kini ayah yang begitu sayang padanya sudah tiada. Berganti dengan ayah yang pemarah, suka memukuli dia dan ibunya, serta hanya sayang pada tante Sisca yang jahat.

“Bara, ayo ikut ibu ke kamar. Kita siap-siap pergi dari sini Nak,” ajak Marini sambil mengulurkan tangannya. Sudut matanya telah basah dengan air mata tergenang, sakit dan sesak sekali rasa dadanya harus meninggalkan rumah yang telah 11 tahun di tinggalinya.

Rumah itu dahulu dibangun dengan sebagian biayanya adalah dari ayahnya. Namun dia sudah terlanjur muak dengan suaminya sekarang, dia enggan berbantahan dengan suaminya soal rumah dan lain-lainnya.

Apalagi jika dia harus berbantahan dengan Sisca yang sangat dibencinya itu. Pernah sekali dia ‘menampar’ Sisca, akibat dia memukuli Bara dengan gagang sapu untuk masalah yang sepele.

Tapi saat suaminya pulang kantor, ganti dia yang ditampar 3 kali oleh suaminya itu. Sakit sekali perasaannya, saat pria yang di cintainya itu malah membela wanita yang di bencinya.

“Iya ibu, huhuu..!Bu punggung Bara pedih Bu, huhuhuu!” Bara menyambut uluran tangan sang ibu, berjalan di sisi sang ibu sambil menangis kesakitan.

Ada pun Banu hanya terdiam melihat itu semua, ada rasa sakit juga di hatinya. Namun entah kenapa dia sama sekali tak bisa menahan amarahnya, jika mendengar pengaduan Sisca soal Marini dan Bara.

Akhirnya senja itu juga Marini bersama Bara keluar dari rumah itu, tanpa mendapat uang sangu atau ucapan apa pun dari suaminya. Marini hanya membawa perhiasan miliknya dan sedikit uang di tabungannya bernilai 7 juta rupiah lebih.

Untuk terakhir kali, di suruhnya Bara pamit pada ayahnya, saat mereka sudah di teras rumah.

“Bara pamit sama Ayah, cium tangannya,” Marini menunduk dan berbisik pelan ke dekat telinga Bara.

Bara mengangguk lalu kembali masuk ke dalam rumah dengan wajah agak takut. Bara masih ‘shock’ dengan sabetan penggaris besi sang ayah, yang masih terasa pedih di punggung dan pahanya.

Dan Bara akan selalu teringat, itu adalah salam terakhirnya pada sang ayah.

“Ayah, Bara pergi dulu sama Ibu,” ucap Bara sambil menarik dan mencium tangan ayahnya, yang terduduk lesu di kursi ruang tamu.

“Bara, maafkan ayah. Dan jaga Ibumu baik-baik ya,” tubuh Banu gemetar saat mengatakan itu, dia seperti sedang melawan mati-matian bisikkan jahat dalam dirinya, yang menyuruhnya untuk membenci putranya sendiri.

Ya, rupanya Banu telah terkena ‘guna-guna’ oleh seorang dukun yang dibayar Sisca..!

Pagi harinya Marini dan Bara telah tiba di terminal Purwokerto, dari terminal mereka naik angkot jurusan Baturaden dan turun di desa Pandak.

Di desa inilah ayah Marini tinggal setelah kematian ibunya di Jakarta. Marini baru 3 kali kerumah ayahnya yang sekarang ini, dulu dia pernah datang merayakan lebaran di sini bersama suaminya dan Bara yang masih kecil.

Damarjati menyambut kedatangan putri dan cucunya itu dengan gembira, saat melihat mereka berada di depan pintu rumahnya.

Namun melihat wajah muram dan sedih Marini, maka dia pun maklum ada hal berat yang sedang di hadapi oleh putrinya itu. Dibiarkannya dulu putri dan cucunya itu beristirahat di kamar yang di sediakannya.

Damarjati terlihat masih gagah di usianya yang hampir 65 tahun saat itu. Pakaiannya sederhana dan pandang matanya masih tajam dan teduh namun berwibawa.

Tidak heran, karena dia dulunya adalah mantan Komandan Pasukkan Luar Biasa. Tugasnya adalah mengawal secara pribadi para pejabat tinggi bahkan Presiden, dan tak jarang di tugaskan menyelesaikan misi-misi ‘halus dan mustahil’ yang teramat rahasia sifatnya.

Semboyan pasukkan ini adalah ‘Bergerak bagai badai, menghilang bagai asap’. Sebuah pasukkan yang di sangkal keberadaannya oleh negara, namun terasa nyata gerakkannya. Julukannya adalah ‘Panglima Naga Emas’!

Melihat rumah Damarjati yang sederhana? Tidak! Sesungguhnya Damarjati sangat kaya!

Setelah istrinya meninggal, Damarjati mundur dari pasukkannya dan menitipkan kepengurusan rumahnya di Jakarta pada mantan bawahannya yang paling setia, Tedjo. Dan dia sendiri pindah dan mencari ketenangan di desa kelahirannya itu.

Damarjati sangat marah dan kecewa pada Banu Hartadi menantunya itu, saat dengan jujur Marini menceritakan apa yang terjadi dalam rumah tangganya.

Damarjati sampai hendak menyusul ke Jakarta, untuk melabrak menantu dan istri mudanya itu. Namun Marini memohon sambil terisak pada ayahnya itu, untuk tidak ikut campur urusan pribadinya.

Marini berkata sudah rela berpisah dan meninggalkan semua kenangan buruk dalam hidupnya itu.

“Baiklah Marini, kau boleh larang bapak menemui mantu tak tahu adat itu! Tapi jangan larang bapak menurunkan ‘kemampuan’ bapak pada Bara mulai saat ini!” seru Damarjati tegas dan tak terbantahkan.

Maka jadilah sejak saat itu,..

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang KAISAR PRODEO   Bab 368. PESTA AKBAR

    Taph..! Tak salah memang Bara menjuluki Brian sebagai sahabat tercepat setelah dirinya, dalam hal ilmu meringankan tubuh. Bara pun terselamatkan dan langsung di bawa oleh Brian, ke tempat agak jauh dari arena pertarungan. Para sahabat pun berlesatan cepat menghampiri Brian, untuk melihat kondisi Bara yang masih tak sadarkan diri. Gatot langsung menotok beberapa titik di tubuh Bara. Untuk mempercepat dan memperlancar sirkulasi darah dan energi di tubuh Bara. Akhirnya, para sahabat memutuskan untuk meninggalkan area pertarungan final malam itu. Mereka pun berniat kembali ke kediaman Joseph, yang saat itu masih setia menanti mereka. Tampak wajah Joseph pucat pasi dilanda ketakutan, akibat merasakan kondisi alam yang tadi bagaikan hendak kiamat. Namun rasa cemasnya atas keselamatan Bara cs, membuatnya tetap bertahan menanti di posisinya. Sungguh orang yang tabah dan setia kawan si Joseph ini. Dimas dan Leonard memutuskan ikut ke rumah Joseph, setelah mereka melihat kond

  • Sang KAISAR PRODEO   Bab 367. SAVANA BERGUNCANG

    Lengkap sudah tiga elemen langit, es, dan bumi menyatu..! Dalam satu badai gelombang power raksasa di sekitar Bara.Semua orang yang berada di sekitar arena pertarungan itu, mereka langsung bergerak secepat mungkin. Untuk menjauh dari lokasi pertarungan, yang bagaikan sedang dilanda kiamat itu. Bahkan dua helikopter yang tersisa di udara, mereka hanya bisa mengambil gambar itu dari jarak yang sangat jauh. Tentu saja mereka bergidik ngeri, setelah melihat dua helikopter rekan mereka yang sudah menjadi bangkai. Tanpa ada satu pun penumpangnya yang bisa selamat. Dengan saling menguatkan tekat. Keempat sosok lawan Bara secara bersamaan bergerak, menyerang dan menerjang..! "Hiyaahh...!! Haaurmmsh.!! Hiyaathh..!! Huuppsh..!!" Keempat sosok itu serentak melesatkan pukulan andalan mereka ke arah Bara. BLANNGGGKSHHZTT...!!!! Sebuah gelombang besar bak bola energi raksasa pun melesat deras ke arah Bara. Gelombang energi yang tercipta dari 4 serangan lawannya tersebut, terdiri atas berb

  • Sang KAISAR PRODEO   Bab 366. TIGA ELEMEN MENYATU

    "Tembak..!" seru Dimas, saat dia melihat para sniper penyelenggara mulai menarget ke arah Bara. Splazth..! Splatsh..! ... Splatzh..! Dengan serentak para sniper Pasukan Super Level segera melesatkan pelurunya. Clakh..! Clakhs..! Clapsh..! Claksh..! ... Clakgssh..! Dan seluruh sniper pihak penyelenggara pun terhentak tewas, dengan kepala berlubang.! Karena memang mereka sudah dalam target para sniper Pasukan Super Level sejak tadi. Seth..! Sethh..! Sethh..! Sang Jendral, Freedy, dan Pandu, yang melihat Hong Chen sudah bergerak menyerang Bara. Akhirnya mereka semua pun ikut melesat, hendak menyerang Bara. Para sahabat yang melesat juga telah bersiap dengan ilmu pamungkas mereka masing-masing. Ajian 'Sayap Pembelah Langit' disiapkan oleh Brian, ajian 'Tendangan Halilintar Semesta' disiapkan Sandi, Gatot siagakan 'Jari Singa Neraka'nya, dan David juga telah menyiapkan ilmu 'Tapak Budha Mengguncang Langit' miliknya. Seth..! Sett..! Dimas dan Leonard juga tak mau ketinggalan, mere

  • Sang KAISAR PRODEO   Bab 365. AMBYAR PAMUNGKAS

    Langit bagai terbelah, saat menyambar sebuah kilatan halilintar bercahaya keemasan ke arah tangan Chen Sang yang teracung. Dan nampaklah kini, betapa tangan kanan Chen Sang di selimuti cahaya keemasan yang berkeredepan menyilaukan. Sebuah cambuk dengan 3 lidah petir berkilat-kilat, dengan mengeluarkan bunyi tegangan listrik yang mengerikkan di udara. Krrtzzh...! Krttzzkh..!! Krrttzzsk..!!Bara melirik ke arah timer, yang menunjukkan pertarungan sudah berada di menit ke 21. 'Hmm. Apa boleh buat, ini terpaksa', bathin Bara resah. "KALIAN SEMUA YANG DI BAWAH..! MENYINGKIRLAH LEBIH JAUH..!!" seru Bara memperingatkan, dengan lambaran tenaga dalamnya, pada semua orang yang berada di sekitar arena. Seketika semua orang di bawah pun bergerak menjauhi garis batas arena. Hati mereka semua sama berdebar. Ya, mereka semua sangat sadar, kiranya puncak pertarungan final telah tiba. Dan 'Pukulan Dua Naga' pamungkas Bara pun di siapkan tanpa ragu lagi. "Hyaarrghks...!!" Blaatzhs..!! Blaatzks

  • Sang KAISAR PRODEO   Bab 364. DUEL DUA NAGA

    "Terimalah ini bedebah.!" Byaarshk..!! Chen Sang berseru keras, seraya kembali meledakkan energi dalam dirinya. Kini nampak sosoknya berubah di selubungi cahaya hitam pekat kemerahan. Inilah ilmu gabungan, antara power Naga Bumi dan ilmu 'Badai Bumi Neraka'..! Byaarshk..!!Bara juga meledakkan 'power' dalam dirinya. Seketika sosoknya berubah menjadi dua warna yang berbeda. Nampak sebagian sisik tubuhnya berwarna emas di kanannya, dan sisik putih cemerlang kebiruan di sebelah kirinya. Kedua matanya mencorong, dengan warna merah menyala dan biru berkilau. 'Ahh..! Penyelarasan dua Mustika Naga..!' seru bathin Chen Sang terkejut. Walau dia sudah mendengar dari gurunya, soal pemuda yang sanggup menyelaraskan dua power Mustika Naga ini. Namun tetap saja hatinya merasa tergetar. Melihat keindahan sekaligus kengerian 'power', di balik sosok Bara itu. Namun tentu saja Chen Sang juga sangat yakin, dengan 'power'nya sendiri. Segera Chen Sang menerapkan ilmu 'Badai Neraka Naga Bumi'nya.

  • Sang KAISAR PRODEO   Bab 363. L E N Y A P

    Slaph..! Slaph..! Hampir bersamaan dan dengan kecepatan yang setara, Bara dan Chen Sang kini telah saling berhadapan di tengah arena pertarungan yang luas itu. Keduanya masih dalam posisi melayang tak menyentuh tanah. Keduanya nampak saling tatap dengan pandangan tajam, dalam jarak sekitar 15 meter. "Apakah kau yang membunuh kedua adik seperguruanku..?!" seru tajam Chen Sang. "Maaf, adik seperguruanmu yang mana..?" Bara balik bertanya tenang. Karena dia memang tak tahu, jika Cin Hai dan Han Jian adalah adik seperguruan dari Chen Sang. "Si Kipas Neraka dan si Naga Terbang..!" seru Chen sang geram bukan main, melihat ketenangan Bara. 'Seolah tak bersalah saja kau bangsat..!' seru hati Chen Sang murka. Nampak 4 buah helikopter dari pihak channel khusus telah terbang mengudara, di empat titik mereka dalam bentuk 'plus' di empat sisi arena. "Ohh..! Si Tukang Kipas dan si Pendek Kekar itu. Iya aku membunuhnya, karena mereka berbuat onar di negeriku," sahut Bara tersen

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status