Aslan meneruskan langkahnya untuk pergi ke tempat yang mungkin saja masih terselamatkan. Ayah Aslan memiliki sebuah bungker yang tidak bisa dihancurkan. Hal itu dapat diingat Aslan saat sang ayah bercerita waktu kecil.
"Bantu aku menyingkirkan reruntuhan ini." Aslan berbicara pada Alice ketika menemukan titik tempat bungker berada.Alice memberikan kode pada anak buahnya untuk membantu. Anak buah Alice akan menuruti seluruh perintah yang dikatakan Alice.Aslan dibantu Alice dan anak buahnya mengangkat reruntuhan yang menutupi bungker. Satu per satu disingkirkan. Ketika akan membuka bagian pintu, Aslan merasa panas. Pintu besi tersebut pasti masih menyimpan panas akibat ledakan yang terjadi."Di dalamnya ada apa?""Biasanya digunakan tempat persembunyian. Aku tadi melihat ada gambar bungker pada surat wasiat yang ditinggalkan ayahku.""Ada gambarnya? Kapan?""Ada, kecil sekali gambarnya di akhir kalimat sebelah namaku. Kau mungkin akan menganggap itu sebagai noda tinta.""Ternyata begitu. Kau teliti juga.""Sebaiknya kita tunggu hingga tidak panas lagi pintunya."Alice setuju dengan perkataan Aslan."Kita menunggu di rumah pohon saja kalau masih ada.""Kita cek saja."Aslan mengajak Alice pergi ke rumah pohon. Anak buah Alice tampak waspada dengan keadaan sekitar sebelum mempersilakan Alice mengikuti Aslan. Ketika anak buah Aslan merasa aman, maka Alice mengikuti Aslan di belakangnya.Demi mencapai rumah pohon yang dimaksud, Aslan bersama dengan yang lain harus melewati perkebunan kecil milik ayah Aslan. Melihat perkebunan yang sempat ditanami membuat Aslan takjub. Rupanya sang ayah masih peduli menanam sesuatu. Seharusnya Aslan bisa hidup dengan tenang menikmati kekayaan dari sang ayah. Namun kekayaan ayah Aslan telah diambil alih oleh mafia kejam."Ternyata masih ada," ucap Aslan saat melihat ke atas pohon. Tak disangka ayah Aslan merawat rumah pohon tersebut. Hal itu dapat dilihat dari kayu yang kokoh dan berbeda dari yang dulu.Aslan naik ke rumah pohon. Alice tidak mengikuti Aslan, karena ingin memastikan kekuatan dari rumah pohon tersebut. Ketika Aslan sampai di bagian atas dan terlihat baik-baik saja, Alice ikut naik.Rumah pohon yang mirip seperti rumah burung kotak terdapat dua pintu kecil. Aslan membuka pintu yang tidak terkunci tersebut. Di dalamnya terdapat sebuah kasur lipat dan bantal. Ada juga karpet dan selimut tertata rapi.Sebuah lampu tradisional yang masih menggunakan minyak tersimpan di sana. Ada sebuah korek yang bisa menyalakan lampu minyak tersebut. Aslan menyalakan lampu, karena hari yang mulai gelap butuh penerangan."Unik sekali rumah pohonnya." Alice memuji ketika baru sampai di bagian depan rumah pohon.Aslan keluar dari perlindungan. Ia melihat Alice tampak duduk menghadap ke arah matahari yang tinggal sepertiga lagi terbenam. Terlihat menarik menyaksikan matahari yang akan tenggelam, Aslan duduk di sebelah Alice.Hanya butuh waktu lima menit, matahari tak terlihat lagi. Hari berganti gelap. Aslan sesekali menatap Alice. Tidak ada rasa takut terpancar dari wajah Alice saat hari gelap berada di tempat sepi."Kau tidak takut apapun?" tanya Aslan dengan wajah penasaran."Memangnya aku tampak terlihat tidak takut apapun?""Ya ... begitulah. Karena kebanyakan wanita yang aku kenal selalu drama saat berada di tempat sepi seperti ini.""Padahal tempat seperti ini enak untuk menghabiskan waktu bersama pasangan dan ada sedikit pergulatan panas di ranjang.""Kau ternyata suka hal seperti itu.""Ya ... lama hidup di luar negeri yang bebas, membuatku terbiasa menyaksikan. Aku sendiri tidak pernah melakukannya. Walaupun terkadang aku iri pada teman-temanku.""Cukup kuat juga pendirianmu.""Ya ... itu juga karena kak Elena. Jika tidak ada larangan dari kak Elena pasti aku dan saudariku yang lain juga akan hidup