Beranda / Urban / Sang PENEMBUS Batas / Bab 076. MALIOBORO DAN INSIDEN

Share

Bab 076. MALIOBORO DAN INSIDEN

Penulis: BayS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-20 19:51:32

Slaph..!

Elang melesat dan lenyap, untuk kembali ke rumah Bambang.

Hatinya merasa senang, karena tak ada korban nyawa dalam duelnya dengan Mbah Kromo.

Bahkan Mbah Kromo mengakui, jika mantu cucunya lah yang bersalah dalam masalah ini.

Taph.!

Sosok Elang menjejak dengan ringan, di teras rumah Bambang. Terlihat keluarga Bambang masih berada di ruang tamu, menunggu kedatangannya kembali.

“Mas Elang..! Kau tak apa-apa kan Mas?” seru Nadya, orang yang pertama kali menyadari kehadiran kembali Elang.

Dilihatnya pakaian Elang, yang terlihat berbintik-bintik bolong seukuran beras dengan cemas.

“Saya baik-baik saja Mbak Nadya,” ucap Elang tersenyum.

“Elang! Bagaimana dengan Mbah Kromo?” tanya Bambang penasaran.

Jujur saja Bambang merasa cemas, jika Mbah Kromo datang lagi dan memperpanjang urusan dengannya.

“Dia titip salam buat Bapak dan keluarga. Dan beliau juga meminta maaf, karena telah berlaku kasar pada keluarga Bapak.

Mbah Kromo telah mengakui kesalahan mantu cucunya si Setyono
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 077. DAN... AGAIN..!

    Slakh. ! Seseorang meluncur cepat dari belakang. Srethhk..! Sosok itu melesat cepat sambil menarik tas vagabond Nadya. Hingga lepas dari pundaknya. Ya, rupanya pelaku jambret itu mengenakan sepatu roda. “Awhh..!” tubuh Nadya pun ikut terhuyung ke depan. Beruntunglah Elang langsung merangkul Nadya, hingga dia tak terjerembab jatuh. Slaph..! Elang langsung melesat cepat, dan tiba-tiba saja dia sudah berada di depan pencuri bersepatu roda itu. ‘Hmm. Masih muda sudah mencuri’, bathin Elang kesal, sambil menarik kembali vagabond bag milik Nadya. Namun tak disangkanya, si pemuda itu balas menarik tas vagabond bag Nadya dengan kedua tangannya. Sraghh..! Gussragh..!! Pemuda itu pun jatuh terguling di atas trotoar, dan menjadi tontonan orang, yang berada di sekitar lokasi itu. Kejadian yang begitu cepat, sehingga orang-orang menganggap itu hanya kecelakaan kecil biasa. Elang tak mempedulikan orang itu, dia pun kembali ke tempat Nadya. “Ini Nadya,” ucap Elang mengangsurkan vagabon

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 078. PERTAMA DAN TAK TERLUPAKAN

    Kembali Elang terpana, melihat tubuh polos Nadya yang sedang membelakangi dirinya. Nampak tonjolan bokong Nadya yang sedang, mulus, dan kencang tengah bergoyang. Dengan bertumpu pada tangan kirinya menempel di dinding kamar mandi, sementara tangan kanannya sibuk di bagian bawah tubuhnya. Timbul rasa kasihan Elang pada Nadya, dia tak ingin Nadya mati lemas, karena mendaki hasratnya yang tak kunjung datang. Karena jika bukan oleh dirinya, Nadya tak akan pernah merasa tercukupkan hasratnya. ‘Ini semua gara-gara kutukan keparat itu!’ maki bathin Elang geram. Perlahan Elang mendatangi Nadya dari arah belakang. "Nadya, biar kubantu ya," bisik Elang lembut di dekat telinga Nadya. Dipeluknya lembut tubuh Nadya, sambil dikecupnya pundak mulus Nadya. "Aihhh..! M-mas Elanggsh..! Tsk, tsk..!" Nadya tersentak kaget bukan kepalang. Namun saat di rasakannya pelukkan Elang mendatangkan rasa damai dan nyaman baginya. Maka perlahan tubuh Nadya kembali relaks dan terisak. Ya, isakkan Nadya ad

