Langkah kaki Aslan cukup pelan dalam menuruni anak tangga dari rumah pohon. Hal itu dilakukan agar mencegah musuh tidak mengetahui keberadaannya. Semua yang dilakukan Aslan sekarang harus serba hati-hati. Ancaman bertubi-tubi nyata di depan mata.
Aslan telah sampai di bawah rumah pohon. Ia menatap ke atas untuk memastikan Alice tidak menampakkan diri. Ketika melihat Alice yang masih memandangi Aslan, maka Aslan segera memberi kode untuk bersembunyi. Alice terlihat menurut pada Aslan.Saatnya Aslan fokus pada sekitar. Tidak ada pergerakan di sana. Namun Aslan memeriksa sekali lagi. Tak akan dibiarkan oleh Aslan bahaya kembali menghampirinya."Maaf, Nona Alice di mana?" Anak buah Alice tiba-tiba muncul."Ssstt! Kau jangan keras-keras berbicara. Ada musuh mendekat." Aslan mengutarakan dengan berbicara lirih."Tidak ada musuh di sini. Aku sejak tadi berjaga tidak menemukan tanda-tanda aneh.""Apa kau tidak lihat itu?" Aslan menunjuk ke arah asap yang membumbung.Anak buah Alice melihat ke arah yang ditunjuk Aslan. "Oh ... itu. Bukan musuh. Tapi, aku yang sedang membakar ubi. Ini mau mengabari kalau ubinya matang."Aslan bernapas lega. "Syukurlah. Aku kira musuh. Ayo cepat kita matikan! Agar tidak mengundang musuh." Tiba-tiba Aslan terpikirkan pencegahan itu.Anak buah Alice setuju dengan Aslan. Ia mengajak Aslan ke tempat dirinya menyalakan api untuk membakar ubi.Aslan menggali dan mengambil pasir untuk menutup api yang berkobar. Karena tidak mungkin pergi jauh untuk mencari air.Api pembakaran mampu dihilangkan dalam sekejap. Walaupun aroma bekas pembakaran masih tersisa. Yang terpenting ada langkah pencegahan dalam mengundang musuh daripada tidak melakukan apapun."Ayo kita kembali ke rumah pohon!" Aslan mengajak anak buah Alice untuk bergabung di rumah pohon. Struktur rumah pohon terlihat lebih kuat dari terakhir kali Aslan tahu, sehingga mampu menopang tiga orang di sana.Di rumah pohon Alice menyambut Aslan dengan tatapan tajam. Alice mengira yang datang adalah musuh, sehingga bersiap siaga untuk menyerang."Huuhhh ... aku kira musuh. Leganya melihat kau dan anak buahku yang naik kemari.""Iya. Ternyata bukan musuh, melainkan anak buahmu membuat hidangan ini." Aslan memperlihatkan ubi bakar yang tampak menggiurkan aromanya.Alice mengambil ubi bakar yang ada di tangan Aslan. Ia kemudian mengajak Aslan dan anak buahnya untuk duduk bersama menikmati ubi bakar.Aslan bersama Alice dan anak buahnya makan bersama tanpa ada obrolan. Mereka sepertinya lapar setelah seharian mengalami kejadian yang menegangkan."Apa ada tempat aman lagi setelah keluar dari sini?" tanya Aslan dengan raut wajah penasaran.Alice tak langsung menjawab pertanyaan Aslan. Ia justru menyeka sisa ubi yang ada di sudut bibir Aslan. Tindakan Alice membuat Aslan merasa tidak nyaman, karena malu makan dengan berantakan di depan wanita.Senyum kecil dipancarkan Alice pada Aslan. "Kau ternyata kaku juga. Padahal hanya hal kecil. Ada satu tempat markas rahasiaku yang tersisa.""Jauh dari sini?""Lumayan.""Apa ada anak buahmu lagi yang tersisa?""Tinggal lima orang di markas rahasia. Aku tidak bisa memanggil mereka lagi. Karena bisa lenyap semua nanti."Aslan tampak berpikir. Ia harus mencari cara yang tepat untuk melarikan diri dari markas