CURHAT DONG, MA!?

CURHAT DONG, MA!?

By:  Beyouna  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
14Chapters
657views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Jika selama ini, cerita versi Menantu yang terzolimi oleh Mertua begitu menggemaskan. Akankah sama halnya, jika Mertua yang menyampaikan curahan hatinya dari sudut pandangnya, juga semenggemaskan cerita versi Menantu?

View More
CURHAT DONG, MA!? Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
14 Chapters
Bab 1. Komentar Netizen
***"Curhat dong, Ma!?""Iyaaa, doong!""Begini, Ma. Aku punya menantu, awalnya sih setuju, tapi lama-kelamaan, jadi gak suka sama dia. Aku kepinginnya dia diceraiin aja deh sama anakku, gimana itu Ma?"Demikian, penggalan pertanyaan dari seorang Ibu-ibu Pengajian di sebuah Acara Dakwah di sebuah stasiun televisi yang menuai banyak komentar dari Warganet, yang setelah viral ternyata dinyatakan settingan. Kuusap dadaku membaca satu per satu komentar di sebuah akun gossip yang kufollow di akun Instagramku. Aku, seorang Ibu dari anak-anak laki-laki yang semua sudah menikah, berdoa agar dijauhkan dari sikap seorang Ibu yang menginginkan perceraian terhadap rumah tangga anak menantunya. Komentar-komentar yang kubaca kebanyakan adalah dari para menantu yang memiliki mertua serupa, dan ada pula yang beradu nasib di sana. Aku sebagai 'silent Rider' hanya bisa mengelus dada. Apa iya, di luar sana banyak sekali menantu yang terzolimi? apa iya, para Mertua kebanyakan adalah penzolim karna mera
Read more
Bab 2. Menasehati Irwan
***"Kamu, punya akun Instagram?"Irma yang tadinya hendak melangkah, terhenti seketika. Ia kemudian menoleh, "Ah, Ma. Dulunya ada sih, tapi sekarang kayaknya udah gak aktif lagi.""Kenapa?""Yaaa, jangankan buka-buka IG, beli paket data aja Irma kadang-kadang.""Benarkah? bukannya gaji Irwan itu lumayan besar ya? pasti bisa dong untuk sekedar beli paket data.""Yaaa, andai saja Mas Irwan gak gila sama game online-nya. Mungkin kebutuhan rumah tangga kami bisa tercukupi, Ma.""Astagfirullah, benar-benar ya itu anak! ya udah, nanti kamu suruh aja dia ke sini, ya!" aku mulai sedikit emosional. "Ah, jangan Ma! gak usah! nanti kami bisa berantem.""Kamu tenang saja, Mama akan memarahi dia!""Iii, iya, Ma. Irma ke Pasar dulu ya! nanti kesorean. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikum salam"Irma menstarter motornya, seiring perginya Irma, hatiku benar-benar seperti diremas-remas. Bisa-bisanya anak yang kudidik dari kecil, sanggup menzolimi anak istrinya seperti itu. Kuraih HPku, dan kutelfon Irw
Read more
Bab 3. Rentenir
***Membaca komentar itu, hatiku benar-benar tak tenang. Batinku yakin kalau itu adalah benar-benar Irma menantuku. Suara ketukan pintu menyadarkanku dari kerisauan. Suamiku pulang dari Masjid, ia mendekatiku saat didapatinya aku yang tak seperti biasanya. "Kenapa sih?""Aaah, bukan apa-apa, Pa.""Kalau bukan apa-apa, kenapa kelihatan risau begitu?"Aku hanya diam, kupegang erat HP yang malah membuat suamiku curiga. "Kamu sedang cemas karna apa?" tanyanya sambil meraih HP yang kupegang. Diamatinya layar HP yang masih terbuka itu, ia usap beberapa kali. "Hmmm, akun gossip? ini yang bikin kamu risau?""Bukan koook...!" "Udah tau akun gosip, pasti banyak mengandung mudharat daripada manfaat. Begini deh contohnya, suami pulang, bukannya disambut dengan senyuman, malah wajah risau yang kelihatan.""Is Papa, bukan karna akun gossip ini kok. Nah tuh, azan Isya. Mama mau ambil wudu dulu deh. Lagian Papa tumben pulang sebelum Isya?""Ah, itu... Papa rasa-rasanya malu sekali tadi di Masji
Read more
