Share

Bab 163.

Author: BayS
last update Last Updated: 2025-03-16 02:39:22

"Tubuhmu indah sekali Wanti,” Permadi berkata tenang memuji.

“Hahh..! Mas Permadi..! Tolonglah segera keluar dari kamar Wanti..!” Wanti langsung menoleh ke arah pintu dan terkejut, saat mendapati Permadi telah berada di dalam kamarnya.

Tentu saja Wanti merasa malu dengan kondisinya, yang nyaris polos itu.

Permadi berjalan perlahan mendekati Wanti, sambil membuka pakaiannya sendiri. Dia tersenyum dingin, saat melihat Wanti berusaha menutupi dada dan bagian bawah tubuhnya dengan wajah panik.

Wanti mau berteriak tapi takut namanya malah akan buruk dan tercemar. Karena memang dialah yang mengundang Permadi ke rumahnya.

“Mas, tolong jangan lakukan ini padaku..!” seru Wanti tertahan.

“Saya akan melakukannya dengan lembut Wanti,” ujar Permadi tersenyum, sambil melepaskan celana dalamnya.

Degh..!

Jantung dan hati Wanti berdebar keras, matanya terbelalak ngeri, saat melihat sesuatu yang tegak mengarah ke atas dari pangkal paha Permadi.

‘Ohh..! Be..besar dan keras sekali nampaknya’, ba
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
FrismaMungil
koq bacanya jadi kentang brgini mas permadi,,, wkwkwkkkkkk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 164.

    “Aihh..! Mas Permadi..! K-kenapa dilepas..?” protes Wanti dengan nafas tersengal. 'Ihhh..! Padahal aku sudah mau melayang tadi’, bahin Wanti kesal dan gemas. “Sabar Wanti,” Permadi berucap tenang, sambil membuka kembali paha Wanti dan menempatkan ‘milik’nya di mulut ‘belahan surga’ milik Wanti. ‘Ahh..Rupanya dia hendak memasukiku sekarang’, bathin Wanti berdebar. Wanti memejamkan kedua matanya. Dia ingin meresapi saat-saat bersejarah dalam permainan ranjangnya, bersama lelaki yang bukan suaminya itu. Permadi memulai dengan menggesekkan lebih dulu kepala ‘miliknya’, di sekitar ‘belahan surga’ Wanti. Sambil memejamkan mata, pinggang Wanti berputar agak terangkat, memburu ‘milik’ Permadi yang menggoda di sekitar ‘belahan’ miliknya agar segera masuk. Ya, hasrat Wanti sudah melenting tinggi bukan main, di permainkan oleh gesekkan ‘milik’ Permadi di sekitar ‘belahannya. Akhirnya..."Ahgshs..!” Diiringi desahan tersentak. Akhirnya seluruh batang milik Permadi pun amblas, ke dalam bel

    Last Updated : 2025-03-16
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 165.

    "Bagus..! Mari kita laporkan pada pos-pos di depan ke arah Jogja..!” sahut rekannya. Mereka pun sibuk menginfokan data tersebut ke pos rekan-rekan mereka. Ngguuenngg.....!! Permadi makin menggila dan menggaspoll motornya, melesat dan meliuk gesit melewati mobil atau pun motor di depannya. Melewati jalan raya Wates, Permadi menoleh ke belakang dan melihat sudah ada 3 orang polisi yang mengejarnya. Satu dengan motor trail dan dua dengan motor KLX 150L, ketiganya juga gesit dan lincah berusaha mengejarnya. ‘Hhh..! Sepertinya sudah saatnya ku lepaskan motor ini’, bathin Permadi memutuskan. Dia terus melihat spion motornya, untuk memastikan posisi ketiga motor polisi yang mengejarnya. Melintasi jalan raya Sedayu, Permadi agak mengurangi kecepatannya. Hingga jarak dengan ketiga motor polisi yang mengejarnya semakin dekat, hanya sekitar 300 meteran saja. Cittt.tt.!! Ngungg.....!! Permadi berbalik arah dan langsung menggaspoll motornya. "Gila..! Dia nekat..!" seru terkejut seorang

    Last Updated : 2025-03-16
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 166.