rahasia milik ayahnya sekarang setelah membuka bungker.Ubi yang dimakan oleh Aslan dan Alice telah habis. Alice memutuskan ingin pergi melihat keadaan bungker. Namun dicegah oleh Aslan. Suhu panasnya belum turun jika hanya ditinggalkan selama satu jam. Aslan meminta Alice untuk tidur di dalam naungan rumah pohon.Alice masuk ke dalam naungan rumah pohon. Tak disangka tubuhnya merasa lelah. Ia memberikan tikar pada Aslan dan anak buahnya."Lebih baik kita tidur sebentar saja." Aslan mengajak anak buah Alice."Tidak. Aku harus tetap berjaga. Ini sudah menjadi tugasku menjaga nona Alice."Aslan memilih berbaring dengan mata tetap terjaga. Tak bisa dipungkiri rasa pusing dikepalanya kembali terasa. Ia meminta izin pada anak buah Alice untuk tidur sebentar. Anak buah Alice tidak keberatan.Keheningan tercipta di rumah pohon. Hanya ada suara serangga-serangga malam. Sementara anak buah Alice berusaha keras menahan kantuk yang sempat membuat terlelap sejenak.Kraak! Kraaak!Suara ranting terinjak membuat anak buah Alice terjaga total. Ia memilih posisi tengkurap untuk mengintai sesuatu yang bergerak.Aslan ikut terbangung. Namun saat akan duduk, anak buah Alice mencegahnya. Tidak bisa dibiarkan terlihat tubuh Aslan dari bawah. Walaupun tinggi rumah pohon bisa tertutup oleh dedaunan."Mereka kemari. Ada dua orang." Anak buah Alice menjelaskan dengan nada lirih."Kita tidak bisa terus terjebak di sini. Aku punya ide.""Apa idenya?""Kita pancing mereka dengan menggunakan barang. Jadi, mereka refleks untuk memeriksa ke arah tersebut. Setelah itu, barulah kita kabur.""Mereka tidak semudah itu tertipu.""Kalau tidak dicoba, tidak akan tahu hasilnya." Aslan kemudian bergerak dengan tengkurap mencapai tempat Alice beristirahat.Pintu kecil bagaikan sarang burung dibuka oleh Aslan. Pemandangan Alice sedang terlelap didapatkan oleh Aslan."Alice! Alice!" Aslan membangunkan dengan mengguncang pelan tubuh Alice.Alice menggeliat, lalu membuka mata. "Kenapa?""Kita harus segera pergi. Ada yang mencari kita."Alice mendudukkan dirinya. Ia kemudian merapikan rambutnya yang berantakan. Sedangkan Aslan bersiap dengan merangkak kembali. Malam ini terpaksa Aslan harus mengingat sudut tempat yang ada di markas rahasia ayahnya, agar terwujud tempat aman."Aku sudah memberikan pengalihan dengan melemparkan sebuah barang." Anak buah Alice memberi laporan."Mereka yang tidak dikenal itu, mengikuti asal suara barang tidak?""Tidak ada waktu. Ayo pergi!"Alice mendorong tubuh Aslan agar bergerak di depan. Aslan menjadi orang pertama yang turun dari rumah pohon. Yang terakhir adalah anak buah Alice.Belum sempat mengatur napas, Aslan membawa Alice ke tempat bungker berada. Mereka berdua berjalan berdampingan dengan di belakang mereka ada anak buah yang selalu waspada."Percepat! Langkah kaki orang terdengar mendekat!" Aslan mengingatkan.Jalur belakang menuju markas rahasia ayah Aslan dipilih sebagai akses terdekat menuju bungker. Alice dan anak buahnya hanya mengikuti Aslan.Tidak ada hambatan berarti saat mencapai tepat di depan bungker. Aslan mengecek suhu dari pintu bungker. Rupanya selama hampir tiga jam didiamkan, bungker tidak terlalu panas. Namun jika masuk ke dalamnya, tidak dijamin aman. Itulah kesimpulan Aslan."Nah! Mau kemana