Share

Bab 248.

Penulis: BayS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-11 17:42:59

Nampak wajah Nanako selalu tersenyum gembira, karena bisa pergi berduaan bersama pemuda idolanya.

Setelah kejadian 'lumatan lembut' di Chishima Park dan di kediaman Keina. Nanako memang punya kebiasaan baru, jika dia sedang menyepi di kamarnya.

Kebiasaan barunya adalah 'memegangi bibir'nya sendiri, sambil tersenyum-senyum membayangkan saat dirinya 'berciuman' dengan Elang. Hehe.

Elang setuju saja dengan usulan Nanako, untuk berjalan-jalan di Ginza. Ginza merupakan suatu distrik di Chuo, Tokyo. Dan menjadi salah satu tempat wisata terkenal di Tokyo.

Tempat ini merupakan pusat perbelanjaan kelas atas, tempat hiburan dan makan, serta terdapat berbagai macam pertokoan, butik, galeri seni, restoran, dan kafe.

Di Ginza, wisatawan dapat menemukan berbagai macam mode dan kosmetik terkenal. Mayoritas toko di Ginza buka setiap hari dalam waktu seminggu.

"Mas Elang, dari Ginza nanti kita ke Shinjuku Gyoen National Garden yuk. Pemandangan di sana cukup indah lho Mas Elang," ajak Nanako deng
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 377.

    Weerrsshk..!"Majulah perempuan tak tahu di untung..!" serunya marah. Ki Rekso memutar cepat gada hitamnya, yang kini telah berselimut kobaran api hitam panas. Dia sudah tak memandang Arum sebagai wanita jelita lagi. Ya, kini Ki Reksogoro benar-benar melihat Arum sebagai lawan, yang harus dilenyapkan. Blaanngkhs..!! Benturan dua ajian sakti milik keduanya, menggaungkan suara dentuman bergema di tengah medan peperangan. "Arkhkssh..!! Hoeksh..!!" Arum terpental melayang, akibat hantaman energi Ki Reksogoro yang terlampau kuat baginya. Darah menyembur dari mulutnya, saat ia masih terhempas. Slaph! Taph! Dari kejauhan sosok tubuh berkelebat cepat, menyambar sosok Arum yang tengah terhempas itu. "Ahh..! K-kau seorang wanita..!" seru sosok itu, yang tak lain adalah Elang adanya. Dari kejauhan dia tak jelas menampak, bahwa sosok yang tengah bertempur di tengah kalangan adalah seorang wanita, dari pasukan kerajaan Galuga. "S-siapa kau..?! Hoeksh..!" seru Arum dalam keadaan setengah

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 376.

    Kepanikkan penduduk kotaraja pun makin menggila. Suara teriakkan, denting senjata, jerit kematian, dan tangisan wanita serta anak-anak. Seolah menjadi latar belakang pecahnya perang, yang tak mungkin dielakkan lagi. Dan di sektor kanan. Senopati Agrapati yang memimpin tiga ribu pasukkan kerajaan Galuga. Dia harus menahan terjangan deras 4 ribu pasukkan pemberontak, yang dipimpin langsung oleh Panglima Awan Lamhot. Sungguh perang yang tak seimbang tengah terjadi di sektor kanan itu. Sektor yang merupakan pintu gerbang perbatasan kotaraja, dengan daerah Kedungga. Karena baik dari sisi kemampuan maupun jumlah. Pasukkan kerajaan Galuga berada di bawah pasukkan ppemberontak, yang datang menyerbu bak badai gelombang samudera. Pasukkan kerajaan di bawah pimpinan Senopati Agrapati pun, seketika saja berada dalam keadaan terdesak. Adalah Patih Manggala yang berada di sektor tengah. Melihat pasukkan sektor kanan yang dalam keadaan terdesak. Maka segera dia mengarahkan pasukkan di bawah pi

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 375.

