Share

5. Menguak Sebuah Kode

Aslan meneruskan langkahnya untuk pergi ke tempat yang mungkin saja masih terselamatkan. Ayah Aslan memiliki sebuah bungker yang tidak bisa dihancurkan. Hal itu dapat diingat Aslan saat sang ayah bercerita waktu kecil.

"Bantu aku menyingkirkan reruntuhan ini." Aslan berbicara pada Alice ketika menemukan titik tempat bungker berada.

Alice memberikan kode pada anak buahnya untuk membantu. Anak buah Alice akan menuruti seluruh perintah yang dikatakan Alice.

Aslan dibantu Alice dan anak buahnya mengangkat reruntuhan yang menutupi bungker. Satu per satu disingkirkan. Ketika akan membuka bagian pintu, Aslan merasa panas. Pintu besi tersebut pasti masih menyimpan panas akibat ledakan yang terjadi.

"Di dalamnya ada apa?"

"Biasanya digunakan tempat persembunyian. Aku tadi melihat ada gambar bungker pada surat wasiat yang ditinggalkan ayahku."

"Ada gambarnya? Kapan?"

"Ada, kecil sekali gambarnya di akhir kalimat sebelah namaku. Kau mungkin akan menganggap itu sebagai noda tinta."

"Ternyata begitu. Kau teliti juga."

"Sebaiknya kita tunggu hingga tidak panas lagi pintunya."

Alice setuju dengan perkataan Aslan.

"Kita menunggu di rumah pohon saja kalau masih ada."

"Kita cek saja."

Aslan mengajak Alice pergi ke rumah pohon. Anak buah Alice tampak waspada dengan keadaan sekitar sebelum mempersilakan Alice mengikuti Aslan. Ketika anak buah Aslan merasa aman, maka Alice mengikuti Aslan di belakangnya.

Demi mencapai rumah pohon yang dimaksud, Aslan bersama dengan yang lain harus melewati perkebunan kecil milik ayah Aslan. Melihat perkebunan yang sempat ditanami membuat Aslan takjub. Rupanya sang ayah masih peduli menanam sesuatu. Seharusnya Aslan bisa hidup dengan tenang menikmati kekayaan dari sang ayah. Namun kekayaan ayah Aslan telah diambil alih oleh mafia kejam.

"Ternyata masih ada," ucap Aslan saat melihat ke atas pohon. Tak disangka ayah Aslan merawat rumah pohon tersebut. Hal itu dapat dilihat dari kayu yang kokoh dan berbeda dari yang dulu.

Aslan naik ke rumah pohon. Alice tidak mengikuti Aslan, karena ingin memastikan kekuatan dari rumah pohon tersebut. Ketika Aslan sampai di bagian atas dan terlihat baik-baik saja, Alice ikut naik.

Rumah pohon yang mirip seperti rumah burung kotak terdapat dua pintu kecil. Aslan membuka pintu yang tidak terkunci tersebut. Di dalamnya terdapat sebuah kasur lipat dan bantal. Ada juga karpet dan selimut tertata rapi.

Sebuah lampu tradisional yang masih menggunakan minyak tersimpan di sana. Ada sebuah korek yang bisa menyalakan lampu minyak tersebut. Aslan menyalakan lampu, karena hari yang mulai gelap butuh penerangan.

"Unik sekali rumah pohonnya." Alice memuji ketika baru sampai di bagian depan rumah pohon.

Aslan keluar dari perlindungan. Ia melihat Alice tampak duduk menghadap ke arah matahari yang tinggal sepertiga lagi terbenam. Terlihat menarik menyaksikan matahari yang akan tenggelam, Aslan duduk di sebelah Alice.

Hanya butuh waktu lima menit, matahari tak terlihat lagi. Hari berganti gelap. Aslan sesekali menatap Alice. Tidak ada rasa takut terpancar dari wajah Alice saat hari gelap berada di tempat sepi.

"Kau tidak takut apapun?" tanya Aslan dengan wajah penasaran.

"Memangnya aku tampak terlihat tidak takut apapun?"

"Ya ... begitulah. Karena kebanyakan wanita yang aku kenal selalu drama saat berada di tempat sepi seperti ini."

"Padahal tempat seperti ini enak untuk menghabiskan waktu bersama pasangan dan ada sedikit pergulatan panas di ranjang."

"Kau ternyata suka hal seperti itu."

"Ya ... lama hidup di luar negeri yang bebas, membuatku terbiasa menyaksikan. Aku sendiri tidak pernah melakukannya. Walaupun terkadang aku iri pada teman-temanku."

