Buku ini mengisahkan seorang gadis pintar serta lugu bernama Ann Arthurian. Dia memiliki keluarga dengan latar belakang sangat rumit. Hingga membuat dirinya sering disandang anak pembunuh. Penyebabnya karena ayahnya telah membunuh ibunya. Setelah diketahui ternyata yang dibunuh ayahnya itu bukanlah ibu kandungnya, melainkan ibu angkatnya. Terlebih lagi, kurang beruntungnya kehidupan membuat gadis lugu ini menerima perlakuan yang kurang baik dari teman hingga suster tempat dirinya tinggal di asrama pasca meninggal ibu dan neneknya. Akan tetapi, keberuntungan berpihak padanya setelah bertemu dengan seorang anak laki-laki dari keturunan mafia yang tak sengaja mengambil buku lusuh miliknya. Bukan hanya itu saja, dia pun akhirnya bergabung dengan para ilmuwan untuk memecahkan kode-kode penting demi kemajuan negara. Dari situ kehidupannya pun berubah drastis, serta saat bersamaan terkuak kisah rumit keluarganya.
View MoreSelandia Baru -1923
Tepatnya ada di kota The West yang terpencil. Di sana ada rumah sederhana, bahkan bisa dikatakan sangat kecil. Hamparan hijaunya sayuran sawi dan wortel, juga pepohonan yang rindang mengelilingi rumah. Air sungai mengalir jernih mengapit antara rumah ke rumah, membuat kota ini begitu sangat sejuk.Rumah sederhana ini bangunannya dari perpaduan anyaman bambu dan kayu jati yang tertata tidak beraturan. Adalah tempat tinggal gadis usia sepuluh tahun beserta keluarganya.
Tenang, duduk di pelataran rumah dengan kursi panjang yang hampir rapuh. Tangannya asik dengan buku tulis usang ditemani pencil yang hanya tinggal separuh.
Tiba-tiba, langkah kaki kasar dan terburu-buru keluar dari dalam rumah.
“Kamu kalau sudah besar mau menjadi apa?” tanya Johan, yang merupakan Ayah dari gadis kecil ini sambil meraih peralatan melukisnya.
“Aku ingin menjadi penulis, penulis yang hebat!” jawab Ann enteng.
Ann Arthurian, gadis terlahir dari keluarga kurang beruntung namun penuh ambisi. Johan yang sudah kesiangan, tidak menggubris jawaban dari anak ketiganya ini. Juga, sepertinya pertanyaan itu pun hanya sekadar basa-basi. Dengan cepat dia segera meninggalkan rumah.
Sedangkan Natalie sebagai kakak yang hendak pergi merantau ke Wales, tiba-tiba dia berucap, “Jadi perempuan rumahan saja, jaga suami dan anak-anak. Jangan tinggi-tinggi nanti kalau sudah jatuh, sakit!”
Ann tidak menjawab apa- apa, dia hanya memeluk kakaknya ini yang entah kapan bisa berjumpa lagi.
Kendatipun dari hati Ann banyak pertanyaan, 'Kenapa perempuan tidak boleh memiliki mimpi? Punya cita-cita? Lalu orang hebat di luar sana seperti Marie Curie wanita pertama meraih nobel bidang fisika, Edith Wharton seorang novelis Amerika, mereka itu wanita!'
Namun, pertanyaan itu kerap terhenti, karena untuk mencapai mimpi itu, perlu usaha, dorongan dan mental yang kuat. Sedangkan Ann hanya ada keinginan waktu ini, tidak ada seorang dari keluarganya yang mendukung, terlebih lagi dana, dia cukup tahu diri akan hal itu.
Natalie sendiri seperti sudah memahami keadaan ini, dia terpaksa harus pergi karena keluarga tidak bisa menghidupinya. Pergi meninggalkan rumahnya hingga waktu yang tidak bisa ditentukan.
Natalie tidaklah senang dengan kejadian ini, tapi dia harus tegar dan pasrah.Tangannya menjinjing tas yang isinya beberapa helai baju, dia pun mengikuti Theresa kakak dari Johan.
“Kak, kamu baik-baik saja di sana!!” teriakan Ann terdengar hingga rumah tetangganya.
Natalie hanya melirik dengan menyimpulkan seulas senyum pada bibirnya.
Sepeninggalnya kakaknya, Ann kecil kembali dengan kegiatannya. Ialah merangkai kata, menulis mimpi-mimpi, hingga berdrama dengan alam pikirannya.
Imaginasi merangkai kata pun sudah kontras terlihat dari bagaimana dia berbicara. Baru saja hendak menulis,dikejutkan oleh teriakan Mariez, “Cepat bantu Ibu mencuci pakaian, pegang buku dari pagi!”