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 079. PERMINTAAN MENGEJUTKAN

    Hari sudah menjelang malam, suara adzan magribh pun baru saja usai berkumandang. Saat mereka berdua keluar dari penginapan itu. 'Hmm. Ternyata Kutukkan Naga Asmara tak harus dipenuhi, dengan persetubuhan secara sempurna. Asalkan si wanita mendapatkan klimaksnya dariku, maka itu sudah memenuhi kutukan itu', bathin Elang senang, dan mulai memahami. Elang memacu motornya dengan kecepatan sedang saja. Tak lama kemudian merekapun sampai di pintu gerbang rumah Nadya. Pak Moko bergegas membukakan pintu gerbang, begitu melihat Elang dan non putrinya berada di depan gerbang. “Malam Pak Moko,” sapa Elang ramah. “Malam Mas Elang, Non Nadya,” balas pak Moko sopan, sambil menutup kembali pintu gerbang setelah keduanya melintas masuk. Elang dan Nadya langsung menemui Bambang, yang tengah asyik minum teh bersama istrinya di teras rumah. “Wah, cantiknya ayah baru pulang shoping di Malioboro ya,” ucap Bambang sambil tersenyum lebar, melihat putrinya yang baru pulang bersama E

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 080. TIGA PREMAN PASAR

    “Syukurlah.! Terimakasih sekali Elang!” seru Bambang merasa sangat gembira. Bahkan dia sampai hendak mencium tangan Elang. Namun Elang segera menarik tangannya dari genggaman tangan Bambang dengan rikuh. “Tak perlu sampai seperti ini Pak Bambang,” ucap Elang, sambil tersenyum. “Ahh, bagaimana tidak Elang. Kini kau adalah guruku Elang. Terimakasih atas kesediaanmu mengajarkan ilmu ‘Wisik Sukma’ pada bapak. Bapak akan mempelajarinya setekun mungkin Elang,” ucap Bambang dengan wajah berbinar bahagia. Ya, ilmu 'Wisik Sukma' adalah ilmu yang sangat penting baginya di dunia bisnis. Maka malam itu juga, Elang pun langsung membangkitkan dan mengisi tenaga bathinnya pada Bambang, di ruang kerjanya. Dan Bimo juga bisa merasakan, pada dasarnya sudah ada sedikit daya bathin dalam diri Bambang. Namun memang masih kurang terarah. Setelah itu, Elang lalu menuliskan teori dari ilmu ‘Wisik Sukma’, yang di berikannya pada Bambang. Teori itu berisi tentang cara melatih, menerapkan, serta menari

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 081. AMUKKAN WONG SEPASAR

    Tentu saja para pedagang kuliner di blok itu, banyak yang merasa kaget dan heran. Sebab selama ini mereka telah membayarkannya, pada pengelola pasar yang resmi. Namun karena mereka tak mau terjadi keributan, maka terpaksa mereka memberikan uang yang diminta oleh ketiga preman tersebut. Hingga sampailah ketiga preman sangar itu, di lapak sang nenek dan cucunya itu, “Nek..! Untuk lapak Nenek kena 30 ribu perhari. Mana uangnya..?!” seru salah seorang dari mereka, yang berambut cepak dan bertato ‘jangkar’ di bagian lengannya. “Waduhh Masse. Dagangan saya belum banyak lakunya, baru ada 15 ribu yang masuk,” sahut sang nenek, merasa keberatan membayar uang yang diminta ketiga preman itu. “Haahh! Masa sih 30 ribu saja nggak ada..! Apa kau nggak bawa uang dari rumah?!” bentak si Tato jangkar lagi. “Belum ada Mas. Atau nanti siangan mas ke sini lagi, mudah-mudahan sudah ada,” sahut sang nenek tetap berusaha tenang, walau hatinya berdebar panik. Braghh.! Brakk ! Prangg..!!Kedua teman si