kalian?" ucap salah satu pria yang tiba-tiba muncul dari balik semak-semak.Pria yang lain tampak membawa senjata dan tersenyum menyeringai pada Aslan. Wajah terkejut Aslan segera ditepis saat berhadapan dengan mereka.Anak buah Alice langsung menyerang salah satu orang dari ketiga orang yang menghadang. Aslan berpikir sebelum melakukan serangan, agar tidak salah sasaran.Perkelahian antara Aslan dengan musuh tak terhindarkan. Aslan juga bekerja sama dengan Alice untuk memberikan tendangan pada musuh yang mendekat.Duak!Aslan menendang bagian perut dari orang yang menyerangnya hingga terlontar, lalu menabrak puing-puing yang tersisa. Serangan tambahan dilayangkan dari musuh pada Aslan.Dor! Dor! Dor! Dor!Alice menembak dengan membabi buta musuh yang akan menyerang. Tiga orang penyerang tersebut tewas seketika."Kau gila? Kalau kita dipenjara bagaimana tentang pembunuhan ini?" ucap Aslan sembari memegangi satu orang yang sekarat akibat ditembak Alice."Jangan lemah! Mereka pantas mendapatkannya. Kau harus terbiasa dengan hal seperti ini." Alice membantu Aslan berdiri dari posisinya yang sedang memegang kepala orang sekarat."Biarkan saja! Ayo cepat buka bungkernya!"Aslan dibantu dengan anak buah Alice membuka pintu dari bungker rahasia. Dalam hitungan lima belas menit, Aslan dan anak buah Alice berhasil membuka bungker.Perlahan Aslan dan yang lainnya turun ke tempat inti dari bunker. Aslan harus bergegas masuk ke dalam bungker agar tidak terlalu lama melihat isinya.Alice dan anak buahnya mengikuti di belakang Aslan. Baru saja berjalan tidak sampai lima menit, ditemukan bungker lain yang berhasil terbuka."I ... ini kan?" Alice terkejut dengan apa yang ada di dalam bungker. Bisa menjadikan banyak strategi jika ada hal berharga di dalam bungker sekarang.Ekspresi Alice yang terkejut sekaligus bahagia tak bisa diartikan sama oleh Aslan. Justru Aslan merasa bingung dengan kotak besar yang ada di depannya. "Coba pakai sidik jarimu untuk membukanya.""Memangnya bisa? Aku kan tidak pernah mendaftarkannya?""Bisa. Di sini cukup memindai dari hasil salinan lain yang dimiliki oleh ayahmu. Kau akan tahu isinya."Cukup canggih juga pikir Aslan apa yang dimiliki oleh ayahnya. Padahal selama ini Aslan hanya tahu jika kunci memakai sidik jari harus menginput dari orangnya langsung saat memindai.Klek!Kotak terbuka saat Aslan selesai menempelkan jempolnya. Isi kotak tersebut berupa beberapa berkas, sebuah kartu ATM, buku rekening, dan kotak-kotak kecil lainnya.Alice senang bukan kepalang saat meraih satu per satu barang yang ada di sana. Ia tahu jika semuanya bernilai. "Kau seolah-olah tidak pernah melihat uang yang banyak." Aslan angkat bicara."Ini sangat bernilai. Kenapa kau biasa saja? Kulihat latar belakang pekerjaanmu biasa saja. Tidak bi