Gadis kecil ini beranjak dari tempat duduknya, “Baik Bu,” lirihnya sambil tergesa-gesa menaruh buku tulisnya. Tangannya pelan mengambil peralatan mencuci yang tersedia ala kadarnya. Begitulah kebiasaan akhir pekan gadis ini.
***
Senin adalah hari yang Ann tunggu-tunggu, setidaknya dia bisa bertemu dengan teman-temannya dan belajar pelajaran-pelajaran yang hampir semua mata pelajaran dia sukai.Adrian sudah lama memperhatikan muridnya yang satu ini.
Tulisan yang dia tulis di atas papan tulis, dibaca oleh Adrian Louis gurunya yang tiba-tiba masuk ruangan. “Kamu ini kenapa menulis seperti itu?” tanyanya pelan sembari memberikan separuh roti yang ada di tangannya.
Malu-malu Ann mengambil roti tersebut disertai senyuman kecut yang spontan. “Sepintas saja ada dalam benak lalu ditulis!” ucapnya pelan hampir tidak terdengar.
Adrian hanya menatap wajah Ann yang lugu, lalu meninggalkannya sendirian di dalam kelas.
Jam istirahat ini Ann menyendiri di dalam kelas, bukan keinginannya untuk sendiri karena sahabat baiknya sedang tidak masuk. Hubungan antara keduanya memang tidak bisa tergantikan, mereka seperti satu jiwa. Kalau salah satu tidak ada pasti seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Selain dari itu, penyebab Ann tidak bisa bergabung dengan yang lain karena dia akan tersisih sendiri.
Sejenak Ann menghela napas kasar.
“Ayahku hanya seorang pelukis jalanan, uang yang dihasilkan pun terkadang tidak cukup untuk membiayai kehidupan sehari-sehari. Mana aku berani meminta uang padanya untuk jajan? Sementara yang lain mereka leluasa mendapatkan itu?” ucapnya dalam senyap sembari tangannya membaca kembali materi dari pelajaran yang baru dia tulis.
Ternyata Ann menyendiri, karena dia merasa tidak menyatu dengan yang lain, karena dia tidak memiliki uang jajan. Masuk akal!
Tidak begitu lama, lonceng pun berbunyi tanda istirahat telah usai.
TENG! TENG!
“Ann, kamu masuk kelas 3 ya!” ujar Adrian datang begitu saja dari pintu tengah ruangan.
Ann berjalan penuh semangat sambil membetulkan rok pendeknya.
“Pasti dia dikencani guru yang satu itu, tuh…” usil teman yang tidak menyukai Ann.
“Heh, dia pasti disuruh mengisi kelas karena guru matematika sedang melahirkan!” sahut temannya yang lain membela Ann yang sudah keluar kelasnya.
Ann pun masuk kelas tiga, wajahnya memang tidak asing untuk murid-murid yang jumlahnya 18 orang ini.
“Bu guru Ann, aku tidak mengerti pengurangan yang ini loh,” sapa seorang murid yang tiba-tiba datang menghampiri.
Ann mendelikan matanya, kemudian berbicara dengan nada ketus, “Panggil saja ‘Kakak’ tidak Bu guru, sebab aku ini bukanlah Ibu-Ibu!”
Yep, Ann ini bukanlah Ibu Guru dia masih duduk di kelas empat. Tapi, dia kerap mengisi kelas jika ada guru yang tidak masuk.
Dengan tenang dia pun mengajar sesuai materi yang ada pada buku. Cara penuturan yang details adalah ciri khasnya, hingga terkadang dia sendiri hafal apa yang tertulis dari buku tersebut. Sehingga membuat adik kelasnya ini begitu sangat dekat dengannya.
Bukan hanya dicintai, saat bersamaan dia pun banyak yang iri. Sayangnya, dia tidak terlalu mempersoalkan akan itu. Setelah mengajar, dia akan kembali ke kelasnya dan mendapati kalau teman-temannya sudah siap-siap untuk pulang.
Matanya melirik pada jam dinding yang menempel dia atas papan tulis. “Pukul 12:05?” ucapnya. Dia pun segera mengambil buku yang ada di atas meja gurunya.
“Jangan dibawa pulang, bapak mau membuat soal...” ucap Adrian sambil menyimpulkan senyum.
“Tidak Pak, Ann mau selesaikan di sini!” jawabnya datar.
Cepat, dia pun duduk di tempat duduknya, tangan Ann menulis dengan cepat, kalau tidak dia akan sangat terlambat pulang ke rumahnya.
Adrian memperhatikan wajah muridnya ini, “Kamu kalau sudah lulus sekolah mau menikah denganku?” tanyanya.
