Share

Bab 3

Author: Abimana
Arjuna tiba-tiba berteriak dengan dingin, Raditya dan dua pria lainnya tertegun.

Bisa-bisanya Arjuna meneriaki mereka?

Rumah itu tiba-tiba menjadi sunyi.

"Arjuna!" Ekspresi Raditya menjadi muram. "Kamu bertingkah seperti ini sejak kami masuk rumah. Tadi aku tidak perhitungan karena mengingat kamu baru saja jatuh ke jurang, belum pulih. Tapi kamu jangan ngelunjak. Aku bicara sampai di sini. Kamu sudah menerima uangnya, jadi baik kamu bersedia atau tidak, lakukan sesuai kesepakatan kita sebelumnya."

Saat Raditya berbicara, kedua pria di belakangnya pun berdiri.

Kedua pria itu tampak tinggi dan kekar.

Jika Arjuna benar-benar berkonflik dengan mereka, dia bisa kabur, tetapi ....

Arjuna melirik Daisha yang berdiri dengan kepala menunduk di sampingnya.

"Aduh, kepalaku!" Arjuna memegang kepalanya, berpura-pura kesakitan. "Setelah jatuh ke jurang, aku terus demam. Kepalaku masih sakit dan bengkak. Aku tidak mengingat banyak hal. Maaf, kawan-kawan."

Melihat hal ini, ekspresi ketiga pria itu baru sedikit melunak. Arjuna segera bertanya kepada Raditya. "Kak Raditya, apa saja yang aku janjikan kepadamu sebelumnya?"

"Ternyata begitu ... lupakan saja." Raditya menyuruh kedua pria tersebut untuk duduk. "Kamu sangat beruntung tidak dimakan serigala saat jatuh ke jurang. Kami tidak akan perhitungan untuk sementara. Aku sudah lapar, mari kita makan dulu."

"Ka ...." Begitu duduk dan melihat lauk yang ada di atas meja, Raditya pun kesal lagi. "Masakan apa-apaan ini?"

Arjuna melihat tiga lauk yang ada di depannya. Ayam tumis, acar timun dan tahu goreng.

Walaupun itu bukan hidangan mewah, karena keluarga mereka begitu miskin, tetapi lauknya dimasak dengan wangi. Terutama tahu goreng yang berwarna keemasan, tampak menggugah selera.

Kesan baik Arjuna terhadap Daisha bertambah lagi.

Orang secantik ini juga pandai memasak.

"Aku yang membawa tiga makanan ini. Dasar wanita, bagaimana tiga lauk ini cukup untuk kami bertiga? Di mana telur dan kacang?"

"Kak Raditya, sekarang tidak ada makanan-makanan itu di rumah." Suara Daisha terdengar kecil dan gemetar. Dia begitu ketakutan oleh suara keras Raditya hingga dia tidak berani mengangkat kepalanya.

Sebenarnya ada seekor ayam tua yang bertelur di rumah. Beberapa hari yang lalu, pemilik tubuh Arjuna sebelumnya mengeluh tidak ada daging untuk dimakan sehingga dia memaksa Daisha untuk membunuh ayam tersebut.

"Ck, ck!" Raditya menggelengkan kepalanya, lalu berkata dengan nada menghina. "Arjuna, semua istrimu tidak berguna. Lebih baik kamu jual mereka, kemudian cari wanita yang lebih cakap."

Kata-kata Raditya membuat Daisha tersentak.

Sebelum Arjuna sempat membalas perkataan Raditya, Daisha sudah berlutut di depan Arjuna, kemudian memeluk kakinya.

"Tuan, saya mohon, jangan jual kami. Kami akan bekerja lebih keras untuk menghasilkan uang agar Anda bisa hidup nyaman."

"..."

Mendengarkan permohonan Daisha, Arjuna tidak dapat menemukan kata-kata untuk menggambarkan suasana hatinya saat ini.

Kami akan bekerja lebih keras untuk menghasilkan uang agar Anda bisa hidup nyaman.

Kata-kata yang ajaib.

Negara ini benar-benar aneh.