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 082. HARU BIRU HATI ELANG

    “Arrgghkksskh..!!” Terdengar suara teriakkan narsis kesakitan 11 oktav, yang dilantunkan oleh duo preman itu bersamaan. “Hahh..!!” seru para pedagang dan pengunjung, yang menyaksikan hal itu. Ya, tadinya mereka semua menyangka tubuh Elang akan terluka parah. Akibat sabetan dan tusukkan dua preman illegal itu. Namun yang mereka lihat ternyata berkebalikkan, dari apa yang mereka bayangkan. Justru kedua preman itulah, yang kini berkelojotan menahan sakit. Nampak ketiga preman nyasar itu kini memegangi pergelangan tangan kanan mereka masing-masing, yang terjuntai bagai tanpa otot itu.Seolah sepakat, para pedagang lelaki maju serentak, mengeroyok ketiga preman pasar ilegal tersebut. "Hajaarrr..!!" seru para pedagang serentak.Bakk..! Bukk..! ... Deziggh..! Dughh! Prang..!Segala jenis pukulan, tendangan, maupun gaplokkan benda apa saja di sekitar pasar pun, menghujani tubuh ketiga preman dadakkan itu. “Adduuhhhh..!! Ammpyuuunnn biyung..!” teriakkan minta ampun ketiganya pun tak d

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 083. BERTUKAR KISAH

    “Duh Gusti..! Maturnembahnuwun ..! Nama lengkapmu pasti Elang Prayoga cucuku..! Tsk, tsk..! Huhuhuu..” tak terbendung lagi sang nenek mempererat pelukannya pada Elang, sambil mengucapkan terimakasihnya pada Sang Pencipta. Air mata membanjiri pipi keriputnya tanpa henti. Sudah hampir habis rasanya upaya sang Nenek. Dalam mencari Wulandari, Putri kesayangannya selama puluhan tahun. Hampir seluruh waktu, harta benda, bahkan status dia korbankan. Demi untuk menemukan putrinya, yang hilang tak tentu rimba itu. Wulandari adalah anak pertama dari ke 3 anaknya. Putri yang merupakan tumpuan dan harapan, serta kebanggaan bagi keluarga mereka. Kehidupan keluarga sang nenek dulu sangatlah berkecukupan. Baroto suaminya adalah seorang pemborong yang cukup ternama di kota Jogja. Namun setelah hilangnya kabar tentang putri mereka Wulandari. Maka gonjang ganjing dalam keluarganya pun dimulai. Setiap telepon mereka tak pernah diangkat oleh putrinya. Menantunya Sukanta pun tak pernah lagi datang k

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 084. TAGIHAN SEWA KONTRAK

    "Tidak Nenek. Kalian sudah cukup lama menderita, karena mencari kami. Kini saatnya Elang atas nama Ayah dan Ibu, membalas perhatian dan kasih sayang kalian. Mohon jangan menolak ya Nenek sayang,” ucap Elang penuh haru, sambil mencium kedua pipi sang nenek. Pipi keriput sang Nenek yang kembali merembeskan air mata. Melihat keberuntungan putrinya Wulandari, memiliki anak yang berbudi seperti Elang. Sang Nenek demikian bahagia. Walau di satu sisi dia bersedih, mendengar kabar kematian putri dan menantunya. Namun dia memang sudah lama bersiap mendengar kabar terburuk sekalipun, soal putrinya itu. Yang penting baginya saat ini, adalah kejelasan soal keadaan putrinya telah terjawab. Hal ini sangat melegakan tanda tanya bathinnya selama ini. Dan hal yang terpenting saat ini, dia kini mempunyai seorang cucu yang bisa di banggakan. Untuk menggantikan putrinya yang telah tiada. Kemarau selama belasan tahun dalam pencarian Setyowati. Kini bagai hilang tersapu musim semi yang menghangatkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22

Bab terbaru

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 335.

