Muhan kembali bergelut dalam dunianya yang menyedihkan. Ketika pemuda-pemudi seusianya sibuk mengasah kemampuan bela diri dan sihir masing-masing agar dapat menjadi bagian dari Pasukan Pemburu Naga, Muhan hanya mampu memandang keseharian yang menyesakkan itu dengan segudang kehampaan.
Sudut matanya menangkap dua baris orang yang duduk bersila seraya mengeluarkan aura berwarna-warni dari tubuh mereka. Dipimpin oleh Guru Yeom, sesi tersebut dinamakan Peningkatan Him. Andai saja Muhan memiliki Him, dapat dipastikan dia akan melakukannya seorang diri.Sayangnya, Guru Yeom telah memberitahu bahwa tubuhnya tak memiliki Him Kera sekali pun—Him dari rakyat biasa yang masih bisa diasah dan ditingkatkan. Him Kera dapat menjangkau kelas Gyeomsabok hingga Jungrowi. Semisal Muhan memiliki sedikit Him saja, dia sudah sangat bersyukur. Asalkan tak hidup terus menerus dalam lubang yang sama seperti ini.Dukk!"Aw!" Muhan mengusap-usap kepalanya seraya mendongak, mencari asal atas sesuatu yang menghantam kepalanya dari belakang. Terdengar derap langkah bersamaan. Dalam hati, Muhan membatin; apakah dia akan mendapatkan pelajaran baru dari anak-anak lain seperti biasanya? Sebuah pelajaran yang sangat dibencinya."Hei! Ke mana saja kau kemarin? Mau kabur dari kami, iya?" salah satu pemuda mendorong ujung tongkatnya pada bahu Muhan, lantas tertawa pelan diikuti pemuda lainnya. "Kacung sepertimu, memangnya mau jalan-jalan ke mana, hah? Kau lupa? Seharusnya kau memijat kami semua kemarin.""Aku ke Istana.""Ha? Apa?" pemuda yang terlihat seperti pemimpin di antara kumpulan tersebut menggelengkan kepala, memberi tatapan meremehkan. "Untuk apa manusia bodoh dan rendah sepertimu datang ke Istana, hah? Meminta sumbangan? Oh! Itulah kenapa kau dikurung oleh Guru Yeom—karena sudah sembarangan meminta sumbangan atas nama Perguruan. Iya? Wah! Anak ini harus kita beri pelajaran teman-teman!"Seolah satu pikiran, kumpulan yang terdiri dari lima pemuda itu menendang kaki Muhan tanpa ampun. Terlalu keras, Muhan terjatuh walaupun ingin tetap berdiri untuk membuktikan bahwa dia tidak selemah yang mereka pikirkan. Tetapi, dari kekuatan fisik dalam maupun luar pun dia sudah kalah. Kelima pemuda yang sedari dulu menganggunya tiada henti itu mengetahui bahwa dirinya memang selemah dan tak seberdaya itu.Bergelung bagaikan janin dalam rahim ibu, Muhan memergoki keberadaan seseorang yang berdiri di balik salah satu pohon. Pemilik Him Singa yang paling hebat di Perguruan, serta merupakan anggota keluarga kerajaan yang sangat dikenal oleh banyak orang.Namanya Shim Gyeong, anak dari Selir Seo yang disegani oleh kebanyakan penduduk Tanah Wari. Dari tempatnya berdiri, Shim Gyeong mendengus bosan. Tak berniat menolong atau melerai. Dalam arti lain, tampaknya Shim Gyeong cukup menikmati perundungan yang Muhan alami.Tanpa sadar, Muhan mengepalkan tangan. Tatapan merendahkan yang dilayangkan Shim Gyeong membuatnya geram. Detak jantungnya berlari kian cepat, seakan-akan tengah memompa sesuatu dari dalam diri Muhan untuk segera dilepaskan.Detik berikutnya, Muhan berseru seperti orang kesetanan. Mendorong lima pemuda yang menendangnya dengan membabi buta. Lawannya terkejut akan keberanian Muhan. Namun menyadari bahwa Muhan merupakan manusia biasa yang tak pandai dalam hal apa pun, mereka melawannya balik. Sehingga dapat diperkirakan, Muhan kalah—lagi.Pertempuran kecil-kecilan yang berat sebelah itu diakhiri oleh kedatangan seseorang yang cukup mereka takuti. Muhan terbatuk. Sudut pipi kanannya berdarah, sampai-sampai dia menyesal sudah membuka mulut lebar-lebar. Begitu kelima perundung itu berlalu, sebuah tangan terulur padanya.Tak mau repot-repot mendongak, Muhan menepis tangan seseorang yang hendak menolongnya itu. Dengan susah payah, Muhan mencoba berdiri meski badannya terasa remuk. Seseorang yang mengulurkan tangan