    “A-apa Elang..?! Kau hendak pergi besok..?!” seru Aditya terkejut, dia sama sekali tak menduga Elang akan pergi secepat itu. Wajahnya nampak langsung muram, dia sudah menganggap Elang sebagai bagian dari keluarganya sendiri. Tentu saja dia merasa kehilangan jika Elang pergi. “Benar Pak Aditya, Elang masih harus melanjutkan perjalanan panjang ini. Mungkin ada yang sedikit bisa Elang lakukan untuk orang lain, dan juga pelajaran untuk diri Elang sendiri di luar sana pak,” sahut Elang tersenyum, meminta pemakluman Aditya. “Ahh..! Baiklah Elang, jika itu sudah jadi keputusanmu. Tidak ada sama sekali sikapmu yang kurang berkenan di hati kami sekeluarga. Justru sikap kamilah yang mungkin kurang pantas, dalam menyenangkan hatimu selama di sini Elang. Kami mohon maaf untuk itu Elang,” Aditya berkata dengan pelan dan sepenuh hati. “Pak Aditya dan keluarga sudah menerima Elang dengan sangat baik. Elang senang berada di rumah ini. Jika suatu saat Elang lewat daerah ini, Elang pasti mampir

    Last Updated : 2025-03-17
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 167.

    Ya, sudah 5 hari sejak pergumulannya dengan Wanti, Permadi belum lagi berolah asmara. Oleh karenanya begitu melihat sosok Nadya yang cantik memikat. Maka sepasang mata Permadi pun langsung hijau seketika. Namun sebenarnya bukan sekedar kecantikkan Nadya saja, yang menarik perhatian Permadi. Ada suatu aura terang cerah kehijauan, yang dilihat Permadi pada diri Nadya. Dan hal itu sungguh menambah pesona Nadya di matanya. Hasrat dalam dirinya yang tertidur selama 5 hari itu pun bangkit secara tiba-tiba. Begitu menggelegak dan berkobar, saat melihat ‘gadis istimewa’ bernama Nadya itu. Ya, cincin mustika Nagandini memang memancarkan aura terang, laksana kharisma seorang ratu. Wajar saja jika Permadi terpesona pada pandang pertamanya pada Nadya. Saat dilihatnya Nadya kembali masuk ke mobilnya, dan meluncur ke arah kota Jogja. Maka Permadi bergegas membayar makanannya. Permadi berjalan cepat menjauhi warung, lalu melesat lenyap ke arah meluncurnya mobil Nadya. Slaph..! Taph..! Sosok

    Last Updated : 2025-03-17
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 168.

    ‘Babo..babo.! Uedaann.! Menilik namanya sepertinya memang ada ‘garis’ antara dia dan Ki Bogananta..! Aku harus menghalanginya membuat ‘kerusakkan parah’ dengan ilmunya itu’, bathin Mbah Kromo bergetar agak jerih. Mbah Kromo pernah mendengar trntang pamungkas ‘Tombak Samudera’, yang dikatakan oleh pemuda itu Dan dia sangat tahu kedahsyatan dan kerusakkan, yang bisa ditimbulkan ajian ‘Tombak Samudera’ itu. Tak ada jalan lain lagi, dia harus memastikannya sendiri. Dan menjadikan nyawanya sebagai pertaruhan atas pembuktian itu. “Baiklah kuluph..! Kita buktikan saja omong besarmu sekarang..! Ikuti aku..! Kita bertarung di pantai Parang Tritis..!" Slaphh..! Mbah Kromo langsung melesat lenyap , saat selesai mengucapkan tantangannya pada Permadi. Dia mengerahkan kemampuan penuh dari ilmu meringankan tubuhnya ‘Jagad Kelana’. Permadi juga agak terkejut, melihat kecepatan sang kakek tua, yang setara dengan kemampuan ringan tubuhnya. Segera dikerahkannya kecepatan puncak dari ilmu merin

    Last Updated : 2025-03-17
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 169.

