Share

6. Mangatur Strategi

Langkah kaki Aslan cukup pelan dalam menuruni anak tangga dari rumah pohon. Hal itu dilakukan agar mencegah musuh tidak mengetahui keberadaannya. Semua yang dilakukan Aslan sekarang harus serba hati-hati. Ancaman bertubi-tubi nyata di depan mata.

Aslan telah sampai di bawah rumah pohon. Ia menatap ke atas untuk memastikan Alice tidak menampakkan diri. Ketika melihat Alice yang masih memandangi Aslan, maka Aslan segera memberi kode untuk bersembunyi. Alice terlihat menurut pada Aslan.

Saatnya Aslan fokus pada sekitar. Tidak ada pergerakan di sana. Namun Aslan memeriksa sekali lagi. Tak akan dibiarkan oleh Aslan bahaya kembali menghampirinya.

"Maaf, Nona Alice di mana?" Anak buah Alice tiba-tiba muncul.

"Ssstt! Kau jangan keras-keras berbicara. Ada musuh mendekat." Aslan mengutarakan dengan berbicara lirih.

"Tidak ada musuh di sini. Aku sejak tadi berjaga tidak menemukan tanda-tanda aneh."

"Apa kau tidak lihat itu?" Aslan menunjuk ke arah asap yang membumbung.

Anak buah Alice melihat ke arah yang ditunjuk Aslan. "Oh ... itu. Bukan musuh. Tapi, aku yang sedang membakar ubi. Ini mau mengabari kalau ubinya matang."

Aslan bernapas lega. "Syukurlah. Aku kira musuh. Ayo cepat kita matikan! Agar tidak mengundang musuh." Tiba-tiba Aslan terpikirkan pencegahan itu.

Anak buah Alice setuju dengan Aslan. Ia mengajak Aslan ke tempat dirinya menyalakan api untuk membakar ubi.

Aslan menggali dan mengambil pasir untuk menutup api yang berkobar. Karena tidak mungkin pergi jauh untuk mencari air.

Api pembakaran mampu dihilangkan dalam sekejap. Walaupun aroma bekas pembakaran masih tersisa. Yang terpenting ada langkah pencegahan dalam mengundang musuh daripada tidak melakukan apapun.

"Ayo kita kembali ke rumah pohon!" Aslan mengajak anak buah Alice untuk bergabung di rumah pohon. Struktur rumah pohon terlihat lebih kuat dari terakhir kali Aslan tahu, sehingga mampu menopang tiga orang di sana.

Di rumah pohon Alice menyambut Aslan dengan tatapan tajam. Alice mengira yang datang adalah musuh, sehingga bersiap siaga untuk menyerang.

"Huuhhh ... aku kira musuh. Leganya melihat kau dan anak buahku yang naik kemari."

"Iya. Ternyata bukan musuh, melainkan anak buahmu membuat hidangan ini." Aslan memperlihatkan ubi bakar yang tampak menggiurkan aromanya.

Alice mengambil ubi bakar yang ada di tangan Aslan. Ia kemudian mengajak Aslan dan anak buahnya untuk duduk bersama menikmati ubi bakar.

Aslan bersama Alice dan anak buahnya makan bersama tanpa ada obrolan. Mereka sepertinya lapar setelah seharian mengalami kejadian yang menegangkan.

"Apa ada tempat aman lagi setelah keluar dari sini?" tanya Aslan dengan raut wajah penasaran.

Alice tak langsung menjawab pertanyaan Aslan. Ia justru menyeka sisa ubi yang ada di sudut bibir Aslan. Tindakan Alice membuat Aslan merasa tidak nyaman, karena malu makan dengan berantakan di depan wanita.

Senyum kecil dipancarkan Alice pada Aslan. "Kau ternyata kaku juga. Padahal hanya hal kecil. Ada satu tempat markas rahasiaku yang tersisa."

"Jauh dari sini?"

"Lumayan."

"Apa ada anak buahmu lagi yang tersisa?"

"Tinggal lima orang di markas rahasia. Aku tidak bisa memanggil mereka lagi. Karena bisa lenyap semua nanti."

Aslan tampak berpikir. Ia harus mencari cara yang tepat untuk melarikan diri dari markas rahasia milik ayahnya sekarang setelah membuka bungker.

Ubi yang dimakan oleh Aslan dan Alice telah habis. Alice memutuskan ingin pergi melihat keadaan bungker. Namun dicegah oleh Aslan. Suhu panasnya belum turun jika hanya ditinggalkan selama satu jam. Aslan meminta Alice untuk tidur di dalam naungan rumah pohon.

Alice masuk ke dalam naungan rumah pohon. Tak disangka tubuhnya merasa lelah. Ia memberikan tikar pada Aslan dan anak buahnya.

"Lebih baik kita tidur sebentar saja." Aslan mengajak anak buah Alice.

"Tidak. Aku harus tetap berjaga. Ini sudah menjadi tugasku menjaga nona Alice."

Aslan memilih berbaring dengan mata tetap terjaga. Tak bisa dipungkiri rasa pusing dikepalanya kembali terasa. Ia meminta izin pada anak buah Alice untuk tidur sebentar. Anak buah Alice tidak keberatan.

