"AKAN KUBUNUH KAU, BUDAK RENDAHAN!!!"
Clang!Entah mendapat keberanian dari mana, Muhan menahan kepala anjing paling tengah menggunakan pedang bercahaya dalam genggamannya itu. Dengan napas tersengal-sengal, Muhan berusaha mendorong si kepala anjing yang berada dalam jangkuannya sejauh mungkin agar dapat dikalahkan oleh Guru Yeom.Selagi terpusat pada si tengah, dua kepala anjing lainnya disibukkan oleh sodoran pedang dan tali dari Panglima Naegeumwi yang sadar lebih dulu. Muhan terhenyak, terkejut sendiri atas sejumput kekuatan yang mendorongnya untuk tetap bertahan. Guru Yeom bergegas mencari belati hitam yang bersembunyi di balik jubah abu-abu kebanggaannya, lantas melemparkan belati tersebut hingga mengenai jantung si Cerberus yang terlihat oleh pandangan.Cerberus tersebut masih mengenakan pakaian yang dikenakan oleh Panglima Howechung tadi. Dengan tiga kepala masih berhadapkan kesibukan masing-masing, sosoknya menggelinjang seperti terkena kejut listrik bertegangan tinggi.Pedang yang Muhan genggam sebagai penahan tadi tergeletak seiring tubuhnya yang beringsut mundur, menjauhi Cerberus yang tampaknya akan meledak kapan saja itu. Menyadari sebuah penghancuran akan terjadi, sosok besar Cerberus berlari sekencang mungkin, berniat menghilang dari pandangan orang-orang yang sebentar lagi melihatnya memudar."Kejar dia!"Mendengar titah dari Guru Yeom, Panglima Gyeomsabok dan Naegeumwi menyusul di belakang sosok Cerberus. Dikarenakan tikaman dari Guru Yeom tepat mengenai jantung si siluman, maka Cerberus tak mampu berlari cepat. Dengan langkah tertatih, Cerberus menuruni paviliun tamu dan tau-tau saja telah dikepung oleh pengawal kerajaan lainnya.Mencari jalan lain, Cerberus yang menggonggong dengan wajah memerah itu berputar ke sembarang arah, kemudian mendapatkan salah satu celah. Dua pengawal kerajaan yang ketakutan terlindas dalam langkah besar sang Cerberus, lantas meloloskan diri menuju gerbang utama.Sebelum benar-benar mencapai gerbang utama, makhluk mengerikan itu diadang oleh Panglima Gyeomsabok dan Naegeumwi yang siap melayangkan senjata mereka. Kepayahan mencari cara untuk menghadapi kedua panglima dengan tubuh nyaris meledak, salah satu kepala Cerberus mengeluarkan cairan hijau tua dengan aroma busuk yang menyebar."Sialan! Ini pasti racun!" Panglima Gyeomsabok memberdirikan perisainya, lalu dalam sekejap dirinya beserta Panglima Naegeumwi berada di dalam selubung jingga samar yang berhasil melindungi keduanya dari racun tersebut.Para pengawal kerajaan yang mengelilingi mulai terbatuk, mata memerah dan tangan memunculkan keriput seperti terserap olah asap tipis yang berasal dari muntahan racun sang Cerberus."Seharusnya siluman ini meledak, kenapa tidak meledak-ledak?" bingung Panglima Naegeumwi."Mungkin karena rohnya sudah bersama dengan sosok Cerberus? Sebagai Panglima Howechung yang mempunyai fisik kuat, menempelkan roh Cerberus pada tubuhnya memang keputusan yang tepat." Sambung Panglima Gyeomsabok.Selagi mengulurkan tali tak terbatas dari balik jubah perang, Panglima Naegeumwi menebas salah satu kepala di pinggir, lalu menusuk kepala yang berada di tengah, masih dalam perlindungan selubung milik Panglima Gyeomsabok.Tersisa satu kepala yang mengeluarkan racun, bahkan sekarang dengan membabi buta. Panglima Naegeumwi hendak melayangkan pedangnya, tetapi pria itu menyadari adanya getaran hebat yang dalam tiga detik berikut melenyapkan sosok Cerberus bersama genangan darah berwarna hijau lumut yang sedikit mendidih.Sejenak, keheningan