Aslan berlari masuk ke dalam rumah. Ia tidak peduli dengan reaksi dari keluarga dari tetangganya yang menampung sang adik. Alice segera menyelamatkan tas ransel Aslan yang ditinggal begitu saja di depan pintu. Karena di dalam tas ransel tersebut ada barang berharga. Adik Aslan yang bernama David tampak diinfus di rumah. Kebetulan anak dari tetangga Aslan adalah perawat. Betapa hancurnya hati Aslan saat melihat David sakit. "Kakak!" David menatap Aslan dengan mata berair.Aslan menggendong adiknya. Ia juga mencium puncak kepalanya. David menangis sejadinya saat bertemu Aslan. Alice yang ikut masuk ke dalam rumah hanya diam menyaksikan interaksi Aslan dengan David. Tak lupa Alice mencari keberadaan Gavin yang merupakan sahabat Aslan. Jika Gavin tidak ada, maka akan repot bagi Alice dalam pengasuhan David. Namun keberadaan Gavin tidak ada di sana. "Kakak ternyata masih hidup. David kira Kak Aslan sudah meledak bersama rumah kita." Aslan tidak tahu jika adiknya menganggapnya sama pen
Perlahan Aslan bangkit dengan tetap menggendong David. Mulut David tak lagi dibekap oleh Aslan. Karena David tampak bisa berkoordinasi dengan Aslan. Namun tubuh David masih terasa gemetar. "Itu dia!" ucap seorang pria saat memergoki Aslan akan melarikan diri.Dug!Aslan melempar batu bata ke wajah musuh. Hanya satu orang yang kena lemparan Aslan. Sedangkan satu orang lainnya bisa menghindar. Kesempatan mengulur waktu sedikit digunakan oleh Aslan untuk melarikan diri. Ia tidak bisa mencari keberadaan yang lainnya, yang terpenting adalah dirinya dan David selamat. Dor! Dor!Suara tembakan membuat Aslan harus membungkukkan diri dalam berlari. David tampak histeris digendongan Aslan akibat mendengar tembakan bersahutan dengan teriakan kesakitan."Lari ke sini!" seru suara Alice pada Aslan. Aslan langsung pergi ke kanan. Namun sayang harus terjatuh bersama David saat merasakan sesuatu menancap di punggungnya. "Arrrgghhh!" keluh Aslan kesakitan hingga melepaskan tangannya dari tubuh Da
Aslan bersama dengan yang lain langsung keluar dari mobil. Ketika menjauh hingga sepuluh meter, mobil yang dinaiki tadi langsung mengeluarkan percikan api dari bagian bawah mobil. Tidak ingin terkena ledakan lagi, mereka menghindar lebih jauh. Benar saja mobil meledak setelah terbakar hebat. Namun ledakannya tidak separah dari rumah yang meledak. "Kak, aku takut." David sempat merengek dalam pelukan Aslan.Hanya usapan di punggung yang bisa diberikan Aslan pada David. Perkataan tidak bisa menenangkan David sekarang. Karena kenyataannya cukup kontras dengan perkataan hiburan akan membuat bualan semata. "Tasmu aman kan?" tanya Alice.Aslan memperlihatkan punggungnya yang masih menggendong tas ransel."Syukurlah.""Kau lebih baik duduk saja dulu. Biar kami mencari tumpangan." Aslan kasihan melihat Alice meringis menahan rasa sakit sesekali. Alice menurut dengan terpincang-pincang berusaha duduk di pinggir jalan. Anak buah Alice dan Gavin membantu Alice yang terlihat kesulitan duduk se
Dua minggu kemudian, menjadi hari penting. Di mana terakhir kali anak buah Alice menangkap adanya sinyal yang bukan berasal dari bahaya, melainkan sinyal tentang keberadaan Bella. Sebelum pergi menyelamatkan Bella, Aslan harus pergi mengantarkan David dan Gavin pada tempat aman untuk tinggal. Awalnya David merengek dengan segala drama anak kecil ketika diberitahu akan berpisah dengan Aslan. Namun Aslan meyakinkan David dengan sabar hingga David setuju berpisah."Sudah atau belum?" tanya Alice dengan nada tidak sabar. Bagaimana bisa sabar, jika Aslan membujuk David lebih dari satu jam.Aslan mengangguk. Ia kemudian menggendong David sebagai syarat yang diajukah oleh David."Ck! Manja sekali!" celetuk Alice.Aslan yang melewati Alice dengan menggendong David hanya menatap tajam pada Alice. Ia tidak bisa membiarkan Alice membuat dirinya yang membujuk adiknya menjadi rusak.Alice mengunci mulutnya rapat. Ia tahu jika sorot mata Aslan tampak tak terima.Semua orang yang pergi sama dengan