Mendengar itu, Ann hanya tertawa, “Bapak kalau bercanda jangan sama anak kelas 4 sekolah dasar!” tegasnya sambil menutup buku tulisnya.
“Belum juga datang menstruasi, udah diajak nikah!” imbuh Ann melanjutkan sambil cekikikan.
Baru saja Ann, sampai pintu Adrian berseru. “Ambil ini NZ$2 untuk mengisi kelas tiga pelajaran matematika tadi, dan ini NZ$1 untuk kamu dari aku!”
Ann menerimanya dengan senang hati. “Terima kasih Pak,” singkatnya pelan.
Adrian tidak berbicara sepatah kata pun, tatapannya pada wajah muridnya ini. Sedangkan Ann segera meninggalkan ruangan dan sekolahnya. Berjalan ke arah selatan, kemudian menyusuri jalan setapak yang merupakan jalan pintas agar cepat sampai rumahnya. Karena jarak rumah dan sekolah yang lumayan cukup jauh, kurang lebih ada sekitar 3 kilometer.
Karena lelah Ann pun duduk sejenak, dia berteduh di bawah pohon rindang sambil mengambil air minum di dalam tasnya, dan tak lupa mengeluarkan buku tulisnya.
Tangannya pun mulai menggerakan penanya, dia menulis.
Tapi, dengan segera Ann menghapusnya, karena gadis kecil ini menulis bukan pada buku usangnya melainkan pada buku tulis untuk sekolah. “Ish, Ibu pasti marah kalau aku menulis di sini, karena akan membuat buku cepat habis!” desisnya.
Iya, dia sangat paham bagaimana Ibunya membatasi pengeluaran.
-Flashback on-
“Ini buku tulis untuk satu semester, tulisan jangan besar-besar agar tidak cepat habis! Mengerti kamu!” ucap Mariez tegas.
Ann menerima dengan senyuman, “Tenang Bu, Ann akan menulis kecil-kecil, seperti semut!”
Ann tersenyum sambil beranjak berdiri, dia pun kembali melanjutkan perjalanannya.
“Hey dunia! Kamu sudah membuatku tersiksa!!” teriaknya.
Setelah pamitan pada ibu, ayah serta Renata yang baru pulang dari sekolah. Ann langsung masuk ke dalam mobil milik pribadinya, dan sopir pun sudah duduk di depan stir. Sementara Juan masih bergeming di dekat pintu mobil, "Ann, kamu ikut mobilku, aku mau mengantarkanmu." Pinta Juan sembari menatap wajah gadis yang sudah duduk di atas jok mobil belakang. Ann menggelengkan kepalanya. "Aku sama sopir saja!" singkatnya. "Ayo Pak, kita jalan agar tidak ketinggalan pesawat." Ann menambahkan dengan melirik ke arah sopir. Sementara Juan yang masih terpaku di depan pintu mobil, akhirnya duduk di sebelah Ann. Sopir bergegas melajukan mobil. Sedangkan Juan serta Ann saling membisu di belakang, setelah beberapa saat Juan memiringkan badannya menghadap Ann yang sedang membaca buku. "Yang kamu lihat minggu lalu tidak sesuai penglihatanmu!" jelasnya pelan dengan tangan hendak meraih tangan Ann, akan tetapi ditepis olehnya. Ann pun beraksi sama disertai menatap wajah Juan. Kemudian berbicara ketus,
Pesawat pribadi Erick yang ditumpangi dirinya serta Ann sudah mendarat dengan selamat di kota terkenal akan bangunan bersejarahnya namun berarsitektur kuno ini. Hawa sejuk musim semi serta rintikan hujan menyambut kedatangan dua manusia yang berbeda usia ini. "Selamat datang di London, Sir!" ucap Pengawal dari kolega Erick dengan ramah. Ann semakin tajkub pada sosok Erick ini. Sosoknya bagi Ann adalah inspirasinya. Kemudian para pengawal membawa Erick dan Ann agak jauh dari perkotaan. Selama perjalanan pandangan mata Ann menembus kaca jendela mobil jauh ke luar sana. Ya, jauh tidak karuan, hatinya kini hampa karena di sampingnya tidak ada sosok penguatnya. Akan tetapi berbeda setelah melihat handphonenya penuh dengan pesan dari Juan. Pesan-pesan itu seolah asupan energi semangatnya dia pun akhirnya tersenyum. Mobil berhenti di depan bangunan dengan arsitek paling unik di antara bangunan ataupun rumah lainnya. "Ayo, Ann!" ajak Erick yang sedang memperhatikan gadis belia