bebas." Alice kemudian terlihat sendu saat selesai bercerita.Aslan bisa menangkap sebuah kerinduan yang tersirat dari wajah Alice. "Memangnya kau terpisah bagaimana dengan saudari-saudarimu?""Sebenarnya kami bukan saudara kandung. Kami hanya hidup dalam lingkungan mafia dan menganggap keluarga. Orang mengenal kami dengan sebutan ABCDE bacanya eibisidii girl."Aslan tersenyum kecil dengan sebutan yang diucapkan Alice. "Kenapa disebut seperti itu?""Karena nama kami. Ada Alice, Bella, Clarissa, Desha, Elena. Yang tertua adalah Elena."Aslan hanya mangangguk-anggukan kepala saja mendengar cerita Alice."Orang tua kami sama seperti orang tuamu. Mafia kelas teri yang terbunuh oleh mafia kejam yang bernama Charles. Dia adalah mafia kelas kakap. Nasibku dengan keempat wanita lainnya bisa bersama Charles karena tertangkap saat melarikan diri dalam penyerahan yang seharusnya dilakukan keluarga kami. Umur kami saat itu masih belasan tahun. Hanya aku yang paling muda di antara yang lainnya."Aslan masih diam tidak menyela pembicaraa. Ia ingin tahu cerita lengkap dari Alice."Kami akhirnya tinggal bersama pada salah satu markas mafia kejam. Di sanalah kami bertemu dengan ayahmu. Dari sekian banyak mafia yang kami temui cuma ayahmu yang memperlakukan kami dengan baik. Sampai akhirnya kami memutuskan untuk berkomplot dengan ayahmu. Ayahmu juga sempat merancang rencana mengeluarkan kami. Tapi, sayangnya belum sempat terencana ... kami telah dipisahkan dengan dikirim pada tempat bisnis gelap milik mafia kejam.""Di tempatkan di mana saja?""Aku ditempatkan pada tempat penjualan minuman keras. Bella ditempatkan pada penjualan narkoba, Desha ditempatkan pada penjualan organ ilegal, Clarissa ditempatlan pada perjudian, dan Elena ditempatkan pada perkumpulan wanita penghibur atau lebih tepatnya budak pemuas.""Lalu, kenapa kau bisa ada di sini?""Saat perjalanan menuju tempat minuman keras, aku kabur dengan kemampuan menipulasiku. Tentunya tidak mudah, karena aku hampir mati.""Hebat juga kau bisa selamat." Aslan memuji Alice untuk hiburan agar Alice merasa bangga pada diri sendiri."Ya ... itulah latar belakang singkatku.""Jadi, kita harus menyelamatkan satu per satu dari keempat wanita cantik lainnya.""Iya. Tempatnya berbeda-beda. Bahkan tempat utama ada di luar negeri. Terkadang juga berpindah-pindah.""Kau tau semua tempat mereka?""Tidak. Karena aku hanya dibawa pada satu tempat.""Cukup sulit ternyata." Aslam tampak berpikir. Rencana yang tepat untuk menyelamatkan masih abu-abu."Memang. Tapi, perlu kita jalani.""Apa tidak ada bantuan lain yang bisa diakses?""Ada. Aku akan menghubungi ahli IT yang bisa menghubungkan dengan Elena, kakak tertuaku.""Hubungi saja.""Biayanya yang kurang. Makanya, aku berharap semoga saja di dalam bunker yang kau ceritakan itu masih ada uang peninggalan ayahmu.""Semoga saja." Aslan tidak bisa memberi harapan yang tidak pasti pada Alice. Karena dirinya sendiri juga tidak mengerti maksud sang ayah memberikan gambar bunker yang sangat kecil di akhir surat wasiatnya.Aslan dan Alice kemudian sama-sama menatap ke arah langit. Pikiran mereka dipenuhi dengan strategi masing-masing.Sebuah asap tiba-tiba mengepul di bawah rumah pohon. Aslan dan Alice langsung waspada dengan berdiri dari posisi mereka. Jika terjadi kebakaran lagi, maka mereka harus segera pergi."Biar aku yang memeriksa!" Aslan mencegah Alice yang akan turun dari rumah pohon.Langkah kaki Aslan cukup pelan dalam menuruni anak tangga dari rumah pohon. Hal itu dilakukan agar mencegah musuh tidak mengetahui keberadaannya. Semua yang dilakukan Aslan sekarang harus serba hati-hati. Ancaman bertubi-tubi nyata di depan mata. Aslan telah sampai di bawah rumah pohon. Ia menatap ke atas untuk memastikan Alice tidak menampakkan diri. Ketika melihat Alice yang masih memandangi Aslan, maka Aslan segera memberi kode untuk bersembunyi. Alice terlihat menurut pada Aslan.Saatnya Aslan fokus pada sekitar. Tidak ada pergerakan di sana. Namun Aslan memeriksa sekali lagi. Tak akan dibiarkan oleh Aslan bahaya kembali menghampirinya. "Maaf, Nona Alice di mana?" Anak buah Alice tiba-tiba muncul. "Ssstt! Kau jangan keras-keras berbicara. Ada musuh mendekat." Aslan mengutarakan dengan berbicara lirih. "Tidak ada musuh di sini. Aku sejak tadi berjaga tidak menemukan tanda-tanda aneh.""Apa kau tidak lihat itu?" Aslan menunjuk ke arah asap yang membumbung.Anak buah Alice meliha
Ekspresi Alice yang terkejut sekaligus bahagia tak bisa diartikan sama oleh Aslan. Justru Aslan merasa bingung dengan kotak besar yang ada di depannya. "Coba pakai sidik jarimu untuk membukanya.""Memangnya bisa? Aku kan tidak pernah mendaftarkannya?""Bisa. Di sini cukup memindai dari hasil salinan lain yang dimiliki oleh ayahmu. Kau akan tahu isinya."Cukup canggih juga pikir Aslan apa yang dimiliki oleh ayahnya. Padahal selama ini Aslan hanya tahu jika kunci memakai sidik jari harus menginput dari orangnya langsung saat memindai.Klek!Kotak terbuka saat Aslan selesai menempelkan jempolnya. Isi kotak tersebut berupa beberapa berkas, sebuah kartu ATM, buku rekening, dan kotak-kotak kecil lainnya.Alice senang bukan kepalang saat meraih satu per satu barang yang ada di sana. Ia tahu jika semuanya bernilai. "Kau seolah-olah tidak pernah melihat uang yang banyak." Aslan angkat bicara."Ini sangat bernilai. Kenapa kau biasa saja? Kulihat latar belakang pekerjaanmu biasa saja. Tidak bi
Aslan berlari masuk ke dalam rumah. Ia tidak peduli dengan reaksi dari keluarga dari tetangganya yang menampung sang adik. Alice segera menyelamatkan tas ransel Aslan yang ditinggal begitu saja di depan pintu. Karena di dalam tas ransel tersebut ada barang berharga. Adik Aslan yang bernama David tampak diinfus di rumah. Kebetulan anak dari tetangga Aslan adalah perawat. Betapa hancurnya hati Aslan saat melihat David sakit. "Kakak!" David menatap Aslan dengan mata berair.Aslan menggendong adiknya. Ia juga mencium puncak kepalanya. David menangis sejadinya saat bertemu Aslan. Alice yang ikut masuk ke dalam rumah hanya diam menyaksikan interaksi Aslan dengan David. Tak lupa Alice mencari keberadaan Gavin yang merupakan sahabat Aslan. Jika Gavin tidak ada, maka akan repot bagi Alice dalam pengasuhan David. Namun keberadaan Gavin tidak ada di sana. "Kakak ternyata masih hidup. David kira Kak Aslan sudah meledak bersama rumah kita." Aslan tidak tahu jika adiknya menganggapnya sama pen
Perlahan Aslan bangkit dengan tetap menggendong David. Mulut David tak lagi dibekap oleh Aslan. Karena David tampak bisa berkoordinasi dengan Aslan. Namun tubuh David masih terasa gemetar. "Itu dia!" ucap seorang pria saat memergoki Aslan akan melarikan diri.Dug!Aslan melempar batu bata ke wajah musuh. Hanya satu orang yang kena lemparan Aslan. Sedangkan satu orang lainnya bisa menghindar. Kesempatan mengulur waktu sedikit digunakan oleh Aslan untuk melarikan diri. Ia tidak bisa mencari keberadaan yang lainnya, yang terpenting adalah dirinya dan David selamat. Dor! Dor!Suara tembakan membuat Aslan harus membungkukkan diri dalam berlari. David tampak histeris digendongan Aslan akibat mendengar tembakan bersahutan dengan teriakan kesakitan."Lari ke sini!" seru suara Alice pada Aslan. Aslan langsung pergi ke kanan. Namun sayang harus terjatuh bersama David saat merasakan sesuatu menancap di punggungnya. "Arrrgghhh!" keluh Aslan kesakitan hingga melepaskan tangannya dari tubuh Da