    "Ki Randujati..! Ka-kami adalah prajurit utusan kerajaan. Wilayah batas kerajaan, pagi ini tiba-tiba telah dikepung oleh pasukkan pemberontak. Patih Manggala memerintahkan kami, untuk mengabarkan pada Ki Randujati dan para pendekar semua. Untuk turut membantu pasukkan kerajaan," ucap terbata , dari salah satu prajurit yang terluka itu. "Baik..! Begitu mendadak..! Apakah mereka sudah menyerang ke dalam wilayah kerajaan..?!" Seru Ki Randujati. "Te-telik sandi kerajaan berkata, mereka akan menyerang esok hari. Tepat saat matahari terbit Ki Randujati..!" sahut prajurit itu. Lalu ... Brughk..! Brughk..! Kedua prajurit itu pun roboh tengkurap tak sadarkan diri. Akibat luka-luka yang dideritanya. Seth..! Elang segera melesat dan memeriksa kondisi kedua prajurit itu. Dengan cepat di totoknya beberapa jalan darah, di sekitar punggung kedua prajurit itu. Untuk menghentikan pendarahan yang terus mengalir. "Prayoga, biarlah selanjutnya istriku Nariti yang mengobatinya. Dia adalah putri Ki

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 374.

    Ya, rasa bersalah dalam diri Batara, atas kejadian yang menimpa nenek guru Lanjarsari, Nyi Centring Manik. Membuat Batara merasa harus bersikap baik, pada Kedasih dan putrinya Lanjarsari. Batara lah yang menyadarkan Kedasih dari pingsannya, dan mengalirkan hawa murninya. Untuk mempercepat pulihnya energi Kedasih, akibat luka dalam yang diterimanya. Sedangkan di sudut ruangan itu, Sepasang Garuda Putih nampak duduk tenang di sana. Namun tatapan Setyoko, tak pernah lepas dari sosok Prasti. Gadis cantik yang saat itu nampak gelisah, menanti kembalinya Elang bersama Eyang Guruchakra. Kyaarrghk..!! Slaph..! Pekikkan Ki Naga Merah di atas langit bukit Rajawali, menjadi penanda tibanya Elang kembali. Elang pun segera melesat turun dan mendarat di tengah dataran bukit Rajawali. Di tempat bekas panggung peresmian perguruan Rajawali Emas, yang telah rata dengan tanah itu. Sementara Ki Naga Merah kembali melesat masuk, ke dalam Cincin Naga Asmara. "Mas Yoga..! Syukurlah kau kembali," seru

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 373.

    "Nah Prayoga. Coba kau lawanlah daya sugesti Eyang, dengan seluruh kekuatan bathinmu. Balikkanlah perintah Eyang, jika kau bisa melawannya dengan kekuatan bathinmu," ujar Eyang Guruchakra. Segera dia menghimpun 'power' bathinnya, dan bersiap melambari suaranya dengan power itu. "Baik Eyang, Yoga akan mencobanya," sahut Elang, dia bisa menangkap ilmu yang dimaksud oleh Eyang Guruchakra. Karena belum lama dia memang telah mempraktekkan ilmu itu, pada Senopati Singayudha. Segera Elang juga menghimpun daya bathin dalam dirinya. "ELANG PRAYOGA..! BERLUTUTLAH MEMINTA AMPUN PADA EYANG..!!" bagai geledek di siang hari, suara Eyang Guruchakra menggema, meresap, dan menggetarkan sukma Elang. Sungguh penuh hawa magi, yang berusaha menekan kesadaran Elang. Karena dilambari dengan energi bathin, yang bukan olah-olah tingginya. 'Degh!' Elang merasakan tekanan kuat yang hampir tak disadarinya. Lutut Elang sudah setengah menekuk hendak berlutut. Hampir saja dia berlutut, menuruti perintah Ey

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 372.

    Khra - Blammphsk..!!! Langit di atas pulau Buaya Putih pecah porak poranda, dalam kilatan-kilatan cahaya merah terang. Terlihat kecil memang di ketinggian langit sana. Namun Elang sangat mengerti, betapa dahsyatnya bila pukulan itu diarahkan pada lawan Eyang Guruchakra di bumi. Entah kerusakkan dan bencana dahsyat apa yang bakal terjadi. Sebuah pukulan yang dapat melenyapkan sebuah istana kerajaan dalam sekejap..! Betapa mengerikkannya..! 'Luar biasa sekali..! Tak kusangka ada ilmu semacam itu di jaman ini. Sungguh dahsyat..!' bathin Elang tercekat kagum, akan power eyang Guruchakra. "Luar biasa sekali Eyang Guruchakra..! Yoga mengaku kalah..!" seru Elang kagum. Dia menyaksikan, betapa fisik Eyang Guruchakra bahkan tak nampak kelelahan, setelah melepaskan pamungkasnya itu. Sungguh stamina prima, dari seorang sepuh seperti Eyang Guruchakra itu. "Hahahaa..! Prayoga, jangan terlalu memuji Eyang. Seperti itu pun masih belum ada apa-apanya, bila dibandingkan kemampuan Salopa. Nah

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 371.