"Cukup kuat juga pendirianmu."

"Ya ... itu juga karena kak Elena. Jika tidak ada larangan dari kak Elena pasti aku dan saudariku yang lain juga akan hidup bebas." Alice kemudian terlihat sendu saat selesai bercerita.

Aslan bisa menangkap sebuah kerinduan yang tersirat dari wajah Alice. "Memangnya kau terpisah bagaimana dengan saudari-saudarimu?"

"Sebenarnya kami bukan saudara kandung. Kami hanya hidup dalam lingkungan mafia dan menganggap keluarga. Orang mengenal kami dengan sebutan ABCDE bacanya eibisidii girl."

Aslan tersenyum kecil dengan sebutan yang diucapkan Alice. "Kenapa disebut seperti itu?"

"Karena nama kami. Ada Alice, Bella, Clarissa, Desha, Elena. Yang tertua adalah Elena."

Aslan hanya mangangguk-anggukan kepala saja mendengar cerita Alice.

"Orang tua kami sama seperti orang tuamu. Mafia kelas teri yang terbunuh oleh mafia kejam yang bernama Charles. Dia adalah mafia kelas kakap. Nasibku dengan keempat wanita lainnya bisa bersama Charles karena tertangkap saat melarikan diri dalam penyerahan yang seharusnya dilakukan keluarga kami. Umur kami saat itu masih belasan tahun. Hanya aku yang paling muda di antara yang lainnya."

Aslan masih diam tidak menyela pembicaraa. Ia ingin tahu cerita lengkap dari Alice.

"Kami akhirnya tinggal bersama pada salah satu markas mafia kejam. Di sanalah kami bertemu dengan ayahmu. Dari sekian banyak mafia yang kami temui cuma ayahmu yang memperlakukan kami dengan baik. Sampai akhirnya kami memutuskan untuk berkomplot dengan ayahmu. Ayahmu juga sempat merancang rencana mengeluarkan kami. Tapi, sayangnya belum sempat terencana ... kami telah dipisahkan dengan dikirim pada tempat bisnis gelap milik mafia kejam."

"Di tempatkan di mana saja?"

"Aku ditempatkan pada tempat penjualan minuman keras. Bella ditempatkan pada penjualan narkoba, Desha ditempatkan pada penjualan organ ilegal, Clarissa ditempatlan pada perjudian, dan Elena ditempatkan pada perkumpulan wanita penghibur atau lebih tepatnya budak pemuas."

"Lalu, kenapa kau bisa ada di sini?"

"Saat perjalanan menuju tempat minuman keras, aku kabur dengan kemampuan menipulasiku. Tentunya tidak mudah, karena aku hampir mati."

"Hebat juga kau bisa selamat." Aslan memuji Alice untuk hiburan agar Alice merasa bangga pada diri sendiri.

"Ya ... itulah latar belakang singkatku."

"Jadi, kita harus menyelamatkan satu per satu dari keempat wanita cantik lainnya."

"Iya. Tempatnya berbeda-beda. Bahkan tempat utama ada di luar negeri. Terkadang juga berpindah-pindah."

"Kau tau semua tempat mereka?"

"Tidak. Karena aku hanya dibawa pada satu tempat."

"Cukup sulit ternyata." Aslam tampak berpikir. Rencana yang tepat untuk menyelamatkan masih abu-abu.

"Memang. Tapi, perlu kita jalani."

"Apa tidak ada bantuan lain yang bisa diakses?"

"Ada. Aku akan menghubungi ahli IT yang bisa menghubungkan dengan Elena, kakak tertuaku."

"Hubungi saja."

"Biayanya yang kurang. Makanya, aku berharap semoga saja di dalam bunker yang kau ceritakan itu masih ada uang peninggalan ayahmu."

"Semoga saja." Aslan tidak bisa memberi harapan yang tidak pasti pada Alice. Karena dirinya sendiri juga tidak mengerti maksud sang ayah memberikan gambar bunker yang sangat kecil di akhir surat wasiatnya.

Aslan dan Alice kemudian sama-sama menatap ke arah langit. Pikiran mereka dipenuhi dengan strategi masing-masing.

Sebuah asap tiba-tiba mengepul di bawah rumah pohon. Aslan dan Alice langsung waspada dengan berdiri dari posisi mereka. Jika terjadi kebakaran lagi, maka mereka harus segera pergi.

"Biar aku yang memeriksa!" Aslan mencegah Alice yang akan turun dari rumah pohon.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status