Alarm jam yang terdapat di atas nakas Jeanne berdering keras persis di sebelah kuping Ann. Suaranya yang memekakan hingga menusuk genderang telinganya, membuat dirinya dengan cepat meraih jam tersebut serta melihatnya. Di sana terlihat pukul 04:25, Ann pun menoleh ke arah samping dimana Jeanne dan Sylvie tidur. "Ke mana mereka?" ucap Ann pada diri sendiri, karena menampaki teman-temannya memang sudah tidak ada di sampingnya. Ann pun bergegas duduk serta memperhatikan ke seluruh ruangan, ranjang Sylvie pun kosong. Matanya hanya melihat ke arah tempat tidur Rania yang dirinya masih tertidur pulas. "Ke mana mereka sepagi ini?" lagi-lagi Ann berbicara sendiri. Cepat sekali Ann masuk ke dalam kamar mandi dan melakukan aktivitasnya. Setelahnya dia pun dengan segera berjalan ke arah dapur. "Juan? Jeanne? Sylvie?" ucap Ann agak terkejut karena mereka sudah ada di dalam dapur. "Pagi, Ann." Sapa Sylvie sambil memberikan secangkir susu coklat hangat. Ann tak
Natalie beserta kecemburuan dan iri hatinya. Sementara Ruth dan Ann mereka berdua menikmati kebersamaan dengan saling bercanda tawa terkadang diselangi pelukan mesra. "Tante pinjam Ann sebentar!" ucap Juan pada Ruth. Juan melakukan itu agar Ruth tidak mencolok memperlakukan Ann hingga membuat Natalie cemberut. "Nat, temankan Tante Ruth sejenak!" Juan menoleh pada Natalie yang masih berdiri bergeming serta memasang muka tak bersahabat. Ruth sepertinya tidak mengerti dengan gelagat Natalie, dia malah berasumsi kalau Juan bereaksi seperti itu karena dirinya sudah tahu isi hati Juan pada putrinya. Kemudian menoleh pada Ann, "Ikutlah Ann, biar Juan tidak sewot melulu!" godanya. Ann mendelik ke arah Juan serta menghampiri, "Mau apa sih?" Juan tidak menjawab pertanyaan dari Ann, melainkan dengan cepat meraih jemarinya lalu menggenggamnya. Ann bertanya kembali, "Mau ke mana?" Juan berbisik ke petugas yang ada di depan pintu tad
Ann menepuk pipinya pelan serta menggercapkan secara cepat kedua bola matanya."Iya, ini Kakak!" Natalie meyakinkan sambil menghampiri adiknya. Tangan kanannya meraih jemari gadis yang memakai pakaian adat Selandia Baru ini pelan sekali, sedangkan tangan kirinya mengelus halus pipi kirinya. "Kamu sangat cantik memakai pakaian ini, dan kamu memang cantik!" ucap Natalie dengan pandangan menatap tajam wajah adiknya.Ann tersenyum tipis serta langsung memeluk kakaknya ini. "Kakak kok bisa ada di sini?" desisnya tepat di kuping Natalie.Natalie merenggangkan pelukannya, dia menuntun adiknya ke arah sudut ruang ramah tamah yang sebelumnya Natalie memotong tart strawberri coklat dan menaruhnya di atas piring kecil lalu mengguyurkan coklat cair di atasnya. "Nih, dari pada colak colek seperti tadi! Jorok tahu!" sindir Natalie sambil memberikan piring kecil isi kue pada adiknya ini. Sumringah Ann mengambilnya serta langsung memakannya sembari dihayati.&n
Napas Catherine tersengal melihat kesedihan saudaranya itu, dia pun turut merasakan bagaimana perasaan Ruth bertahun lamanya. Memahami kalau Ruth bukanlah seorang ibu yang melepaskan tanggung jawab begitu saja, akan tetapi beberapa alasan hingga membuat dirinya terpaksa melakukan semua, terlebih lagi demi keluarganya.Setegar-tegarnya Ruth, namun malam ini dia nampak rapuh. Air matanya mengalir deras di depan anak kandungnya yang sedang tertidur pulas. Tangan halusnya membelai rambut panjang Ann terhampar di atas bantal berbalut sarung berwarna putih. Satu kecupan hangat pun berlabuh di atas pipi mulus gadis belia ini. Kendati tertidur, Ann masih merasakan kecupan serta belaian dari ibu kandungnya ini. Akan tetapi dia berpura-pura memejamkan matanya.'Aku menyayangi kalian,Bu.' Bisik hati Ann dalam senyap. Ann mengerti semua kejadian ini terjadi karena ujian dari Tuhan. Mariez juga Ruth hanya sekedar korban dari para manusia yang telah dikendalikan hawa naf
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments