Share

Bab 2

Author: Abimana
"Tuan, saya salah!"

"..." Arjuna tampak bingung.

Dia membungkuk untuk memapah Daisha berdiri, tetapi begitu tangannya menyentuh Daisha, wanita itu langsung bersujud kepadanya.

"Saya tahu Tuan selalu tidak menyukai keterampilan saya. Saya akan belajar dengan wanita-wanita di desa."

"Tapi Anda sudah mematahkan kaki kanan saya sebelumnya. Kalau Anda mematahkan kaki kiri saya juga, saya tidak bisa melayani Anda lagi."

Apa?!

Kaki Daisha dipatahkan oleh si pemilik tubuh Arjuna sebelumnya?!

Melihat kaki kanan Daisha yang pincang, kepala Arjuna pun berdengung.

Daisha begitu cantik, lemah lembut dan penurut. Siapa pun yang melihatnya pasti ingin menyayanginya. Apa yang pria itu pikirkan? Bagaimana dia tega melakukannya?

"Kakimu sakit, jangan berlutut lagi."

Tubuh Daisha bergetar hebat. Dia yang takut pada Arjuna sama sekali tidak memperhatikan apa yang Arjuna katakan. "Saya mohon, jangan pukul saya lagi. Jangan pukul saya."

Tubuh Daisha gemetar, ekspresinya tampak ketakutan.

Bisa dilihat bahwa si pemilik tubuh sebelumnya sering memukul Daisha sehingga wanita ini trauma.

Arjuna mengatakan tiga kali berturut-turut bahwa dia tidak akan memukul Daisha, Daisha barulah berhenti memohon belas kasihan.

"Tuan, Anda ... tidak akan memukul saya?"

"Arjuna, Arjuna!"

Tepat ketika Arjuna hendak menjawab pertanyaan Daisha, panggilan mendesak tiba-tiba terdengar dari luar pintu.

Daisha, yang sedang berlutut di lantai, dengan cepat berdiri guna membukakan tirai pintu untuk Arjuna.

"Terima kasih!" Arjuna mengangguk kecil pada Daisha, lalu berjalan melewatinya, keluar.

Daisha, yang berada di belakang Arjuna, memandang pria itu dengan terkejut bercampur bingung untuk waktu yang lama.

Tuan tidak memukulnya, bahkan mengucapkan terima kasih kepadanya?

Apakah Tuan berubah setelah jatuh ke jurang?

Alangkah baiknya jika itu benar.

Daisha menampar dirinya sendiri dengan keras.

'Daisha, Daisha, jangan berkhayal.'

'Arjuna menjadi baik adalah hal yang mustahil.'

...

Ada tiga pria bertubuh kekar di halaman, masing-masing dari mereka sangat tinggi dan besar. Orang yang berdiri di paling depan tampak galak dan tak bisa disinggung.

Siapa orang-orang ini?

Arjuna ingin bertanya pada Daisha, tetapi malah menemukan bahwa Daisha tampak panik. Kedua tangan Daisha terkepal erat. Ketika pandangannya bertemu dengan Arjuna, ada tatapan sedih, mengeluh serta memohon dalam matanya.

Apa yang terjadi?

"Apa yang sedang kamu lakukan? Kenapa begitu lama baru keluar?" Pria itu menghampiri Arjuna, menunjukkan gigi kuningnya, kemudian dia menggoyangkan benda yang ada di tangannya. "Aku sudah membawa daging, arak dan orangnya."

Usai berbicara, tanpa menunggu reaksi Arjuna, dia langsung mengajak dua pria lainnya untuk masuk ke dalam rumah.

"Apakah aku akrab denganmu?"

Arjuna merasa tidak senang karena mereka masuk ke dalam rumahnya tanpa persetujuannya, apalagi mereka membuat istrinya ketakutan.

Mendengar kata-kata Arjuna, ketiga pria itu pun tertegun.

"Kamu .... Aish!" Pria bergigi kuning itu mengibas tangan dengan acuh tak acuh, lalu dia berkata kepada teman-temannya. "Kemarin dia jatuh ke jurang, sekarang otaknya masih bermasalah. Abaikan saja, kalian duduk dulu."

Selesai berbicara, pria bergigi kuning itu menoleh ke arah Daisha yang berdiri di balik tirai pintu, kemudian dia berteriak dengan keras. "Dasar wanita buta! Apakah kamu tidak melihat daging dan arak yang aku bawa? Cepat masak! Kamu begitu tidak inisiatif, aku seharusnya menyuruh Arjuna untuk menjualmu!"

Daisha yang berada di balik tirai pintu pun gemetar.

Daisha berjalan keluar dari balik tirai pintu, wajahnya pucat, matanya berkaca-kaca.

Setelah mengambil daging dan arak dari pria bergigi kuning, Daisha berjalan tertatih-tatih menuju dapur.

Kemarahan Arjuna melonjak. Apa hebatnya seorang pria menindas seorang wanita? Selain itu, wanita tersebut adalah istrinya.

Siapa pria ini sebenarnya? Dia datang tanpa diundang, bahkan menyuruh-nyuruh wanitanya.

"Aish!"

Tepat ketika Arjuna hendak meledak, pria bergigi kuning itu melihat Daisha yang pincang, lalu dia tiba-tiba menghela napas. "Arjuna, apakah kamu tidak bisa bersabar sedikit? Sayang sekali kaki Alsava Keempat dipatahkan."

"Benar."

Dua orang yang ada di belakang pria bergigi kuning itu mengangguk, menunjukkan penyesalan.

Arjuna memandang ketiga pria itu dengan tatapan menyelidik. Didengar dari nadanya, penyesalan mereka tidak terdengar seperti bersimpati pada Daisha.

"Jangan berdiri di sini, ayo masuk dan duduk di dalam. Arjuna, kamu pasti belum pulih. Ayo, cepat duduk juga."

Pria bergigi kuning itu menarik Arjuna ke dalam rumah seolah dialah tuan rumahnya.

Arjuna duduk, kemudian dia memandang ketiga pria itu dalam diam. Dia harus mencari tahu dulu siapa pria-pria ini, serta tujuan kedatangan mereka.

Dia mencari memori dalam benaknya.

Dari ketiga pria ini, dia hanya mengenal ketuanya, yaitu pria bergigi kuning. Namanya Raditya Yudis, dia dan pemilik tubuh Arjuna sebelumnya adalah preman di desa.

Mereka memiliki kesamaan, yaitu sama-sama malas. Mereka hanya tahu makan, minum, mencari pelacur dan berjudi. Semua tanggungan rumah diserahkan kepada istri, bahkan mengeluh uang yang istri mereka hasilkan terlalu sedikit. Bila dalam suasana hati buruk, mereka akan memarahi dan memukul istri mereka. Kekerasan yang dilakukan adalah mematahkan tangan dan kaki.

Alasan Raditya dan pemilik tubuh Arjuna sebelumnya begitu liar adalah mereka yakin orang lain tidak akan menuntut mereka.

Apalagi lelaki di Kerajaan Bratajaya lebih sedikit ketimbang perempuan. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah laki-laki pun berkurang drastis karena perang dengan negara tetangga dan bencana alam. Banyak perempuan tidak bisa menikah meski usianya sudah cukup.

Situasinya genting. Setiap rumah sangat kekurangan makanan. Orang tua yang kejam akan mengusir anak perempuan mereka yang tidak dinikahi. Wanita yang cantik bisa menjadi wanita penghibur, sedangkan yang tidak cantik hanya bisa mengembara. Setiap tahunnya ada banyak perempuan yang mati kelaparan.

Anak perempuan yang tidak diusir dari rumah pun seringkali memilih bunuh diri karena takut menjadi beban keluarga.

Karena itu, Raja Bratajaya menurunkan sebuah titah.

Pemerintah kerajaan mengalokasikan istri. Selain yang dialokasikan, mereka juga mendorong pria untuk menikahi banyak wanita. Orang yang menikahi lebih dari tiga wanita akan diberi imbalan.

Hadiah dari raja yang awalnya satu tael perak ditambah menjadi sepuluh tael perak, tetapi masih sedikit pria yang mau menikahi banyak wanita.

Saat ini, ekonomi kurang baik, semua orang menjalani kehidupan dengan susah. Siapa yang mau menambah istri?

Jumlah laki-laki sedikit, sedangkan Arjuna dan Raditya telah menikah lebih dari tiga orang. Seandainya mereka digugat ke pemerintah daerah, pemerintah daerah hanya akan memberi mereka sanksi sebagai formalitas.

Raditya melihat ke arah pintu lalu bertanya, "Arjuna, di mana Alsava Ketiga dan yang lainnya? Hari ini tidak ada di rumah?"

"Alsava Ketiga?"

Dan yang lainnya?

Jangan-jangan, istrinya tidak hanya satu?

"Tunggu." Raditya menggelengkan kepalanya. "Arjuna, jangan-jangan kepalamu benar-benar bermasalah setelah jatuh ke jurang?"

Mata Arjuna membelalak. "Apakah kamu bisa bicara? Kepalamu yang bermasalah!"

Raditya segera menjawab, "Kalau kepalamu tidak bermasalah, kenapa kamu tidak ingat Alsava Ketiga? Bukan hanya melupakan Alsava Ketiga, kamu bahkan memperlakukan Alsava Keempat si pincang dengan baik."

Istri keempat, pincang?

Maksud Raditya seharusnya Daisha yang sedang sibuk di dapur.

"Apakah kamu mengerti sopan santun? Nama istriku adalah Daisha, bukan si pincang!"

"Lihat, lihat," kata Raditya dengan semangat, seolah tebakannya benar. "Kamu masih mengatakan kepalamu tidak bermasalah. Kamu biasanya paling tidak menyukai Alsava Keempat. Kamu merasa dia terlalu kurus sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan berat di ladang. Kalau bukan karena Alsava Ketiga dan yang lainnya, kamu sudah lama menceraikan dan membuangnya."

"Oh!" seru Raditya. Dia tiba-tiba ber-"oh" ria, kemudian menunjuk Arjuna dan menggodanya. "Aku sudah tahu kenapa kamu mengundang kami ke sini hari ini. Karena Alsava Ketiga dan yang lainnya tidak ada di rumah. Kamu takut padanya."

Ingatan tersebut benar-benar tidak ada di benak Arjuna.

Alsava Ketiga

Raditya terus menyebut Alsava Ketiga.

Apakah dia itu kakaknya Daisha? Apakah dia juga istrinya Arjuna? Wanita seperti apakah dia?

"Lupakan saja, jangan bicarakan Alsava Ketiga. Mari kita bahas urusan penting." Raditya menoleh kepada dua pria yang dia bawa. "Bagaimana? Aku tidak membohongi kalian, bukan? Daisha itu ...."

"Tuan ...."

Suara lembut Daisha menyela kata-kata Raditya. Dia membawa sebuah meja kecil masuk, di atas meja terdapat tiga lauk yang baru saja dia masak.

Daisha berjalan dengan susah payah karena harus membawa meja dengan kaki yang tidak bagus. Dia berusaha melindungi makanan yang ada di atas meja itu.

Arjuna buru-buru berdiri, kemudian mengambil meja kecil dari Daisha. "Aku saja."

Daisha tertegun. Ada tatapan bingung dan sedikit terharu dalam manik hitamnya.

Arjuna tidak hanya tidak marah karena gerakannya lambat dalam menyajikan makanan, tetapi juga berbicara dengan sopan dan mengambil inisiatif untuk membantunya.

Dia ... tampak sangat berbeda dari biasanya.

"Kulitnya putih mulus, wajahnya juga cantik. Kamu benar, Raditya, dia memang wanita cantik yang langka. Sayangnya, kakinya dipatahkan. Kalau tidak ...."

Raditya menatap Daisha. Dua pria lainnya juga memandang Daisha dengan tatapan tak senonoh.

Meskipun Arjuna tidak pernah berpacaran di zaman modern, dia tidak bodoh. Hari ini, beberapa orang tersebut datang untuk Daisha.

Apakah pemilik tubuh Arjuna sebelumnya tidak diberi otak saat lahir? Bisa-bisanya dia berteman dengan pria-pria yang mengincar istrinya.

Arjuna menatap tiga pria yang ada di depannya dengan tatapan dingin.

"Pergi!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (9)
goodnovel comment avatar
Fajar Siddiq
melankolis ..ditunggu kelanjutan nya
goodnovel comment avatar
Fajar Siddiq
menarik sekali
goodnovel comment avatar
Alesta
BAgussbqguss
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 1062

    "Jangan-jangan kamu ...." Arjuna bangkit, lalu duduk di samping Amira. Tatapannya menjadi waspada saat dia menatap perut wanita itu yang sedikit membuncit. "Hamil?""Ya."Pipi Amira memerah, matanya yang menawan dipenuhi cinta keibuan. Dia kembali menggenggam tangan Arjuna, kemudian meletakkannya di perutnya. "Sudah tiga bulan lebih."Tiga bulan lebih yang lalu, Arjuna akan berangkat ke Kota Phoenix. Amira menempuh perjalanan ribuan mil ke ibu kota Bratajaya, ingin ikut dengannya.Arjuna tidak membiarkannya pergi. Sebelum pergi, mereka menghabiskan dua jam lebih di kereta kuda untuk menghibur Amira yang telah melakukan perjalanan sejauh ini.Bayi di dalam perut Amira pasti hadir sekitar waktu itu.Arjuna menundukkan kepalanya, lalu dengan lembut mencium perut Amira yang membuncit."Kamu sedang hamil, kita memang tidak boleh macam-macam."Saat Arjuna memakaikan Amira pakaian, tak disangka Amira malah meraih tangan Arjuna. Dia menarik tangan Arjuna ke atas hingga meletakkannya di payudar

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 1061

    "Untuk saat ini, memang hanya aku yang bisa menggunakan. Hendri." Arjuna menoleh ke Hendri lalu berkata, "Setelah makan, ikutlah denganku. Aku tidak familiar dengan jalan di Negara Surgajelita.""Baik, Yang Mulia," jawab Hendri dengan lugas untuk pertama kalinya."Pergi setelah makan?" Amira segera meraih tangan Arjuna. "Aku akan pergi bersamamu.""Tidak boleh."Arjuna langsung menolak, sikapnya tegas."Saat ini Negara Surgajelita sedang menghadapi bencana besar, kamu tidak boleh meninggalkan istana."Merasa dirinya sudah bersikap terlalu keras, Arjuna pun menambahkan kalimat lain."Baiklah, aku akan mendengarkanmu, Arjuna." Amira sedikit cemberut.Hendri tidak jauh lebih tua dari Amira. Dia telah menyaksikan Amira tumbuh dewasa. Untuk pertama kalinya, dia melihat Amira bertingkah seperti wanita pada umumnya.Saat ini, dia tahu dia telah sepenuhnya kalah.Arjuna bukan lebih hebat bertarung darinya, tetapi juga berkali-kali lipat lebih cakap dalam manajemen krisis.Bagaimana dia bisa di

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 1060

    Karena tidak ada bahan mudah terbakar di sekitar kedua api tersebut, oksigen di pusat api telah benar-benar habis, api pun padam.Arjuna tidak ingin menjelaskan metode memadamkan api dengan api, karena meskipun dia menjelaskannya, orang-orang ini mungkin tidak akan mengerti."Ayah, kurasa Perdana Menteri adalah seorang dewa!"Suara kekanak-kanakan yang jelas bergema dari kerumunan."Aku juga berpikir begitu. Jika dia bukan dewa, bagaimana mungkin dia begitu baik? Dia tidak hanya bekerja bersama dengan kita saat menggali lubang tadi, tapi dia juga bekerja lebih efisien daripada kita.""Benar, dia bekerja dengan efisien, ramah kepada orang-orang biasa. Hanya dalam empat jam, secara ajaib memadamkan api. Yang Mulia pasti dewa."Orang-orang yang telah menggali terowongan di sekitar Arjuna berbicara sambil berlutut untuk memberi penghormatan kepadanya.Saat mereka berlutut, orang-orang di sekitar mengikutinya.Melihat orang-orang berlutut, para prajurit pun ikut berlutut.Akhirnya, para men

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 1059

    "Jenderal Hendri, apakah kamu terima pertempuran di Kota Sudarana?" tanya Arjuna.Hendri membungkuk kepada Arjuna. "Yang Mulia Perdana Menteri tidak hanya dapat menciptakan granat yang mengerikan, tapi juga memiliki taktik yang luar biasa. Aku kagum, tapi ...."Hendri menatap Arjuna dengan dingin. "Bukankah tidak pantas Yang Mulia mengungkit masa lalu saat ini? Jika Yang Mulia benar-benar menginginkan pujianku, setelah api padam, aku bisa mengunjungi dan memuji Anda selama sepuluh hari, bahkan setengah bulan."Kata-kata Hendri terdengar sarkastis, tetapi Arjuna tidak menghiraukannya. Dia hanya tersenyum tipis."Baiklah, aku akan menunggumu di kediaman. Soal tidak pantas mengungkit masa lalu yang kamu bilang, aku hanya ingin memberitahumu bahwa aku tidak hanya lebih hebat darimu dalam berperang, tapi aku juga ahli dalam memadamkan api."Lebih tepatnya, ini disebut serangan pengurangan dimensi, tetapi Arjuna menghindari penggunaan istilah itu karena dia takut orang-orang kuno ini tidak m

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 1058

    Amira berjalan mendekat, lalu berdiri di samping Arjuna.Mata indahnya bersinar dingin.Dia datang untuk mendukung Arjuna.Benar saja.Suara-suara yang menyudutkan Arjuna tiba-tiba berhenti, orang-orang mengamuk tetapi tidak berani berbicara."Terima kasih, sayang."Arjuna menyengir.Rasanya sangat bahagia dilindungi dan dimanja oleh istri.Amira tidak mengerti apa arti "sayang", tetapi Arjuna tersenyum, artinya pasti sebuah pujian. Arjuna senang, begitu pula dirinya.Arjuna tetap diam. Orang-orang di sekitar yang takut pada Amira pun diam. Ratusan ribu orang berdiri di puncak gunung, tetapi begitu hening.Satu-satunya suara yang terdengar hanya suara angin dan derak api yang di kejauhan.Arjuna memegang tangan Amira sambil melihat api yang tak jauh darinya.Api sama sekali tidak mereda, malah makin besar.Seiring api makin dekat, atmosfer yang menyesakkan terasa. Puncak gunung yang sunyi mencapai puncaknya, banyak orang hampir meledak.Tiba-tiba!"Berubah, berubah!"Arjuna berteriak p

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 1057

    "Dia ... dia itu Perdana Menteri!"Orang-orang yang mengenali Arjuna sangat terkejut."Dia adalah Perdana Menteri?""Perdana Menteri yang menyebabkan amukan Tuhan di Negara Surgajelita?""Diam! Kecilkan suaramu! Apakah kamu sudah bosan hidup?""Tidak apa-apa. Hari ini terlalu berangin. Aku tidak mendengar apa-apa." Arjuna tersenyum.Arjuna menatap para pemuda itu. "Kemarilah, aku akan mengajari kalian. Setelah itu, kalian bisa mengajar orang lain."Arjuna berbicara dengan rendah hati, sama sekali tidak ada gaya seorang pejabat.Pembawaannya yang santai membuat para pemuda lebih rileks.Arjuna mengajar satu demi satu kelompok.Dia mengajar sambil mempraktikkan. Selama mengajar, dia menggali jarak yang cukup jauh.Anak muda belajar dengan cepat. Setelah Arjuna mengajar, para pemuda menguasai tekniknya, kemudian mereka bubar untuk mengajari orang lain.Ketika dia tidak lagi butuh mengajar, Arjuna bergabung dengan orang-orang di sekitarnya untuk menggali."Pak, bukankah kalian disuruh beri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status