    Sementara permukaan laut di sekitar area Parang Tritis pun bergolak, bak air mendidih. Menimbulkan buih-buih besar menggelembung dan meletup-letup di permukaan laut. Beberapa pengunjung yang berada di pantai Parang Tritis dan sekitarnya pun sudah bubar. Mereka lari tunggang langgang, disertai teriakkan-teriakkan panik ketakutan, meninggalkan lokasi itu. Akibat getaran dan guncangan bak gempa, di awal penerapan aji pamungkas Mbah Kromo tadi. Sementara sejak pusaran bumi raksasa di bawah tubuh Mbah Kromo terbentuk tadi. Permadi sudah melesat secepat kilat ke tengah laut. Dia langsung menerapkan ajian pamungkasnya ‘Pusaran Samudera’ level ke 5 nya, yaitu ‘Tombak Samudera’..! Glaaghh..! Glaghh..! ... Sraaapphh..! Suara gelegak air bagai bertabrakan dan berpusar terdengar mengerikkan. Hal yang diiringi dengan suara bagai hisapan raksasa. Pusaran laut besar terbentuk secara tiba-tiba, bagaikan lubang ‘black hole’ berdiameter sekitar 15 meter. Slaph..! Tubuh Permadi melesat tinggi k

    Last Updated : 2025-03-17
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 170.

    Dia melihat dan merasakan nyata, betapa para nelayan di sekitarnya begitu tulus menolongnya tanpa pikir panjang. Sejenak hatinya ‘tergigit’ oleh rasa bersalah, karena dirinyalah penyebab bencana bagi sesama nelayan yang lainnya. Bahkan mungkin juga bagi keluarga mereka di pesisir pantai, yang terhantam gelombang pasang, akibat senjata pamungkasnya. Dan kata-kata Mbah Kromo kembali terngiang di benaknya, ‘Moyangmu Ki Bogananta pastilah sangat sedih di sana Permadi. Mengetahui ilmu kitabnya di salah gunakan, oleh anak keturunannya. Insyaflah Permadi, gunakanlah ilmu moyangmu itu untuk kebaikkan’. ‘Benarkah aku masih keturunan Ki Bogananta..? Pencipta kitab Jagad Samudera yang kupelajari', bathin Permadi, dengan rasa galau. Ya, selama tinggal bersama ayah angkatnya, dirinya memang sama sekali tak mendapat ajaran etika dan moral, dari ayahnya itu. Semuanya adalah terserah dirinya, baik dalam bersikap dan bertindak. Bahkan teman-teman sekolahnya dulu, menganggap dirinya adalah ‘mons

    Last Updated : 2025-03-17
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 171.

    “Devi, aku hanyalah seorang pengelana tanpa arah. Garisku berada dalam pencarian. Entah sampai kapan aku pun tak tahu Devi. Andai harus memilih. Aku pun menginginkan kehidupan normal, seperti layaknya pria lain Devi. Bekerja, berpenghasilan, menikah, menetap, punya anak, dan merawatnya. Namun ada hal yang mengharuskan aku harus terus berjalan. Hingga aku menemukan ‘sesuatu’, yang bisa menghentikan perjalanan tak pasti ini. Jadi mari kita berusaha menikmati saja perjalanan kita masing-masing. Tanpa rasa sedih, hanya menikmati dan bersyukur, bahwa kita pernah bertemu dalam persimpangan kehidupan kita Devi,” Elang berkata-kata dengan tenang, namun dalam. Dia bisa menyelami ‘suatu harapan’ di hati Devi padanya. Namun Elang juga sadar, jika dia tak bisa memenuhi harapan gadis jelita itu. "Aihh.. Mas Elang.." desah lirih Devi. Lama Devi terdiam setelah mendengar jawaban Elang. Bergulir dua garis air, dari kedua mata indahnya. Kesan mendalam masuk di hati Devi. Saat dia mendengar ka

    Last Updated : 2025-03-18

Latest chapter

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 345.