Bab 4. Adil
***Saat Romi sudah pergi, aku masuk ke dalam. Kudapati Suamiku sedang berdiri di balik jendela ruang tamu. Rupanya dia mengamati kami sedari tadi dari dalam. "Kenapa malah kamu berikan gelang itu, Ma?" tanya Suamiku. "Mama gak punya pilihan lain, Pa, maafkan Mama ya. Lagian, mereka berjanji akan menyicilnya juga.""Kamu percaya? Papa sih, enggak!""Jangan begitu Pa, sama anak dan menantu sendiri kok gak percayaan.""Saran Papa, lebih baik Mama ikhlasin deh itu gelang. Anggap sudah hilang atau gak pernah ada sama sekali. Daripada nantinya berharap-harap setiap si Romi gajian, eh ujung-ujungnya, Mama yang sakit hati.""Romi pasti menyicilnya, Pa."Suamiku menghela nafas dalam, ia menggeleng-geleng dan menepuk pundakku. "Jangan terlalu difikirkan, Pa. Yang penting sekarang, mereka udah gak dikejar-kejar sama Rentenir itu lagi.""Awal mereka berhutang itu kan, karna telat bayar Angsuran mobilnya, kan? lantas, gimana tuh nantinya?""Ya sudahlah, mereka juga pasti memikirkannya. Sudah a
Read more
Bab 5. Menguntit
***Kuperhatikan beberapa postingannya, kebanyakan gambar dan video tentang produk yang ia jual. Ada beberapa foto pribadi, foto Dion anaknya, foto ia dan suaminya, dan foto keluarga besarnya. Sama sekali tak ada fotoku atau suamiku. Bahkan ada foto-foto momen lebaran, ia hanya memposting foto ia, suami dan anaknya, dan beberapa foto keluarga besarnya. Padahal setiap berlebaran di rumah ini, mereka tampak heboh berswa foto dan video.Setidak sudi itukah menantuku memposting fotoku dan suamiku di media sosial mereka? ah, mungkin memang kami tak begitu berkesan di hati mereka. Tiba-tiba kulihat Irma baru saja update story, 'Halah, sok tegas! biasa juga takut sama bini. Adil apanya? pilih kasih sih tepatnya! makan tuh harta, udah bau tanah padahal. Mau dibawa mati kali tuh semuanya.'Aku terkejut membaca story-nya. Apakah Irma yang kukenal memang terbiasa berkata-kata kasar seperti ini? lantas, kepada siapa kata-kata itu ia tujukan?Kucoba melihat akun-akun apa saja yang ia ikuti. Te
Read more
Bab 6. Intropeksi Diri
***Kulaju motorku menuju rumah Romi. Mangga yang kubawa, ada dua kantung kresek. Sudah cukup lama aku tak pernah lagi menyambangi rumah mereka. Apakah ini salah satu kesalahanku juga sebagai Mertua? Aku sudah sampai di depan Rumah, kutekan bel, dan Mila keluar. Sepertinya ia baru bangun tidur. "Ah, Mama? tumben siang-siang begini? ada apa ya, Ma?""Ah, ini tadi si Mbak habis panen buah mangga yang di halaman, Mama antar ke sini sekalianlah silaturrahmi. Udah lama juga gak main ke sini.""Oooh, ya, ya! masuk Ma." "Romi belum pulang?""Belum Ma, sebentar ya Mila ke dapur dulu bikin minuman."Aku duduk di ruang tamu, rumah ini tampak lengang. Mila sudah berumah tangga sekitar lima tahun dengan Romi, namun belum dikaruniai anak. Meski begitu, tak pernah sekalipun aku berani bertanya pada salah satu dari mereka, kapan kira-kira mereka bisa memberikan kami Cucu. Karna dahulu-pun, aku sempat merasakan hal yang tak enak tentang pertanyaan itu. Selama tiga tahun menunggu, barulah kami dika
Read more
Bab 7. Kecelakaan
Bab 7. Kecelakaan***Kubuka mataku perlahan, samar kupandangi sekitar, meski masih buram namun tampak familiar. Yah, ini sepertinya sebuah ruangan yang pernah kudatangi saat menjenguk tetangga, ini di Rumah Sakit. Kucoba menggerakkan bagian tubuhku, ada yang aneh. Sebelah dari tubuhku tak bisa digerakkan, tidak ada rasa. Tepatnya bagian tubuh sebelah kanan. Aku melenguh, mencoba kembali. Namun tetap saja gerakan yang kuusahakan tak ada rasa gerakan sama sekali. "Mama!" teriak seorang Laki-laki. "Mama sudah siuman?" tanya seorang Laki-laki lagi yang sangat kukenali. "Maaah, ini Papa. Mama sekarang di rawat di Rumah Sakit." untuk suara ini aku sangat tahu, ini suara suamiku. Tiga orang laki-laki mendekatkan wajahnya ke arahku, wajah-wajah yang tampak cemas penuh kekhawatiran. Mereka Anak-anak dan Suamiku. Kulihat pula di belakang mereka, berdiri dua orang Wanita yang melihat ke arahku, wajah yang tak menunjukkan kekhawatiran, hanya semburat cemas yang apa adanya. "Ke,kena...ppa