menyergap area depan halaman kerajaan tersebut dengan sisa kengerian yang tampak pada masing-masing mata pengawal kerajaan. Kedua panglima yang setengah terkejut itu memandang sisa pakaian Panglima Howechung yang tercerai berai, meninggalkan sejumput kekecewaan yang tak mampu mereka uraikan."Huekk!"Suara muntahan seseorang itu mengundang seluruh pasang mata. Berasal dari sisi utara paviliun tamu, Muhan memuntahkan sesuatu yang berwarna kehitamanan, ditemani oleh Guru Yeom dengan raut khawatirnya.Penasaran, kedua panglima itu mendekat. Panglima Naegeumwi bertanya dengan kening berkerut, "Kau ini sebenarnya apa?""Sa-saya, Tuan?" Muhan menunjuk diri sendiri. Wajah pemuda itu pucat pasi, terlihat lemas seakan-akan nyawanya baru saja tersedot oleh sesuatu.Guru Yeom menatap kedua panglima tersebut, "Mari, lebih baik kita masuk dulu dan biarkan Muhan memuntahkan isi perutnya di sini. Yang Mulia pastinya sangat membutuhkan kehadiran kita di dalam sana."Walaupun Panglima Naegeumwi hendak bertanya mengenai keanehan dalam diri Muhan, akhirnya mereka menurut dan memasuki pavilian tamu yang sangat berantakan.Raja berdiri di dekat pintu keluar ditemani Kasim Heo, sepertinya mereka hendak menilik kekacauan yang terjadi di luar. Guru Yeom mencegahnya, "Mari kita masuk kembali, Yang Mulia. Izinkan saya membicarakan sesuatu dengan Yang Mulia.""Apakah semuanya sudah selesai? Siluman mengerikan yang berada di dalam tubuh Panglima Howechung tadi, apakah dia sudah pergi?" tanya Raja memastikan."Kabar baiknya, telah lenyap, Yang Mulia." Jawab Panglima Naegeumwi.Raja mengangguk lega. "Baiklah, mari kita bicarakan masalah ini lebih lanjut. Tapi, ke mana perginya budak yang kau bawa itu, Guru Yeom? Aku melihatnya dengan mata kepala sendiri jika dia bisa mencengkeram salah satu senjata Pasukan Pemburu Naga. Aku pasti tidak salah melihat kan?""Tidak, Yang Mulia." Guru Yeom berhenti sejenak begitu mendengar derap langkah yang begitu lemah dari seseorang yang dikenalinya. "Itu dia ...."Muhan kembali menjadi pusat perhatian dalam kondisi lemahnya. Pemuda itu mengerjapkan mata beberapa kali, berusaha menegapkan diri lantaran menjadi titik fokus sang Raja. Muhan menundukkan pandangan, nyalinya menciut dengan sendirinya; terutama setelah mengingat tentang apa yang baru dilakukannya tadi.Dia memegang salah satu pedang yang berpendar dalam genggaman. Dan tidak salah lagi, pedang itu merupakan pedang milik seseorang yang berada pada tingkatan—"Sejak kapan kau menyembunyikannya?" tanya Panglima Gyeomsabok, sudah tak mampu menahan rasa ingin taunya."Me-menyembunyikan apa, Tuan?" bingung Muhan, melirik Guru Yeom untuk memastikan atmosfer yang tiba-tiba saja menyerangnya.Panglima Gyeomsabok itu mendengus lelah, "Pedang milik mendiang Kim Joon yang berada dalam genggamanmu mengeluarkan cahaya. Itu tandanya kau merupakan salah satu Gyeonggukdae."Ya, Muhan pasti sedang bermimpi saat memegang pedang Gyeonggukdae yang berpendar biru putih tadi. Sayangnya, terdapat banyak orang yang melihat keajaiban tersebut. Artinya, dia tidak sedang bermimpi. Ini semua kenyataan."Sa-saya tidak tau ... saya tidak tau kenapa pedang itu bisa menyala di tangan saya, Tuan ...." cicit Muhan."Guru Yeom!" Panggil Raja, menggelegar dan penuh ketegasan. "Apakah kau bisa menjelaskan semua ini? Kenapa budak yang kaukatakan tidak bisa melakukan apa-apa ini justru bisa mengeluarkan cahaya dari pedang milik mendiang Kim Joon?"Guru Yeom berdeham. "Maaf, Yang Mulia. Sejujurnya, saya sendiri