    "Bagus Prayoga! Awas..!" Seth..! Guruchakra melesat turun, seraya hantamkan tangannya ke arah dada Elang. Angin tajam berkesiuran dahsyat laksana puluhan mata pedang. Daaghk..!! Daambhs..!! Elang menangkis hantaman tangan Guruchakra dengan sisi tangannya. Dan terjadilah benturan power, yang mengakibatkan bumi yang dipijak Elang bergetar bak gempa. Angin pun pecah berantakkan disekitar mereka. Elang terhuyung mundur, kuda-kuda poros jagadnya goyah, sementara Guruchakra terpental dan langsung kembali melayang berputar di atas Elang. "Bagus, kau bisa mengimbanginya Prayoga..! Hahaaa!" betapa senangnya Guruchakra, mendapati power Elang bisa menangkis serangannya. Sebab jika tingkatan level power Elang terlalu jauh darinya. Maka pastilah Elang sudah terkapar, di uji coba serangan pertamanya itu. Melihat posisi dirinya yang kurang menguntungkan, jika hanya bertahan di bumi. Maka Elang pun merubah gaya bertarungnya. "Huph..!" Slaph! Wesh..! Elang melesat cepat, seraya hantamkan sera

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 370.

    "Ahh..! Rupanya pandangan Eyang sangat tajam," Elang terkejut, mendengar isi hatinya terbaca oleh Eyang Guruchakra. Segera dia juga terapkan aji 'Wisik Sukma'nya. "Sekarang bolehkah aku yang muda ini mengetahui nama asli Eyang?" Elang balik bertanya. Karena menurutnya, tak mungkin nama Guruchakra adalah nama asli sepuh dihadapannya ini. 'Hahaa..! Pemuda pintar. Dia tahu nama asliku bukanlah Guruchakra. Tapi aku memang sudah hampir melupakan Pudjasena nama asliku. Biarlah nama asliku itu terkubur untuk selamanya', bathin Eyang Guruchakra. "Baiklah Eyang Pudjasena. Kiranya cukup sekali ini saja, aku yang muda menyebut nama itu," ucap Elang, setelah membaca isi hati Eyang Guruchakra. "Ahh..! Hahahaa..! Jagad Dewa Bhatara! Prayoga! Kau benar-benar seperti orang yang diramalkan sahabatku, Salopa. Seorang sahabat yang telah lebih dulu 'sampai' dibanding diriku ini," Eyang Guruchakra terg3lak dalqm ketakjuban, saat mengetahui Elang juga bisa membaca isi hatinya. Segera dia teringat ra

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 369.

    'Dimana Yoga?!' bathin Prasti cemas. Sejak tadi dia dan para sekalian yang hadir memang terfokus, menyaksikan sepak terjang Kedasih, murid dari Nyai Pemikat Sukma Centring Manik itu. Dirinya juga sebenarnya tak setuju dan agak kesal. Melihat Kedasih yang seolah tak bisa lepas dari rasa dendam, yang sudah lama berlalu. Bahkan dia membenarkan ucapan sosok misterius, yang wajahnya bertutup kepala sehelai kain yang dilibat itu. Hati Prasti juga diliputi oleh rasa penasaran, tentang siapa jati diri sosok misterius, dibalik penyamarannya itu. Scraatz..! ... Kratzzh..! Byaarrshk..!! Tiga buah halilintar menyambar Tongkat Batu Petir itu. Kini cahaya yang membungkus tongkat itu bukan lagi merah membara, namun tongkat itu kini berkilau putih menyilaukan. Tangan Kedasih nampak bergetar diselimuti cahaya putih menyilaukan, hingga sebatas sikunya. Sosok misterius itu sejak tadi hanya menatap Eyang Guruchakra. Namun hingga detik terakhir, dia sama sekali tak melihat ada sedikit energi pun y

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status