Read more
Bab 8. Menantu
***Hari ini giliran Irma yang menjagaku, ia datang pagi-pagi sekali. Ia bersama Irwan dan Dion. Saat si Mbak sedang menyuapiku makan di teras, dengan menggunakan kursi roda aku duduk di sana. Irma menyalamiku, menunjukkan senyum antusiasnya. Kukira ia akan berbeda dengan Mila. Namun, mungkin aku terlalu berharap. "Maaas, ayo sarapan dulu!" teriaknya berlari kecil ke dapur mengajak Irwan. Irwan yang masih ada di dekatku menyahuti tak nyaman. Seolah canggung menuruti keinginan istrinya yang datang-datang ke rumah ini, langsung ke dapur mencari makanan. "Irma, kamu bantuin Ibuk kek di luar. Gantiin si Mbak nyuapin Ibu makan gitu." ucap Irwan perlahan, namun tetap terdengar olehku. "Ah, si Mbak kan bisa, Mas! lihat ini, banyak makanan di sini, lumayan untuk kita sarapan. Ayo makan dulu! lagian, Dion aja belum aku suapin dari tadi."Si Mbak yang ikut mendengar itu menatapku, kami saling bertatapan. Aku mengangguk, meminta si Mbak untuk mengantarku ke kamarku. Irwan akhirnya berangka
Read more
Bab 9. Saling Menyalahkan
***Sore hari, kudengar suara deru motor Suamiku. Ia pulang lebih cepat dari biasanya, namun sepertinya sangat terburu-buru. Kudengar suara langkahnya sangat cepat di balik jendela kamar. Ia masuk mengucapkan salam, dan disambut oleh Irma dan Mila yang masih asyik ngobrol di sofa ruang tamu. Tak lama kemudian, Romi dan Irwan tiba pula menyusul. Mereka serempak memarkirkan motornya di halaman dengan memasang wajah bingung. Aku melihatnya dari jendela kamar pula. "Mbak! bawa Ibuk ke sini!" perintah Suamiku pada si Mbak dengan nada tak biasa, seperti menahan marah. Tampak si Mbak berlari kecil menuju kamar, membantuku duduk di kursi roda, kemudian segera mendorongku ke ruang tamu. Kulihat Romi dan Irwan duduk gusar dan bingung, demikian kedua menantuku, masing-masing mendekat ke suaminya dengan wajah yang tak nyaman dan bingung pula. Setelah aku di dorong mendekat dengan Suamiku. Kulihat suamiku membuka tasnya, mengeluarkan Laptopnya dan menyalakannya. Tampak ia membuka sebuah Apli
Read more
Bab 10. Berusaha Sembuh
***Selepas kejadian kemarin sore, tekadku benar-benar kulaksanakan mulai pagi ini. Kupinta Suamiku untuk membimbingku berdiri di halaman. Awalnya, Suamiku menyarankan untuk tak perlu terburu-buru. Namun, aku sudah bertekad untuk segera pulih dari kelumpuhan ini. Kutahan kedua kakiku untuk bisa menopang tubuhku, kufokuskan fikiranku agar sebelah kakiku yang lumpuh ini bisa merespon perintah dari otakku. Namun, tak semudah itu. Kelumpuhan setengah badan sangatlah berat. Beberapa kali aku mencoba berdiri, namun tetap saja setengah dari tubuhku lunglai tak berdaya. Belum lagi para tetangga yang ikut melihat dan sesekali menyapa, membuat mentalku yang tadinya sudah mencoba berani, kini menjadi ciut dihantam rasa minder dan capek. "Udahan nih?" tanya Suamiku saat mendapatiku tak bersemangat lagi untuk mencoba berdiri. "Mama malu, Pa." jawabku menunduk. Suamiku melihat ke sekitar, beberapa tetangga masih setia berdiri di dekat pagar, menungguku kembali berdiri, seolah penasaran dengan
Read more
DMCA.com Protection Status