tadi pun bersedekap, memukul pelan bahu Muhan menggunakan ujung busur yang dibawa."Sama-sama."Muhan melirik sinis. "Aku tidak butuh bantuanmu, Roah.""Oh ya," gadis pembawa busur itu mengendikkan bahu. "Cara yang unik untuk berterima kasih.""Buat apa menghentikan mereka? Bukannya kalian semua menyukainya?" tuding Muhan."Jangan samakan aku dengan manusia-manusia tidak beradab itu dong!" Roah mengembuskan napas perlahan, menyejajari Muhan yang berjalan sempoyongan. "Mau kubantu?""Jangan dekat-dekat!"Muhan berhenti, memberi tanda mencegah pada anak dari pemilik Perguruan yang ajaibnya mau berbicara dengannya itu."Nanti kalau luka-lukanya membesar, bagaimana? Kau bisa mengobatinya?" tanya Roah, memastikan sekali lagi."Kau tau sendiri kalau aku sudah sering mengalami hal seperti ini kan? Sudahlah! Kembali latihan saja sana! Aku akan mengurus luka-lukaku sendiri. Jangan ikut campur!"Sebelum Muhan memasuki kamarnya, dia mendapati sosok Shim Gyeong yang bersandar pada salah satu pohon dengan senyum timpang yang menyebalkan. Muhan berdecak kesal, memilih untuk menyingkir dari pandangan Shim Gyeong. Belum lagi, bisa-bisa emosinya mendidih kalau tidak lekas dicegah.Di dalam kamar, Muhan melepas pakaian atasnya dan memindai beberapa bekas pukulan serta tendangan yang akan berubah ungu. "Pagi yang buruk!"Mengedar sepenjuru kamar yang tak luas itu, Muhan teringat bahwa dia memiliki sesuatu yang disembunyikan di antara lipatan alas tidurnya. Sebuah belati yang diberikan oleh mendiang Kim Joon sesaat sebelum mengembuskan napas terakhirnya.Penasaran, Muhan mendekati tumpukan alas tidurnya yang tidak terlalu tebal itu. Sarung belati tersebut bersalurkan warna emas yang berkilauan—barangkali saja memang emas sungguhan. Tidak terlalu berat, sehingga bisa dengan mudah dibawa ke mana pun. Bahkan oleh mendiang Kim Joon yang sekarat kala itu.Pada pegangannya tersemat sebuah simbol yang tidak Muhan ketahui. Seperti cakar elang, atau naga? Menggelengkan kepala, Muhan lebih tertarik untuk menilik bagaimana rupa belati yang sebenarnya. Ditariknya secara perlahan, namun sebuah dorongan dari belati tersebut menyentakkan Muhan hingga jatuh tersungkur."Akhh!"Mengerutkan kening, seberkas cahaya memenuhi kamarnya. Mencoba duduk, rupanya cahaya tersebut berasal dari belati tersebut. Terpana, pemuda itu tak mampu bersuara seolah-olah cahaya yang menyinarinya itu berhasil mencuri segala kosakata yang ada.Mendekat, kini belati tersebut berada dalam genggaman tangan kanannya. "Menakjubkan! Ba-bagaimana bisa? Ini hanya belati biasa kan?"Terpekur mengamati belati lamat-lamat, mendadak sesuatu dalam perutnya bergejolak. Cepat-cepat menyarungkan belati dan menyimpannya di tempat sebelumnya. Kemudian pemuda itu menyibak pintu kamarnya, keluar untuk menumpahkan sesuatu melewati mulut.Anehnya, yang keluar bukanlah roti hasil sarapan pagi tadi, atau darah akibat pukulan bertubi-tubi yang didapat beberapa saat lalu. Melainkan, sebuah cairan kehitaman yang tampak asing dan mengerikan di mata Muhan."A-apa ini? Kenapa muntahannya berwarna hitam? Ini darah atau bukan?"Entah mengapa, Muhan tak merasakan nyeri pada luka-lukanya. Bahkan tubuhnya terasa ringan, seperti kapas yang berterbangan tertiup angin. Muhan menggerakkan kedua lengannya secara bergantian. Tidak sakit sama sekali."Bagaimana bisa? Aku belum mengobatinya sama sekali. Tapi kenapa ....""Muhan!"Meski masih kebingungan, Muhan menoleh ke arah si pemanggil. Rupanya Roah datang bersama Guru Yeom. "Kau dipanggil ke Istana.""Ha? Aku? Ada apa lagi?"