Keheningan tercipta di rumah pohon. Hanya ada suara serangga-serangga malam. Sementara anak buah Alice berusaha keras menahan kantuk yang sempat membuat terlelap sejenak.

Kraak! Kraaak!

Suara ranting terinjak membuat anak buah Alice terjaga total. Ia memilih posisi tengkurap untuk mengintai sesuatu yang bergerak.

Aslan ikut terbangung. Namun saat akan duduk, anak buah Alice mencegahnya. Tidak bisa dibiarkan terlihat tubuh Aslan dari bawah. Walaupun tinggi rumah pohon bisa tertutup oleh dedaunan.

"Mereka kemari. Ada dua orang." Anak buah Alice menjelaskan dengan nada lirih.

"Kita tidak bisa terus terjebak di sini. Aku punya ide."

"Apa idenya?"

"Kita pancing mereka dengan menggunakan barang. Jadi, mereka refleks untuk memeriksa ke arah tersebut. Setelah itu, barulah kita kabur."

"Mereka tidak semudah itu tertipu."

"Kalau tidak dicoba, tidak akan tahu hasilnya." Aslan kemudian bergerak dengan tengkurap mencapai tempat Alice beristirahat.

Pintu kecil bagaikan sarang burung dibuka oleh Aslan. Pemandangan Alice sedang terlelap didapatkan oleh Aslan.

"Alice! Alice!" Aslan membangunkan dengan mengguncang pelan tubuh Alice.

Alice menggeliat, lalu membuka mata. "Kenapa?"

"Kita harus segera pergi. Ada yang mencari kita."

Alice mendudukkan dirinya. Ia kemudian merapikan rambutnya yang berantakan. Sedangkan Aslan bersiap dengan merangkak kembali. Malam ini terpaksa Aslan harus mengingat sudut tempat yang ada di markas rahasia ayahnya, agar terwujud tempat aman.

"Aku sudah memberikan pengalihan dengan melemparkan sebuah barang." Anak buah Alice memberi laporan.

"Mereka yang tidak dikenal itu, mengikuti asal suara barang tidak?"

"Tidak ada waktu. Ayo pergi!"

Alice mendorong tubuh Aslan agar bergerak di depan. Aslan menjadi orang pertama yang turun dari rumah pohon. Yang terakhir adalah anak buah Alice.

Belum sempat mengatur napas, Aslan membawa Alice ke tempat bungker berada. Mereka berdua berjalan berdampingan dengan di belakang mereka ada anak buah yang selalu waspada.

"Percepat! Langkah kaki orang terdengar mendekat!" Aslan mengingatkan.

Jalur belakang menuju markas rahasia ayah Aslan dipilih sebagai akses terdekat menuju bungker. Alice dan anak buahnya hanya mengikuti Aslan.

Tidak ada hambatan berarti saat mencapai tepat di depan bungker. Aslan mengecek suhu dari pintu bungker. Rupanya selama hampir tiga jam didiamkan, bungker tidak terlalu panas. Namun jika masuk ke dalamnya, tidak dijamin aman. Itulah kesimpulan Aslan.

"Nah! Mau kemana kalian?" ucap salah satu pria yang tiba-tiba muncul dari balik semak-semak.

Pria yang lain tampak membawa senjata dan tersenyum menyeringai pada Aslan. Wajah terkejut Aslan segera ditepis saat berhadapan dengan mereka.

Anak buah Alice langsung menyerang salah satu orang dari ketiga orang yang menghadang. Aslan berpikir sebelum melakukan serangan, agar tidak salah sasaran.

Perkelahian antara Aslan dengan musuh tak terhindarkan. Aslan juga bekerja sama dengan Alice untuk memberikan tendangan pada musuh yang mendekat.

Duak!

Aslan menendang bagian perut dari orang yang menyerangnya hingga terlontar, lalu menabrak puing-puing yang tersisa. Serangan tambahan dilayangkan dari musuh pada Aslan.

Dor! Dor! Dor! Dor!

Alice menembak dengan membabi buta musuh yang akan menyerang. Tiga orang penyerang tersebut tewas seketika.

"Kau gila? Kalau kita dipenjara bagaimana tentang pembunuhan ini?" ucap Aslan sembari memegangi satu orang yang sekarat akibat ditembak Alice.

"Jangan lemah! Mereka pantas mendapatkannya. Kau harus terbiasa dengan hal seperti ini." Alice membantu Aslan berdiri dari posisinya yang sedang memegang kepala orang sekarat.

"Biarkan saja! Ayo cepat buka bungkernya!"

Aslan dibantu dengan anak buah Alice membuka pintu dari bungker rahasia. Dalam hitungan lima belas menit, Aslan dan anak buah Alice berhasil membuka bungker.

Perlahan Aslan dan yang lainnya turun ke tempat inti dari bunker. Aslan harus bergegas masuk ke dalam bungker agar tidak terlalu lama melihat isinya.

Alice dan anak buahnya mengikuti di belakang Aslan. Baru saja berjalan tidak sampai lima menit, ditemukan bungker lain yang berhasil terbuka.

"I ... ini kan?" Alice terkejut dengan apa yang ada di dalam bungker. Bisa menjadikan banyak strategi jika ada hal berharga di dalam bungker sekarang.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Thru14
semangat si cantik alice
goodnovel comment avatar
Thru14
tetap saja diburu musuh ya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status