    "Ahh..!" terdengar seruan Nalika, yang sejak tadi memejamkan kedua matanya. Dia memang sangat terkejut dan jerih, melihat betapa cepatnya lesatan Elang membawa tubuhnya. Suatu kecepatan yang baginya tak mungkin, dimiliki oleh seorang manusia. Dan Elang memang sengaja membawa Nalika, ke tempat sunyi ini lebih dulu. Untuk memberikan sedikit peringatan pada Nalika. Agar tiada lagi 'keinginan' berkhianat di hatinya, terhadap kerajaan. "Nalika..! Inilah yang akan terjadi pada tubuhmu, jika kau berani berkhianat. Kau lihatlah bukit batu di kejauhan itu," seru Elang, seraya menunjuk sebuah bukit batu. Bukit batu itu terletak sekitar ratusan langkah, dari posisi mereka berada. Seth! Daambh..! Elang acungkan genggaman tangan kanannya ke atas, lalu hantamkan kaki kanannya deras ke bumi. Grghks..! Grrghkkh..!! Bumi di sekitar area itu pun berguncang dahsyat bak dilanda gempa. Gemuruhnya bagai puluhan ekor gajah, yang berlarian menabrak pepohonan. "Jagad Dewa Bhatara..!" Seth..! Nalika

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 344.

    "Nalika..! Kau sudah dengar apa yang dikatakan Elang. Apakah kau masih hendak berkhianat atau tidak, itu terserah kau..! Namun jangan salahkan pihak kerajaan. Jika sampai seluruh keluargamu kami babat habis..! Kau mengerti..?!" seru sang Prabu, memberikan peringatan keras pada Nalika. "Ba-baik Paduka Prabu! Hamba mengerti," sahut Nalika, terbata penuh rasa gentar. "Pengawal..! Lepaskan ikatannya.!" perintah sang Raja, pada kedua pengawal yang berdiri di belakang Nalika. "Baiklah Paduka Raja. Hamba mohon diri dulu bersama Nalika. Agar kami tak terlalu malam sampai di hutan Kandangmayit," Elang pun pamit undur diri, dari hadapan Raja Samaradewa. "Baiklah Elang. Pergilah dengan restu dariku," ucap sang Prabu. Taph..! Slaphh. ! Elang langsung menyambar tubuh Nalika, lalu mereka pun langsung lenyap seketika, dari ruang dalem istana. Bagai tak pernah ada di ruangan itu. 'Luar biasa..! Siapa sebenarnya pemuda bernama Elang itu..? Baru kali ini aku mendengar dan melihatnya. Ternyata

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 343.

    "A-ampun Gusti Prabu. Hanya hamba yang berkhianat dalam hal ini. Istri dan putra hamba bahkan telah mengingatkan hamba. Namun hambalah yang berkeras kepala. Panglima Api juga mengancam dan menekan hamba Gusti Prabu. Hingga akhirnya hamba tak bisa menolak, untuk berkhianat terhadap kerajaan," sahut Nalika tergagap, dengan tubuh gemetar gentar bukan main. Namun rupanya dia masih ingat, untuk meminta ampunan bagi anak dan istrinya. "Nalika..! Aku bertanya apa rencana Panglima Api pada kerajaan ini..?! Bukan soal alasanmu berkhianat! Cepat katakan, Nalika..!!" seruan sang Raja Samaradewa memgguntur, di dalam ruangan dalem istana tersebut. Hal itu membuat siapapun yang berada di dalam ruangan tergetar ngeri. Karena sang Prabu, tak sengaja telah mengeluarkan aji 'Sabdo Guntur'nya. Sebuah ajian yang memang rata-rata dimiliki oleh seorang Raja, atau pun pemimpin tertinggi. Ajian yang diperoleh dengan laku bathin yang cukup sulit. "Ba-baik Gusti Prabu. Panglima Api beserta pasukkannya a

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 342.