•••••Muhan yakin seratus persen, dia tidak berbuat salah apa pun sampai harus dipanggil ke Istana lagi. Apa dikarenakan oleh belati yang masih dibawanya itu? Astaga bisa saja! Tetapi mau kembali ke Perguruan untuk mengambil belati itu pun tidak mungkin. Dia sudah melewati gerbang utama, diikuti oleh Guru Yeom yang mendampingi, barangkali Muhan mau disembelih—kelakar Roah yang tidak masuk akal pun mulai menyambangi.Melewati gerbang utama, Guru Yeom dan Muhan menuju salah satu ruangan di paviliun tamu. Tiap langkah yang tertuai, Muhan takut apabila setelah ini akan diseret ke depan Rumah Penghakiman dan berakhir mendekam di balik penjara bawah tanah. Diam-diam merutuki diri sendiri pula, lantaran tak membawa belati yang dapat bersinar di kamarnya itu secara sadar."Selamat Pagi, Guru Yeom!"Muhan mengerjap-ngerjapkan mata, lantas menunduk hormat setelah menyadari kedatangan Raja dan para Panglima dari Pasukan Pemburu Naga yang lain. Sepertinya mereka baru saja datang, sebab kemarin para pen
"AKAN KUBUNUH KAU, BUDAK RENDAHAN!!!"Clang!Entah mendapat keberanian dari mana, Muhan menahan kepala anjing paling tengah menggunakan pedang bercahaya dalam genggamannya itu. Dengan napas tersengal-sengal, Muhan berusaha mendorong si kepala anjing yang berada dalam jangkuannya sejauh mungkin agar dapat dikalahkan oleh Guru Yeom.Selagi terpusat pada si tengah, dua kepala anjing lainnya disibukkan oleh sodoran pedang dan tali dari Panglima Naegeumwi yang sadar lebih dulu. Muhan terhenyak, terkejut sendiri atas sejumput kekuatan yang mendorongnya untuk tetap bertahan. Guru Yeom bergegas mencari belati hitam yang bersembunyi di balik jubah abu-abu kebanggaannya, lantas melemparkan belati tersebut hingga mengenai jantung si Cerberus yang terlihat oleh pandangan.Cerberus tersebut masih mengenakan pakaian yang dikenakan oleh Panglima Howechung tadi. Dengan tiga kepala masih berhadapkan kesibukan masing-masing, sosoknya menggelinjang seperti terkena kejut listrik bertegangan tinggi. Peda
"Cerberus itu berasal dari dataran Yunhan, tetapi bagaimana caranya roh siluman itu bisa menetap pada tubuh Panglima Howechung?" tanya Guru Yeom kepada dua panglima yang menaruh kebingungan sama besar. Sekembalinya Raja ke Geumjung—kediaman utama Raja, Guru Yeom beserta kedua pangilma tersebut tetap berada di paviliun tamu di tengah sisa kekacauan yang masih terpampang nyata. Mereka bertiga membentuk suatu lingkaran yang menutupi meja sepinggang dari pandangan Muhan. Muhan mengembuskan napas perlahan. Selepas keterkejutan yang menghampirinya berangsur merendah, pemuda itu berdiri di ambang pintu sembari memandang sepasang telapak tangannya. Siapa yang mengira bila dia memiliki kemampuan seorang Gyeonggukdae?Belum lagi, Raja langsung menyuruh Kasim Heo untuk mengikutsertakan namanya sebagai calon peserta Pasukan Pemburu Naga yang akan diseleksi sebentar lagi. Mengetahui dirinya diperbolehkan memegang salah satu pedang saja sudah sangat membahagiakan. Lalu menjadi calon peserta? Enta
Mengitari lembah dari barat ke timur maupun sebaliknya, ternyata tidak semudah itu. Terdapat alasan mengapa hutan yang dijejakinya itu rawan saat malam. Di dalamnya dihuni begitu banyak binatang buas yang bertugas menjaga hutan dari terkaman musuh. Kabarnya para penjaga hutan itu mampu mengenali para kesatria yang berperan besar bagi kerajaan.Mereka tidak akan menyerang Pasukan Pemburu Naga, lantaran mengenali aura hanya berdasarkan derap langkah yang terdengar. Muhan bukanlah salah satu anggota Pasukan Pemburu Naga. Kebetulan yang membuatnya dapat mengeluarkan kemampuan seorang Gyeonggukdae saja masih dipertanyakan. Itulah mengapa, para penjaga hutan masih menganggap Muhan sebagai gangguan atau mangsa empuk.Hari pertama tidak berjalan baik. Muhan kembali ke titik di mana Guru Yeom duduk bersila sesaat setelah terbenamnya matahari. Penjaga hutan yang ganas-ganas itu tidak akan melepaskan satu target yang sudah mereka putuskan. Maka saat matahari telah memperlihatkan diri sepenuhnya,