Gavin menjalankan perintah Alice. Ia melajukan mobil dalam keadaan ban kempes bagian belakang. Ketegangan terjadi di dalam mobil. Alice menatap sekitar. Aslan tampak memperhitungkan sesuatu. "Kau harus mengemudi mendekat pada anak buah Alice, lalu buka kunci pintunya agar anak buah Alice bisa melompat.""Kau gila? Kita bisa tertangkap." ucap Alice pada Aslan."Kau yang lebih gila tega meninggalkan anak buahmu."Pergerakan Gavin membuat polisi gadungan tersebut tampak menatap mobil yang dikemudikan Gavin. "Bagaimana ini? Mobil di depan menghalangi jalanku. Aku tidak bisa mendekatkan mobil pada anak buah Alice.""Aku akan keluar! Kau teruskan saja, nanti aku akan melompat bersama dengan anak buah Alice."Alice melihat ke bagian kursi belakang. Rupanya anak buah Alice yang memesan mobil telah menyiapkan sebuah senjata seperti pisau lipat. Pisau lipat diberikan pada Aslan oleh Alice. Serangan dengan tangan kosong saja tidak akan cukup. "Kau ini mengemudi mobil atau menjelma jadi kura-
Rencana yang telah disebutkan Aslan pada Alice akan direncanakan seminggu kemudian. Rasanya cukup singkat karena persiapannya panjang hingga akan dilaksanakan hari ini. Sebelum melaksanakan rencana, Aslan mengantarkan Gavin dan David ke rumah milik Bella yang diberitahu Alice. Perjalanan ke rumah milik Bella harus dijalani dengan berbagai kendaraan yang ditumpangi. Alasan menumpang kendaraan adalah untuk menghemat biaya yang dikeluarkan. Uang yang dipegang oleh Aslan harus digunakan secara baik dan tepat sasaran. Aslan dan yang lainnya sampai menyamar sebagai pekerja dari truk cabai. Mereka sempat menurunkan cabai di pasar yang dituju. Namun hanya Alice yang bagian mendata cabe yang dikirim. Sepanjang jalan Alice sempat mengomel tentang perihnya mata Alice terkena embusan angin dari cab"Ini upah untuk kalian." Sopir cabe memberikan beberapa lembar uang dengan pecahan dua ribu rupiah cukup banyak.Alice ingin protes, langsung dicegah dengan cepat oleh Aslan. Hanya Aslan yang berani
"Tunggu!" Sebuah teriakan dari orang di belakang mobil Alice. Aslan menoleh ke belakang. Terlihat seorang pria berpakaian serba hitam ada di belakang mobil. "Sepertinya dia mengenalmu." "Jangan hiraukan! Cepat jalan saja!" Ketika anak buah Alice akan menancap gas, justru ada seorang pria yang menghadang. Tentu saja anak buah Alice langsung mengerem mendadak. Alice turun dari mobil ketika melihat pria yang menghadang. Aslan pun ikut di belakang Alice. "Kenapa kau menghentikanku?" Alice berbicara pada pria yang berpakaian serba hitam.Aslan memperhatikan pria di hadapannya. Ia tidak bisa menyimpulkan kalau orang di hadapannya itu adalah mafia yang dicari Alice. Karena dari wajah dan lagaknya biasa saja. "Kau kan belum menyerahkan apa yang aku minta." Mendengar ucapan pria di hadapannya, Aslan menjadi yakin kalau memang mafia yang dicari Alice untuk menyewa mobil memang yang sekarang sedang berbicara. Ia tidak ingin ikut campur. "Kau pikir aku bodoh?" Alice justru terlihat tidak