"Tidak ada gunanya kamu menangis. Arjuna sudah menjualmu." Raditya menunjuk dua pria yang ada di belakangnya. "Apakah kamu melihat orang-orang di belakangku? Mereka dari Rumah Bordil Prianka. Hari ini, mereka datang untuk membawamu pergi."

"Bam!"

Daisha langsung jatuh ke lantai, matanya yang jernih seketika berkaca-kaca. Dia menggigit bibirnya untuk mencegah air mata jatuh dari matanya.

Dia tidak menangis maupun ribut, melainkan mengangkat kepalanya, menatap Arjuna dengan berani untuk pertama kalinya.

Berdasarkan sifat manusia, Arjuna mengira Daisha akan memukulnya atau setidaknya menyudutkannya dengan keras. Namun kenyataannya, semua itu tidak terjadi.

Dia hanya bertanya dengan nada lembut. "Tuan, apakah Anda benar-benar menjual saya?"

"Aku ...."

Melihat tatapan Daisha yang penuh dengan kesedihan, serta mendengar pertanyaannya yang lembut, Arjuna seketika tidak tahu bagaimana menjawabnya.

Jangankan Daisha, Arjuna saja berharap bisa kembali ke masa lalu untuk menghajar suami Daisha dulu.

Bisa-bisanya pria tersebut menjual istrinya yang seperti peri dan berkarakter lemah lembut. Otaknya pasti bermasalah.

"Mungkinkah ini bohongan?" Raditya berkata dengan lantang. "Kemarin lusa, dia mencariku, memintaku untuk menjualmu ke Rumah Bordil Prianka seharga seratus sen."

"Seratus sen, pantas saja ...."

Pantas saja kemarin Arjuna tiba-tiba punya uang untuk pergi mabuk-mabukan hingga mabuk berat sehingga jatuh ke jurang.

Kenapa Tuhan tidak mencabut nyawanya saja?

"Tuan." Ketenangan Daisha membuat orang gelisah. Dia melihat Arjuna dengan tatapan kosong. Kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar begitu ringan. "Apakah Anda lupa? Daisha masih perawan. Rugi sekali hanya dijual seratus sen."

Pupil Arjuna tiba-tiba melebar.

Perawan?!

Meski ingatan dalam benaknya sangat berantakan dan tidak banyak, Arjuna tahu bahwa Daisha sudah menikah dengan pemilik tubuh Arjuna sebelumnya setidaknya selama satu tahun.

Dalam satu tahun, bagaimana dia masih ....

"Haha, setimpal!"

Raditya tiba-tiba berlari mendekat tanpa mengindahkan Arjuna sama sekali. Dia berjalan melewati Arjuna seolah-olah pria itu transparan, kemudian dia berjongkok di depan Daisha.

"Kamu masih perawan ya! Arjuna, kamu benar-benar hebat. Hei, kalian yang dari Rumah Bordil Prianka, lihat, Alsava Keempat Arjuna adalah seorang perawan. Parasnya cantik, dia bisa menarik simpati orang lain saat menangis. Para pelanggan pasti menyukainya. Tidak bisa, kalian harus menambah uangnya. Tambah uang!"

Sambil berbicara, dia mengulurkan tangan untuk mengangkat dagu Daisha.

"Buk!"

Arjuna mengambil mangkuk dari atas meja, kemudian melemparnya ke kepala Raditya.

Sekarang tubuh ini miliknya, dia adalah Arjuna di ruang dan waktu ini.

Berani menyentuh wanitanya?

Pergilah ke neraka!

Raditya memegang luka pada kepalanya, lalu dia menunjuk Arjuna sambil berkata, "Beraninya kamu memukulku!"

Dua pria dari Rumah Bordil Prianka berdiri bersamaan.

"Raditya, anak ini terlalu liar! Hajar dia!"

"Haha, coba tebak, kapan Arjuna akan memohon belas kasihan kepada Raditya?"

"Setelah ditonjok dua kali?"

"Tidak, kurasa dia bahkan tidak bisa menahan satu tonjokan."

Kedua pria itu bersedekap seperti sedang menonton pertunjukan bagus. Mereka bahkan menebak kapan Arjuna akan memohon belas kasihan.

Raditya melangkah ke depan Arjuna, kemudian dia berkata dengan arogan. "Segera berlutut dan mohon ampun, maka aku akan mempertimbangkan untuk memukulmu lebih pelan."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Diahrini Kitchen
sip suka critanya
goodnovel comment avatar
Arifin
ini khayalan pengarangnya sungguh luar binasa sinting... sesuatu yang sangat mustahil terjadi... mungkin imajinasinya muncul ketika sedang e 'eek kalee
goodnovel comment avatar
hans
***** bagus ceritanya lanjut
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 1062

    "Jangan-jangan kamu ...." Arjuna bangkit, lalu duduk di samping Amira. Tatapannya menjadi waspada saat dia menatap perut wanita itu yang sedikit membuncit. "Hamil?""Ya."Pipi Amira memerah, matanya yang menawan dipenuhi cinta keibuan. Dia kembali menggenggam tangan Arjuna, kemudian meletakkannya di perutnya. "Sudah tiga bulan lebih."Tiga bulan lebih yang lalu, Arjuna akan berangkat ke Kota Phoenix. Amira menempuh perjalanan ribuan mil ke ibu kota Bratajaya, ingin ikut dengannya.Arjuna tidak membiarkannya pergi. Sebelum pergi, mereka menghabiskan dua jam lebih di kereta kuda untuk menghibur Amira yang telah melakukan perjalanan sejauh ini.Bayi di dalam perut Amira pasti hadir sekitar waktu itu.Arjuna menundukkan kepalanya, lalu dengan lembut mencium perut Amira yang membuncit."Kamu sedang hamil, kita memang tidak boleh macam-macam."Saat Arjuna memakaikan Amira pakaian, tak disangka Amira malah meraih tangan Arjuna. Dia menarik tangan Arjuna ke atas hingga meletakkannya di payudar

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 1061

    "Untuk saat ini, memang hanya aku yang bisa menggunakan. Hendri." Arjuna menoleh ke Hendri lalu berkata, "Setelah makan, ikutlah denganku. Aku tidak familiar dengan jalan di Negara Surgajelita.""Baik, Yang Mulia," jawab Hendri dengan lugas untuk pertama kalinya."Pergi setelah makan?" Amira segera meraih tangan Arjuna. "Aku akan pergi bersamamu.""Tidak boleh."Arjuna langsung menolak, sikapnya tegas."Saat ini Negara Surgajelita sedang menghadapi bencana besar, kamu tidak boleh meninggalkan istana."Merasa dirinya sudah bersikap terlalu keras, Arjuna pun menambahkan kalimat lain."Baiklah, aku akan mendengarkanmu, Arjuna." Amira sedikit cemberut.Hendri tidak jauh lebih tua dari Amira. Dia telah menyaksikan Amira tumbuh dewasa. Untuk pertama kalinya, dia melihat Amira bertingkah seperti wanita pada umumnya.Saat ini, dia tahu dia telah sepenuhnya kalah.Arjuna bukan lebih hebat bertarung darinya, tetapi juga berkali-kali lipat lebih cakap dalam manajemen krisis.Bagaimana dia bisa di

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 1060

    Karena tidak ada bahan mudah terbakar di sekitar kedua api tersebut, oksigen di pusat api telah benar-benar habis, api pun padam.Arjuna tidak ingin menjelaskan metode memadamkan api dengan api, karena meskipun dia menjelaskannya, orang-orang ini mungkin tidak akan mengerti."Ayah, kurasa Perdana Menteri adalah seorang dewa!"Suara kekanak-kanakan yang jelas bergema dari kerumunan."Aku juga berpikir begitu. Jika dia bukan dewa, bagaimana mungkin dia begitu baik? Dia tidak hanya bekerja bersama dengan kita saat menggali lubang tadi, tapi dia juga bekerja lebih efisien daripada kita.""Benar, dia bekerja dengan efisien, ramah kepada orang-orang biasa. Hanya dalam empat jam, secara ajaib memadamkan api. Yang Mulia pasti dewa."Orang-orang yang telah menggali terowongan di sekitar Arjuna berbicara sambil berlutut untuk memberi penghormatan kepadanya.Saat mereka berlutut, orang-orang di sekitar mengikutinya.Melihat orang-orang berlutut, para prajurit pun ikut berlutut.Akhirnya, para men