"SIALAN KAUUU!!!!"Brakk!!Seisi kantin yang tadinya mulai berdengung untuk mengata-ngatai kehadiran Muhan di aula makan, langsung terpaku setelah seruan penuh keterkejutan mengudara.Bukan—bukan disebabkan oleh Muhan yang terlempar ke salah satu meja dengan wajah sebagai tumpuan, tetapi sebaliknya. Muhan yang melempar Woon begitu mudah, seolah-olah perundungnya itu seringan kapas.Muhan berdiri dengan napas terengah-engah, memindai sekeliling yang menganga. Bahkan dia mendapati Shim Gyeong yang mengerutkan kening, tak menduga akan keberanian serta kekuatan yang Muhan miliki.Semua orang mengetahui betapa lemahnya Muhan. Disenggol sedikit saja oleh anak yang memiliki Him, pemuda itu bisa oleng sampai berciuman dengan tanah. Tetapi sekarang, Muhan mampu melempar Woon yang tentunya skenario semacam itu tidak pernah terlintas dalam benak siapa pun."Sial! Apa yang baru saja kaulakukan, hah?!" Salah satu anggota perundung melontarkan sepasang sumpit yang tiba-tiba saja berubah menjadi dua
"Salah satu permata naga yang disimpan oleh Raja dicuri oleh seseorang!""Apa? Yang benar saja? Bagaimana bisa? Bukannya tempat penyimpanan permata naga berada di Geumjung?""Sepagian ini, Raja mengamuk dan membunuh salah satu penjaga langsung di tempat." Seorang kurir berpakaian compang-camping menyerahkan gulungan sutra terakhir pada Guru Yeom. "Maka dari itu, Selir Seo sedang berusaha untuk menenangkan Raja sekarang ini. Beliau meminta maaf sebab tidak bisa mengobrol dengan Guru Yeom."Guru Yeom manggut-manggut. Hari ini, dikarenakan kondisi Muhan masih terlalu lemah, Guru Yeom tetap berada di Perguruan. Begitu juga dengan Muhan yang berolahraga kecil-kecilan di depan kamar kecilnya.Selepas menerima sutra kiriman Selir Seo sebagai bentuk terima kasih yang senantiasa diterima setiap bulannya, Guru Yeom mendatangi Muhan. Sama seperti semalam, wajah pemuda itu terlihat pucat dan menyedihkan."Apakah ini yang dilakukan oleh seorang Gyeonggukdae, Muhan? Bermalas-malasan? Tidakkah kau m
"Ya, kau akan mengikuti latihan perburuan pertama pada malam hari ini, Muhan."Bagai mendapatkan sekarung penuh koin, Muhan terlonjak dari duduknya. Pemuda itu mendekati Guru Yeom dengan mata berbinar cerah. "Benarkah, Guru? Apa itu artinya saya akan mulai menggunakan pedang? Selama ini saya belum memegang pedang yang Guru berikan.""Setelah menguasai bela diri dan Him yang ada dalam tubuhmu, kau akan andal menggunakan pedang dengan sendirinya, Muhan. Memang tidak secara instan, tetapi kau bisa mengendalikan kekuatan itu melalui pergerakan pedangmu." Jelas Guru Yeom. "Jadi, semisal nanti malam kau tetap bersikeras membawa pedang, bawa saja! Tapi aku tidak yakin kau bisa menggunakannya dengan baik nanti.""Ah, itu tenang saja, Guru!" Muhan melirik Yidan yang duduk bersila di bawah pohon sembari mengelap tongkat kebanggaannya. "Yidan sudah mengajari saya beberapa hal yang bisa saya lakukan dengan pedang, Guru. Yah, walaupun kami berlatih menggunakan ranting."Guru Yeom menggelengkan kep
Raja, Ratu, Selir Seo beserta petinggi Kerajaan lainnya telah menempatkan diri di singgahsana yang telah dipersiapkan. Mereka duduk tepat di atas lembah, yang mana dapat melihat beberapa tim berpapasan atau berkeliaran. Berkat selubung pelindung yang Guru Yeom dengungkan, mereka akan aman dari radar para penjaga hutan yang semestinya sudah bergerak ke sana-kemari.Sementara sekumpulan orang penuh kuasa menikmati kursi terdepan mereka di atas lembah, anak-anak didik yang akan melangsungkan latihan berburu itu tiba di titik masing-masing. Seperti halnya Tim 10, yang secara otomatis diketuai oleh Shim Gyeong. Muhan berjalan di urutan paling belakang. Saat tiba di posisi awal pun, rekan-rekannya langsung bercakap sendiri, mengabaikan eksistensi Muhan. Dalam hati, diam-diam Muhan mendambakan sosok Yidan atau Roah yang setidaknya bisa menjadi teman mengobrol."Sekarang, mari kita kumpulkan kayu bakar untuk membuat api unggun. Dan juga, setidaknya kita harus menangkap kelinci atau ikan untu