baru mengetahuinya. Selama ini Muhan memang tidak becus melakukan apa pun, maka dari itu saya sendiri cukup terkejut. Tetapi, izinkan saya memastikan beberapa hal, Yang Mulia."Raja manggut-manggut, "Baiklah! Kalau budak ini memang seorang Gyeonggukdae seperti yang terlihat dari pedang cahaya, maka tidak ada salahnya memasukkan dia ke daftar calon peserta Pasukan Pemburu Naga yang akan datang, Guru Yeom."Tersentak, Guru Yeom seperti menolak mentah-mentah keputusan tersebut. "Yang Mulia? Bagaimana bisa? Memang budak ini terlihat memiliki kemampuan seorang Gyeonggukdae, tapi dia baru saja merasakannya. Dia tidak akan bisa mengimbangi peserta lain yang akan berperang sebagai anggota Pasukan Pemburu Naga yang baru.""Kita kekurangan personil, Guru Yeom. Kau mengetahuinya dengan pasti, bukan?" timpal Raja."Tapi, Yang Mu—""Kasim Heo!" Seru Raja, mengabaikan penolakan yang Guru Yeom lontarkan."Ya, Yang Mulia?""Masukkan nama budak ini ke dalam daftar calon peserta baru yang akan diseleksi satu bulan lagi!" Titah Raja."Baik, Yang Mulia!"Sementara itu, Muhan ternganga. Apa yang didengarnya barusan?•••••Muhan dan Kihong tersentak. Dari sudut lain gua, mereka mendapati sosok yang berdiri di tengah kegelapan. Sosok tersebut mengambang, bagai hologram berwarna merah pudar yang siap menguap sewaktu-waktu. Muhan mendekat, sementara Kihong mematung di tempatnya. Sosok tersebut mengenakan pakaian lusuh, seperti penduduk pada umumnya. Berambut panjang, yang terlihat ujungnya dipotong tak beraturan. Memindai dari atas sampai bawah, Muhan menyadari bahwa sosok tersebut merupakan wanita yang tampak seperti korban dari sebuah peperangan memilukan."Hei? Apakah kau yang meminta tolong kepada kami sedari tadi?" tanya Muhan, berusaha ramah meskipun terlihat menggelikan di mata Kihong."Muhan! Apa yang kaulakukan? Dia itu hantu! Mau apa kau menolong sesosok hantu?" bisik Kihong setengah putus asa.Muhan memberi tanda bagi Kihong untuk diam, sedangkan langkahnya kian dekat pada sosok tersebut. Sosok itu tersenyum tipis, yang mana memperlihatkan sudut pipinya yang berdarah, seperti hendak disobek."K
Teriakan seorang pemuda yang berhasil menyentakkan kesadaran Panglima Naegeumwi itu turut mengejutkan Roah. Keduanya mematung, saling melempar tatapan ngeri."Apakah kau mendengarnya, Panglima?" tanya Roah. Pertanyaan tersebut masih bercampur aduk dalam pendengaran Panglima Naegeumwi sebab nyanyian pada isi kepalanya masih menguasai."Aku mendengarnya—tapi ... kenapa rasanya aneh sekali? Kenapa hanya terdengar satu jeritan saja? Kenapa yang lain ... ah? Apakah karena nyanyian yang berbunyi di dalam kepala kita ini?" terka Panglima Naegeumwi."Benar, Panglima. Sejak tadi, saya kesusahan untuk memghilangkan nyanyiannya." Balas Roah."Mari kita sumpal sebentar menggunakan kain atau apa pun itu!" Panglima Naegeumwi mengedar pandang, mencari selembar kain yang bisa disobek untuk dibagi dua dengan Roah. "Dengan begini, paling tidak kita suara nyanyiannya sedikit tidak jelas. Sekarang, kita harus mencari siapa dalangnya."Berusaha tetap tegar dan baik-baik saja, keduanya keluar dari tenda. J