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 1059

    "Jenderal Hendri, apakah kamu terima pertempuran di Kota Sudarana?" tanya Arjuna.Hendri membungkuk kepada Arjuna. "Yang Mulia Perdana Menteri tidak hanya dapat menciptakan granat yang mengerikan, tapi juga memiliki taktik yang luar biasa. Aku kagum, tapi ...."Hendri menatap Arjuna dengan dingin. "Bukankah tidak pantas Yang Mulia mengungkit masa lalu saat ini? Jika Yang Mulia benar-benar menginginkan pujianku, setelah api padam, aku bisa mengunjungi dan memuji Anda selama sepuluh hari, bahkan setengah bulan."Kata-kata Hendri terdengar sarkastis, tetapi Arjuna tidak menghiraukannya. Dia hanya tersenyum tipis."Baiklah, aku akan menunggumu di kediaman. Soal tidak pantas mengungkit masa lalu yang kamu bilang, aku hanya ingin memberitahumu bahwa aku tidak hanya lebih hebat darimu dalam berperang, tapi aku juga ahli dalam memadamkan api."Lebih tepatnya, ini disebut serangan pengurangan dimensi, tetapi Arjuna menghindari penggunaan istilah itu karena dia takut orang-orang kuno ini tidak m

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 1058

    Amira berjalan mendekat, lalu berdiri di samping Arjuna.Mata indahnya bersinar dingin.Dia datang untuk mendukung Arjuna.Benar saja.Suara-suara yang menyudutkan Arjuna tiba-tiba berhenti, orang-orang mengamuk tetapi tidak berani berbicara."Terima kasih, sayang."Arjuna menyengir.Rasanya sangat bahagia dilindungi dan dimanja oleh istri.Amira tidak mengerti apa arti "sayang", tetapi Arjuna tersenyum, artinya pasti sebuah pujian. Arjuna senang, begitu pula dirinya.Arjuna tetap diam. Orang-orang di sekitar yang takut pada Amira pun diam. Ratusan ribu orang berdiri di puncak gunung, tetapi begitu hening.Satu-satunya suara yang terdengar hanya suara angin dan derak api yang di kejauhan.Arjuna memegang tangan Amira sambil melihat api yang tak jauh darinya.Api sama sekali tidak mereda, malah makin besar.Seiring api makin dekat, atmosfer yang menyesakkan terasa. Puncak gunung yang sunyi mencapai puncaknya, banyak orang hampir meledak.Tiba-tiba!"Berubah, berubah!"Arjuna berteriak p

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 1057

    "Dia ... dia itu Perdana Menteri!"Orang-orang yang mengenali Arjuna sangat terkejut."Dia adalah Perdana Menteri?""Perdana Menteri yang menyebabkan amukan Tuhan di Negara Surgajelita?""Diam! Kecilkan suaramu! Apakah kamu sudah bosan hidup?""Tidak apa-apa. Hari ini terlalu berangin. Aku tidak mendengar apa-apa." Arjuna tersenyum.Arjuna menatap para pemuda itu. "Kemarilah, aku akan mengajari kalian. Setelah itu, kalian bisa mengajar orang lain."Arjuna berbicara dengan rendah hati, sama sekali tidak ada gaya seorang pejabat.Pembawaannya yang santai membuat para pemuda lebih rileks.Arjuna mengajar satu demi satu kelompok.Dia mengajar sambil mempraktikkan. Selama mengajar, dia menggali jarak yang cukup jauh.Anak muda belajar dengan cepat. Setelah Arjuna mengajar, para pemuda menguasai tekniknya, kemudian mereka bubar untuk mengajari orang lain.Ketika dia tidak lagi butuh mengajar, Arjuna bergabung dengan orang-orang di sekitarnya untuk menggali."Pak, bukankah kalian disuruh beri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status