    "Mohon maaf, Paduka Raja. Menurut hamba adalah hal yang aneh, jika seorang Adipati tidak mengetahui persis kejadian ini. Bukankah letak istana kadipaten dan istana kademangan tidaklah terlalu jauh. Wedana Suralaga telah mengatakan pada hamba. Bahwa dia dan keluarganya kini, berada dalam tekanan pasukkan pemberontak Panglima Api itu. Namun dia tetap bersetia pada kerajaan Dhaka. Yang jadi pertanyaan hamba adalah, bagaimana seorang Adipati tidak tahu soal kejadian ini..?!" ujar Elang, seraya menyerukan keheranannya. Dan pancingan Elang pun mengenai sasarannya. "Ampun Paduka Raja. Hei..! Pengawal Gusti Putri..! Apakah kau mencurigai aku berkhianat pada kerajaan..?! Apakah kau bisa mempertanggungjawabkan tuduhanmu itu, jika tak ada bukti..?!" Nalika menghormat terlebih dulu pada sang Raja. Lalu dia berdiri berseru seolah menantang pada Elang, seraya menuding Elang dengan telunjuknya. Emosi Nalika langsung naik ke ubun-ubun, mendengar tuduhan Elang. Yang sesungguhnya memang benar ad

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 341.

    "Ahh! Silahkan Gusti Putri Ratih, Tuan Muda silahkan masuk ke dalam. Baginda ada di astana istana dalem. Mari ikuti hamba," sahut sang kepala pengawal hormat. Ya, dia segera mengenali Gusti Putrinya itu. Karena dia memang pernah berkunjung bersama rombongan Rajanya, ke istana kerajaan Kalpataru. Sampailah mereka di depan sebuah ruang megah dalam istana. Pintu masuk ruang itu tidak memiliki daun pintu. Namun dua orang prajurit istana berjaga di depan pintu itu. Kedua prajurit jaga itu memegang tombak serta perisai di tangannya, mereka mengangguk hormat saat kepala pengawal istana datang. Kepala pengawal langsung mengajak Elang dan Ratih ikut masuk bersamanya, ke dalam ruang istana dalem keraton tersebut. Sebelumnya sang Kepala Pengawal sempat menanyakan lebih dulu nama Elang. "Salam Paduka Yang Mulia. Dua utusan dari kerajaan Kalpataru, Gusti Putri Ratih Kencana datang bersama pengawalnya Elang Prayoga," ucap sang kepala pengawal, setelah dia berlutut seraya memberi hormat pada Ra

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 340.

    Elang pun menerapkan aji 'Perisai Sukma' pada tangannya. Cahaya hijau terang seketika menyelimuti telapak tangannya. Dia hendak menyediakan tangannya itu, untuk menjadi 'sasaran' hantaman. Dari dua hantaman jarak jauh Tantri, dan si pemuda baju putih itu. Sekaligus melerai pertarungan adu energi tersebut. "Maaf, tulangnya berbahaya jika melayang begini, bisa melukai orang lewat," ucap Elang tenang, seraya menggenggam potongan tulang kambing yang agak runcing tersebut. Taph! Brashk..! Blasth..! Dua energi pukulan jarak jauh menghantam tangan Elang. Gelombang dua energi itu pun pecah disekitar tangan Elang itu. Namun tentu saja hal itu tak berpengaruh terhadap tangan Elang, yang sudah terlambari aji 'Perisai Sukma'nya. Sraghk..!! Sosok Tantri dan si pemuda baju putih sama tersentak ke belakang. Namun mereka berdua seolah lepas, dari tindihan energi yang sejak tadi saling mendorong itu. "Ahh..!" sentak kaget Tantri dan si pemuda bersamaan. Mata mereka berdua terbelalak, menatap

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 339.