Berdasarkan pergerakan Ha-rang yang menunjuk ke bagian lain hutan, Muhan dan Kihong berhenti di depan sebuah gua misterius yang berada di pinggir sungai. Entah bagaimana caranya mereka bisa menjejaki tempat tersebut, Muhan berjalan begitu saja tanpa berpikir lebih."Kenapa kita bisa ada di sini?" tanya Kihong kebingungan. "Ini gua yang aneh. Kau mau masuk untuk memeriksanya?""Kau sedang menawarkan atau memang bertanya?" timpal Muhan."Aku menawarkanmu untuk masuk saja, Muhan. Sementara itu, aku akan menunggu di luar sini untuk berjaga-jaga. Oh iya, omong-omong, sejak kita menjauh dari perkemahan, nyanyian itu sudah tidak terdengar lagi." Ungkap Kihong.Muhan mengangguk mengiyakan. Memang benar, sekarang dia sudah tak mendengar nyanyian yang secara ajaib menghuni isi kepalanya itu.Menyadari bila dia harus mengecek gua tersebut secepat mungkin, Muhan memberi tanda bagi Kihong untuk menunggu selama beberapa saat. Berbekalkan pencahayaan minim dari belati istimewanya, Muhan juga mendapa
Muhan memiringkan kepala selepas mendudukkan dirinya di samping Yidan. Malam kian larut. Dia baru saja membantu berburu rusa, lalu menguliti mereka agar bisa segera disantap. Begitu menuju ke tengah api unggun, Muhan memandangi sebongkah kayu yang berangsur menghilang menjadi sekumpulan abu tak berharga."Seharusnya ... menjadi seperti itu kan?""Apanya?" bingung Yidan sembari melahap dua butir anggur yang dengan ajaibnya menjulur di salah satu rumah. Namun pemuda itu dengan cepat mengeluarkannya lagi, sebab buahnya belum benar-benar masak.Muhan mendengus, menggelengkan kepala. "Paling cuma firasatku saja. Kau makan apa itu?""Jangan! Tidak enak! Kau tidak akan menyukainya—asam sekali." Timpal Yidan.Bertepatan saat itu, Roah lewat bersama Shim Gyeong. Mereka akan melakukan penjagaan di sisi timur perkemahan pada sesi kedua itu. "Hai, Muhan! Yidan! Ah, aku ingin mengbrol dengan kalian, tapi aku harus berjaga." Kata Roah, kemudi
Rombongan Pasukan Pemburu Naga menuju sisi barat daya sejak melepaskan diri dari Hutan Perbatasan. Sepanjang perjalanan awal itu, Muhan tak bisa menemukan Moque—serigala bersayap yang pernah membantunya saat latihan berburu tempo hari.Ketika Muhan benar-benar melewati garis perbatasan, pemuda itu mengulum senyum. Dia masih tidak menyangka akan kesempatan luar biasa ini. Sedari dulu, dia hanya akan berada di sisi hutan yang aman, mencari tanaman yang mampu digunakan sebagai obat-obatan, lalu membersihkan Perguruan sampai benar-benar bersih.Sekarang, dia telah menjadi Pasukan Pemburu Naga yang tersohor dan mengemban tugas besar. Kalau boleh jujur, dia sendiri tidak sabar untuk melihat Naga Neraka yang lain."Omong-omong," Muhan membuka suara, mendekatkan diri ke arah Panglima Gyeonggukdae yang baru itu. "Berarti kita akan melewati Mansil?""Hm, betul! Kau pasti sudah menghafal wilayah lainnya saat berlatih dengan Panglima Naegeumwi kan? Kita meman
Muhan keluar sebagai peringkat pertama.Kenyataan tersebut menghantam dada Shim Gyeong dengan begitu kuat dan memilukan. Sebab bagaimana bisa? Seorang pemuda yang kebetulan mempunyai Him setelah sekian lamanya dirundung, lalu dengan keberuntungan besar mampu memusnahkan Naga Neraka tanpa latihan bertahun-tahun lamanya, justru mendulang peringkat pertama? Hal yang selama ini sangat Shim Gyeong inginkan?Masih dikuasai oleh keterkejukan, Muhan menaiki panggung. Pemuda itu sendiri bisa merasakan tatapan tajam bercampur protes yang tertambat padanya tanpa ampun."Selamat, Muhan!" Raja memejamkan mata sejenak untuk menyalurkan doa kemakmuran atas pencapaian pemuda itu. "Kau adalah peringkat pertama yang lulus dengan evaluasi khusus.""Ka-kalau hamba boleh tau, apa itu evaluasi khusus, Yang Mulia?" tanya Muhan setengah berbisik selepas menerima Hopae miliknya.Raja tersenyum samar. "Kau mengalahkan satu Naga Neraka dan berhasil mendapatkan permatanya yang berguna untuk melindungi Wari, Muha