    Danau ini terletak di antara pegunungan Kripak, yang berbatasan langsung dengan wilayah kerajaan Galuga dan kerajaan Shaba. Dua kerajaan yang masih berada di bawah kekuasaan tlatah Kalpataru saat itu.Hal yang unik di danau Kalayan itu adalah, adanya daratan yang cukup luas di tengah-tengah danau itu. Bisa dikatakan itu adalah sebuah pulau kecil di tengah danau, yang bernama Dotraga. Dan mitos yang tersebar dalam masyarakat, yang tinggal di sekitar danau Kalayan itu sangatlah mengerikkan. Dikisahkan asal muasal pulau itu dinamakan pulau Dotraga. Adalah karena banyaknya orang-orang terdahulu yang mengunjungi pulau tersebut, dan mereka tak pernah kembali lagi. Jangankan orangnya, bahkan perahu yang mereka pakai berlayar ke pulau itu pun, sama sekali tak pernah terlihat lagi di atas permukaan danau. Demikianlah secara turun temurun hingga saat itu. Tak ada lagi orang atau pencari ikan, yang berani mengunjungi pulau Dotraga itu. Karena Dotraga aslinya terdiri dari dua kata, yaitu

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 334.

    "Ahh..!" Seth..! Elang langsung melesat menyambar tubuh Ratih yang nyaris polos itu. Lalu membawanya ke dalam gubuk tempat mereka bermalam. Dengan terpaksa Elang membuka perbekalan Ratih. Untuk mengambil pakaian gadis itu dan memakaikannya. Sebuah pekerjaan yang cukup sulit bagi Elang. Karena selama mengerjakan itu, mau tak mau mata Elang harus menatap kemolekkan, dan kemulusan tubuh Ratih yang memang indah itu. 'Selesai', bathin Elang lega. Elang segera memposisikan Ratih dalam keadaan duduk di tepi dipan. Lalu dia pun mulai mengalirkan kembali hawa murninya, ke dalam tubuh Ratih. Beberapa saat kemudian, "Hoeksh..! Ahh...." dua gumpalan darah kehitaman sebesar buah rambutan, dimuntahkan oleh Ratih. Terdengar suara keluhan lemah Ratih, lalu nampak perlahan kedua matanya terbuka. "Tenanglah Tuan Putri. Semuanya baik-baik saja, kau beristirahatlah kembali. Sementara aku akan keluar, untukmencari makanan dulu," Elang berkata lembut pada Ratih. Ratih hanya bisa menganggukkan lema

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 333.

    Elang segera melepas bajunya, untuk menutup tubuh Ratih yang nyaris polos penuh memar itu. Lalu cepat dia menyalurkan 'hawa murni'nya, pada Ratih yang terluka dalam dan tak sadarkan diri itu. Setelah dirasanya cukup, dan wajah Ratih sudah nampak agak memerah. Elang menghentikan transfer hawa murninya. Elang segera beranjak berdiri, dan menatap tajam pada Palguna yang masih berada ditempatnya. "Pendekar macam apa kau..?! Beraninya menghantam perempuan sampai seperti itu..?!" seru Elang murka. "Hei..! Siapa kau yang datang belakangan..?! Kau jangan mengambil keuntungan dari pertarunganku dengannya..! Gadis itu milikku..!" seru Palguna marah. Dia baru saja kembali pulih, usai mengolah nafasnya, sesaat setelah pertarungannya barusan. Namun kini dia merasa 'incarannya' hendak dicuri, oleh Elang yang datang belakangan. Tentu saja dia menjadi naik pitam. "Sungguh bedebah kau..! Gadis ini sudah bersamaku sejak awal. Apa maksudmu aku mengambil keuntungan darimu?!" Elang balas menyentak m

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 332.