    "Ahhh! Awas!!" seketika para pengunjung rumah makan itu panik ketakutan. Mereka lalu bubar tunggang langgang, meningalkan meja makan mereka begitu saja. Tentu saja pemilik warung dan para pelayannya, tak bisa mencegah dan menyalahkan mereka. Kendati hampir semua pengunjungnya belum membayar, makanan yang mereka pesan. Mereka hanya bisa menatap bingung, panik, dan ketakutan. Lalu akhirnya mereka pun ikut bergegas keluar, dari rumah makan mereka. Kini yang tinggal di rumah makan itu adalah Bopak dan tiga kawannya, Tantri dan Baraga, Elang dan Ratih, serta dua orang pemuda gagah berpakaian putih itu. "Majulah jika kalian berempat ingin mati cepat..!" sentak Tantri, seraya mengalirkan 'power' tenaga dalamnya pada kedua tangannya. Jurus pukulan 'Mentari Membakar Awan' segera disiapkannya. "Paman Baraga..! Kau mundurlah..!" seru Tantri, menyuruh Baraga yang telah bersiaga untuk mundur. Maka tak ada pilihan lagi, Baraga segera mundur ke belakang, menuruti suruhan tuan putrinya itu. "

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 338.

    "Keparat memang pemuda yang bersama gadis cantik itu..! Andai dia tak datang dan ikut campur..!Pasti kita bisa bersenang-senang dengan gadis denok itu sekarang. Mumpung Tuan kita belum kembali dari Galuga..!" seru salah seorang dari mereka. "Hei, Bopak..! Kaupikir jika gadis itu berhasil kita tawan, kau akan dapat kesempatan mencicipi gadis itu..?! Mimpi kau..! Yang pasti, 'Tiga Kalajengking Merah' yang akan mendapatkan kesempatan itu. Paling-paling kau cuma kebagian mendengar desah nafas mereka saja, dan disuruh berjaga di depan kamar..! Hahahaa..!!" sentak seorang kawannya, seraya terbahak mengejek. "Hahahaa..!! Jangan mimpi Bopak..!" ejekkan itu diikuti pula oleh gelak mengejek, dari dua rekannya yang lain. Elang melihat kedua tangan Ratih yang mengencang. Sepasang mata Ratih juga memicing marah, menatap ke arah 4 orang berbaju hitam tersebut. Elang sangat memaklumi jika Ratih menjadi naik darah, mendengar pembicaraan empat orang itu. Karena gadis yang sedang jadi pembicaraa

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 337.

    "Tidak Ratih, malam ini aku akan mentransfer sebagian hawa murniku padamu. Dan sepertinya, esok hari kau sudah pulih total dari penyakit dalammu," sahut Elang tersenyum. 'Benarkah Mas Elang..? Maafkan Ratih telah merepotkan Mas Elang selama ini ya," ujar Ratih, dengan hati penuh rasa terimakasih. Telah dua kali Ratih berhutang nyawa pada Elang, hanya dalam kurun waktu dua hari saja. 'Tanpamu aku pasti sudah menjadi mayat saat ini Mas Elang', bathin Ratih. Keesokkan harinya seperti yang sudah diperkirakan oleh Elang, kondisi Ratih sepertinya sudan pulih seperti sediakala. Karena pada malam harinya, Elang memang telah mengalirkan hawa murni ke dalam diri Ratih. Untuk mempercepat pemulihannya. "Terimakasih Mas Elang, Ratih merasa sudah benar-benar pulih hari ini," ucap Ratih riang. Dia benar-benar takjub, merasakan kondisi tubuhnya yang telah kembali bugar itu. "Syukurlah Ratih. Untuk selanjutnya, sebaiknya kau menyamar dan berpakaian sebagai seorang pria saja. Agar perjalanan ki

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status