Aslan bersama dengan yang lain langsung keluar dari mobil. Ketika menjauh hingga sepuluh meter, mobil yang dinaiki tadi langsung mengeluarkan percikan api dari bagian bawah mobil. Tidak ingin terkena ledakan lagi, mereka menghindar lebih jauh. Benar saja mobil meledak setelah terbakar hebat. Namun ledakannya tidak separah dari rumah yang meledak. "Kak, aku takut." David sempat merengek dalam pelukan Aslan.Hanya usapan di punggung yang bisa diberikan Aslan pada David. Perkataan tidak bisa menenangkan David sekarang. Karena kenyataannya cukup kontras dengan perkataan hiburan akan membuat bualan semata. "Tasmu aman kan?" tanya Alice.Aslan memperlihatkan punggungnya yang masih menggendong tas ransel."Syukurlah.""Kau lebih baik duduk saja dulu. Biar kami mencari tumpangan." Aslan kasihan melihat Alice meringis menahan rasa sakit sesekali. Alice menurut dengan terpincang-pincang berusaha duduk di pinggir jalan. Anak buah Alice dan Gavin membantu Alice yang terlihat kesulitan duduk se
Dua minggu kemudian, menjadi hari penting. Di mana terakhir kali anak buah Alice menangkap adanya sinyal yang bukan berasal dari bahaya, melainkan sinyal tentang keberadaan Bella. Sebelum pergi menyelamatkan Bella, Aslan harus pergi mengantarkan David dan Gavin pada tempat aman untuk tinggal. Awalnya David merengek dengan segala drama anak kecil ketika diberitahu akan berpisah dengan Aslan. Namun Aslan meyakinkan David dengan sabar hingga David setuju berpisah."Sudah atau belum?" tanya Alice dengan nada tidak sabar. Bagaimana bisa sabar, jika Aslan membujuk David lebih dari satu jam.Aslan mengangguk. Ia kemudian menggendong David sebagai syarat yang diajukah oleh David."Ck! Manja sekali!" celetuk Alice.Aslan yang melewati Alice dengan menggendong David hanya menatap tajam pada Alice. Ia tidak bisa membiarkan Alice membuat dirinya yang membujuk adiknya menjadi rusak.Alice mengunci mulutnya rapat. Ia tahu jika sorot mata Aslan tampak tak terima.Semua orang yang pergi sama dengan
Gavin menjalankan perintah Alice. Ia melajukan mobil dalam keadaan ban kempes bagian belakang. Ketegangan terjadi di dalam mobil. Alice menatap sekitar. Aslan tampak memperhitungkan sesuatu. "Kau harus mengemudi mendekat pada anak buah Alice, lalu buka kunci pintunya agar anak buah Alice bisa melompat.""Kau gila? Kita bisa tertangkap." ucap Alice pada Aslan."Kau yang lebih gila tega meninggalkan anak buahmu."Pergerakan Gavin membuat polisi gadungan tersebut tampak menatap mobil yang dikemudikan Gavin. "Bagaimana ini? Mobil di depan menghalangi jalanku. Aku tidak bisa mendekatkan mobil pada anak buah Alice.""Aku akan keluar! Kau teruskan saja, nanti aku akan melompat bersama dengan anak buah Alice."Alice melihat ke bagian kursi belakang. Rupanya anak buah Alice yang memesan mobil telah menyiapkan sebuah senjata seperti pisau lipat. Pisau lipat diberikan pada Aslan oleh Alice. Serangan dengan tangan kosong saja tidak akan cukup. "Kau ini mengemudi mobil atau menjelma jadi kura-
Rencana yang telah disebutkan Aslan pada Alice akan direncanakan seminggu kemudian. Rasanya cukup singkat karena persiapannya panjang hingga akan dilaksanakan hari ini. Sebelum melaksanakan rencana, Aslan mengantarkan Gavin dan David ke rumah milik Bella yang diberitahu Alice. Perjalanan ke rumah milik Bella harus dijalani dengan berbagai kendaraan yang ditumpangi. Alasan menumpang kendaraan adalah untuk menghemat biaya yang dikeluarkan. Uang yang dipegang oleh Aslan harus digunakan secara baik dan tepat sasaran. Aslan dan yang lainnya sampai menyamar sebagai pekerja dari truk cabai. Mereka sempat menurunkan cabai di pasar yang dituju. Namun hanya Alice yang bagian mendata cabe yang dikirim. Sepanjang jalan Alice sempat mengomel tentang perihnya mata Alice terkena embusan angin dari cab"Ini upah untuk kalian." Sopir cabe memberikan beberapa lembar uang dengan pecahan dua ribu rupiah cukup banyak.Alice ingin protes, langsung dicegah dengan cepat oleh Aslan. Hanya Aslan yang berani