    'Wah..! Gadis yang masih belum pernah digoyang sepertinya ini', gumam bathin sang pemuda bercodet penuh hasrat. "Kalau begitu silahkan kau mandilah dulu. ! Aku menunggu kau selesai..!" seru Ratih kesal, seraya membalikkan tubuhnya. Ratih beranjak hendak kembali ke gubuk. Dia sebenarnya marah dan risih. Melihat mata jelalatan berminyak si pemuda codet, saat menatap tubuhnya tadi. Namun menyadari keadaan dirinya, yang memang hanya menutupi tubuhnya dengan kain. Maka Ratih memutuskan untuk kembali dulu ke gubuk, dan berganti pakaian di sana. Melihat calon 'kelonannya' beranjak hendak pergi. Tentu saja si codet tak bisa tinggal diam. Hasrat dalam dirinya sudah terlanjur membara di pagi hari itu. "Hei..! Mau kemana kau gadis denok..?!" Srath..! Pemuda codet itu berseru, seraya melesat cepat dari dalam sungai. Taph. ! Sosok si codet mendarat ringan di depan Ratih, yang tengah menuju ke gubuk. Nampak badan si codet masih basah dengan air, begitu juga celana kain yang dipakainya basah

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 331.

    "Ahh..! Terimakasih Elang," ucap Ratih lirih. Kini wajah pucatnya telah kembali memerah segar. Setelah racun asap hitam yang terhirup olehnya, berhasil dimusnahkan oleh Nyi Naga Biru tadi. "Bukan apa-apa Tuan Putri. Sekarang tunggulah sebentar di sini ya. Biar kuambil dulu perbekalan kita yang tertinggal di rumah itu," ucap Elang tersenyum lembut. Ratih hanya menganggukkan kepalanya, hatinya mulai luluh dengan sikap lembut Elang terhadapnya. Slaph..! Elang langsung melesat lenyap dari hadapan Ratih. 'Ahh..! Kenapa aku tak bisa lagi membenci dirinya sekarang? Ternyata dia sungguh dewasa dan lembut dalam usianya. Namun aku takut dan malu, jika dia membaca isi hatiku', bathin Ratih. Kini dia menyesal, karena telah meremehkan peringatan Elang soal pasukan Panglima Api. Ternyata apa yang diduga dan dikatakan Elang benar. Bahwa pasukan Panglima Api telah menguasai istana Kademangan. *** Keesokkan harinya terjadi kegegeran di tlatah Kalpataru dan sekitarnya. Seluruh perguruan sila

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 330.

    "Sungguh biadab gerombolan Panglima Api itu..! Baiklah Bapak, ada sesuatu yang harus saya lakukan. Biarlah mayat kedua orang brengsek itu saya bawa, dan memvuangnya keluar batas wilayah ini," maki Elang geram, seraya beranjak pamit pada sang bapak. Elang melangkah kembali ke dalam ruangan tengah, yang nampak sudah dibersihkan oleh ibu dan anak perempuannya itu. Dilihatnya dua sosok tubuh tanpa kepala, dari dua orang berpakaian hitam itu. Kini kedua mayat itu telah dijajarkan di lantai, oleh ibu dan anak perempuannya. "Ibu, Adik. Biar saya bawa kedua mayat ini." Seth..! Slaph! Elang berkata seraya melesat meraih dua sosok mayat itu, dan langsung melesat lenyap melalui pintu rumah yang memang saat itu terbuka lebar. "Tuan Pendekar..! ... Ahh! Sungguh bodoh aku tak menanyakan namanya sejak tadi Bu..!" seru si bapak menyesali dirinya. "Aduh..! Ibu juga lupa bertanya padanya Kangmas," seru si ibu, dengan rasa sesal yang sama. Taph..! Brugh..!! Elang hinggap di atas pagaran kayu-ka

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 329.

