Blasstzz..! Blatzzsh..!! Tanah di bawah bekas sosok Jaduka berdiri nampak amblas, berbentuk dua telapak tangan Bogananta. Dan uap dingin biru nampak mengepul, dari lubang kedua telapak tangan itu. Dan area di sekitar tanah yang terkena pukulan telapak Bogananta pun, langsung berubah membiru. Kini keduanya saling berhadapan kembali, dengan kedua tangan yang masih menerapkan ajian yang sama. Tampak para pengunjung rumah makan itu, kini malah menyaksikan pertarungan mereka. Mereka menyaksikan dengan hati berdebar dan mata melotot lebar. Bagi mereka, kedua petarung itu sama kuat dan mengerikkannya. Namun tentu saja hati mereka semua berharap, si Pemuda kalem itulah yang menang. "Bogananta..! Kita langsung saja adu pukulan..!" seru Jaduka menantang. Hatinya demikian penasaran dan marah. "Baik," sahut Bogananta tenang. "Huupsh.!" Byarrsh..! Kini Jaduka benar-benar mengempos habis 'power'nya. Nyala keredepan kilat merah yang menyelimuti kepalan tangannya, nampak semakin berpijaran.
"Bedebah..! Siapa kau cari mati ikut campur urusanku..?!" sentak si Baju Kuning, yang kini beranjak berdiri dari kursinya. Matanya melotot merah, karena pengaruh tuak yang telah diminumnya. Dia merasa tak takut dengan siapapun saat itu. Karena dimejanya ada seorang pendekar ternama, yang pasti akan membelanya. Begitu pikirnya. Si gadis itu pun dibiarkannya berlari masuk ke arah dapur bersama ayahnya. Emosinya telah terpancing menggelegak, dengan kehadiran pemuda yang mengganggunya itu. "Aku cuma perantau, yang tak suka melihat kelakuan bejatmu," ujar si pemuda tenang, seraya membalikkan badannya. Dia bermaksud kembali menuju ke mejanya, setelah melihat si Gadis telah aman. Dan telah masuk kembali ke dapur, bersama ayahnya. Dia pun tak ingin berpanjang urusan lagi, dengan si Baju Kuning dan dua teman semejanya itu. Namun ... Sraankh..!! Si Baju Kuning cepat menarik goloknya di atas meja, dan langsung melepas sarungnya. "Ahh..! Awaass..!!" teriak para pengunjung rumah makan kag
"Pokoknya jika Tuan Pendekar Jaduka mau bergabung dengan serikat kami. Maka semua kesenangan dunia, akan kami berikan untuk Tuan Pendekar. Hahahaa..!" ucap seorang yang berbaju kuning. Ya, dua orang berbaju kuning itu adalah anggota Serikat Mata Dewa. Mereka sengaja disebar oleh Surapati, untuk menghimpun para pendekar Tlatah Kalpataru. Mereka diperintahkan membujuk dan mengajak para pendekar, untuk bergabung dan berpihak pada pasukkan Serikat Mata Dewa. "Hahahaa..! Bagaimana bisa aku menolak tawaran kalian ini. Semuanya sungguh menggoda..! Hahahaa..!" tawa bergelak terdengar dari orang yang dipanggil Jaduka itu. Dia adalah seorang pendekar yang cukup ternama di wilayah Marapat, julukkannya adalah si 'Tinju Petir'. Jaduka memang masuk dalam daftar 17 pendekar di daun lontar, pada sebaran pertama dulu. "Pelayan tambah tiga tabung tuaknya..!" seru orang berbaju kuning di meja itu. Rupanya dia benar-benar ingin menjamu habis-habisan si Jaduka itu. Tak lama kemudian. Ternyata Putr
"Baiklah Pangeran Danuthama, Elang sepertinya harus segera kembali ke Tlatah Kalpataru saat ini," pamit Elang, setelah berbincang agak lama dengan ayahanda Prasti itu. Mereka saat itu berada di pendopo istana Belupang."Baiklah Elang. Terimakasih atas semua kebaikkanmu. Aku hanya bisa memberikan doa restuku untukmu," ucap Pangeran Danuthama. "Prasti, aku pergi dulu," ucap Elang. "Hati-hati Mas Yoga," ucap Prasti lirih. Entah kenapa selalu saja ada rasa kehilangan dalam hatinya, setiap kali dia harus berpisah dengan pemuda itu. Slaph..! Elang langsung melenting tinggi ke udara. "Ki Naga Merah..!" seru Elang. Blashp..! "Kyarrgks..! Duduklah Tuan," Ki Naga Merah seketika muncul, dan melesat di bawah sosok Elang. Taph! "Kita langsung menuju ke bukit Karang Waja, Ki Naga Merah," ucap Elang. Weerrshk..! Ki Naga Merah langsung melesat bagai lintasan cahaya merah, yang memanjang menembusi awan. "Kyargks..!" pekikkannya masih terdengar di atas langit Belupang. Walau sosoknya telah
Utusan dari tlatah Saradwipa itu bernama Panglima Bagus Tuah. Dia merupakan seorang Panglima kepercayaan dari Radja Selangit Rantak, di Tlatah Saradwipa. Sang Radja telah memerintahkan Panglimanya itu. Untuk meluaskan pengaruh dari Tlatah Saradwipa, ke tlatah-tlatah yang berada di seberang lautan. Hingga akhirnya sampailah kapal jelajah, yang dipimpin oleh Panglima Bagus Tuah itu di Tlatah Palapa. Kedatangannya ke kerajaan Palapa menemui Maharaja Kumbadewa, diantarkan langsung oleh Raja Pradipa Dewa, sebagai raja wilayah Pasir Raja. Sementara dari pihak utusan Saradwipa, Panglima Bagus Tuah hanya ditemani 3 orang kepercayaannya. Dan hal yang mencengangkan terjadi, saat sang Maharaja Kumbadewa bertemu dengan Panglima Bagus Tuah. Nampak kedua kaki sang Panglima yang melayang tak menapak tanah..! Tak heran sang Panglima Bagus Tuah berani datang, dengan hanya ditemani 3 orang kepercayaannya. Rupanya dia memiliki kemampuan yang tinggi. Sengaja dia perlihatkan kemampuannya itu. Hal
"Baik Mas Yoga. Prasti akan pulang dulu ke Belupang, dan meminta ijin pada Ayahanda untuk kembali ke Tlatah Kalpataru. Karena walaupun Prasti keturunan darah Belupang. Namun jiwa dan raga Prasti sepenuhnya sudah menyatu dengan Tlatah Kalpataru, sejak aku kecil Mas Yoga," ucap Prasti, mengatakan tekadnya pada Elang. "Ahh, Prasti. Sepertinya hal itu akan membuat Ayahmu kembali bersedih," ucap Elang agak terkejut, dan merasa tak enak dengan niat Prasti. "Tidak Mas Yoga. Prasti mengerti jiwa Ayahanda, dia pasti akan mengijinkan Prasti kembali ke Tlatah Kalpataru. Bahkan Prasti yakin, Ayahanda tak akan mau ikut menyerang ke Tlatah Kalpataru, tanpa alasan dan tujuan yang jelas dari Maharaja Palapa," sahut Prasti yakin. "Baiklah Prasti. Namun kuharap kamu membicarakan hal ini dengan pelan dan hati-hati pada Ayahmu. Senangkan dulu hatinya selama beberapa waktu tinggal di istana Belupang, sebelum kau berangkat ke Tlatah Kalpataru. Masih banyak waktu tersisa untukmu, sebelum perang di Tl