    "Aduhhs..!" Braghk..! Teriak sang Ibu mengaduh, sosoknya terhuyung menabrak dinding kamar. Akibat tendangan pria kasar itu. Namun dia tetap keukeuh tak mau keluar dari kamarnya. "Hei perempuan keras kepala! Keluar dari kamar, atau kugorok batang leher suamimu ini..!" ucap lelaki berpakaian hitam yang satu lagi dari luar kamar. Rupanya suami wanita itu telah ditelikung, dengan leher berkalungkan golok tajam yang berkeredepan. Golok itu siap ditarik, untuk menggorok leher sang suami. Sementara sang suami sendiri terlihat pasrah tak berdaya, dalam telikungan orang berpakaian hitam tersebut. "Kangmas..! Aduhh..! Ja-jangan bunuh suamiku Paman..! Aduh..! Bagaimana ini..?! Huhuhuu..!" seru panik sang wanita, dirinya menjadi bingung memilih, di antara pilihan yang sama beratnya. "Ibu..! Cepat Ibu keluar saja, biarkan Paman jahat itu memperkosaku. Selamatkan Bopo, Ibu..! Tsk, tsk..!" seru putrinya yang masih berusia 14 tahun itu, seraya terisak pedih. Ya, dia merasa sudah tak ada harap

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 328.

    'Baik Elang! Aku percaya padamu! Aku akan tetap setia pada kerajaan Kalpataru, hingga tetes darah terakhirku..!' tegas bathin Suralaga. Dia merasa yakin, jika pemuda utusan dari Maharaja Kalpataru benama Elang itu, pasti bukanlah orang sembarangan. "Tuan Putri, aku ingin bicara denganmu sebentar," ucap Elang, saat dia melihat Ratih langsung saja ingin memasuki kamarnya. "Katakan saja yang ingin kau bicarakan Elang," sahut Ratih seraya menahan langkahnya, dia pun berbalik menuju ke ruang tengah rumah. Nampak satu set meja kursi ukir dari kayu jati telah tersedia di sana. Lalu Ratih pun duduk, diikuti oleh Elang yang juga ikut duduk di seberang Ratih. "Tuan Putri, sebaiknya kita tidak bermalam di sini. Aku merasa Kademangan ini sudah dikuasai oleh pasukan Panglima Api," ujar Elang membuka percakapannya. "Elang..! Aku peringatkan kau..! Jangan menduga sembarangan tanpa bukti..! Apa buktinya, kalau kademangan ini sudah dikuasai oleh Panglima Api?!" seru Ratih, yang langsung emosi m

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 327.

    "Paman Suralaga. Aku ditugaskan Ayahanda Prabu Mahendra Wijaya, untuk mengawasi adanya gerakan pemberontakkan. Pemberontakkan yang dihembuskan oleh 5 Panglima Petaka, murid dari Resi Mahapala. Kelima Panglima Petaka itu diduga telah menyusup ke wilayah 5 kerajaan bawahan Kalpataru. Sekarang harap Paman Suralaga berkata jujur. Apakah memang ada salah satu pasukan pemberontak, dari kelima Panglima Petaka itu di kerajaan Dhaka ini..?" Ratih menjelaskan, sekaligus bertanya penuh selidik pada Suralaga. "Ampun Gusti Putri, hamba sama sekali tidak mengerti mengenai masalah itu. Kiranya hanya Prabu Samaradewa di istana, yang punya pengetahuan soal itu. Karena sang Prabu pasti memiliki para telik sandi, yang tersebar di seluruh wilayah kerajaan Dhaka ini," sahut Suralaga, seraya menundukkan wajahnya. 'Degh!' "Hmm. Ada yang tak jujur dalam perkataan Suralaga ini', bathin Elang berdesir seketika. Dia mengetahui dan bisa menangkap sinyal 'kedustaan', dalam ucapan Suralaga itu. Namun Elang

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status