“Aku tidak percaya! Aku adalah cucu dari Richard Hovd!”
Disaat Richard sudah pergi, Edward teriak karena sedang begitu bahagia. Ibunya hanya tersenyum saat melihat rona pancaran kebahagiaan di wajah Edward.
“Aku akan menjadi pewaris keluarga Hovd, Bu!” tambah Edward dengan memegang kedua tangan ibunya dengan sangat bahagia.
Dia bahkan mengajak ibunya berputar-putar saking bahagianya.
“Ingatlah Nak, seiring dengan tingginya status seseorang, harus ada pondasi yang kuat juga,” ucap Ibu Edward.
Samar, Edward memahami apa yang disampaikan oleh ibunya, “Iya Bu… aku mengerti, dan akan mengingat itu.”
Setelah berbicara dengan ibunya, Edward memasuki kamarnya, dan merebahkan badannya di atas tempat tidur. Namun, satu yang hal yang sedang dia lakukan kini adalah, Edward sedang memandangi kartu bank yang diberikan oleh kakeknya.
Baru tadi siang dia berpikir bahwa, dia tidak akan pernah menikmati kekayaan dalam hidupnya. Namun kini dia tiba-tiba menjadi cucu dari orang terkaya di negara ini.
‘Aku harap, keberuntungan ini terus memihakku.’
Sekelebat, dia teringat kembali pada penolakan dan kata-kata tajam yang dikeluarkan Varra juga Emix. Luka akibat perlakuan keji mereka pada Edward kini berakar menjadi dendam. Meski tahu perbuatannya tidak etis, tetapi Edward bersumpah dalam hatinya bahwa dia akan membalas setiap perlakuan orang yang mengejek dan menertawakannya selama ini.
‘Kita lihat, apa yang bisa aku lakukan untuk membalas kalian!’ katanya dalam hati.
Di saat yang sama, saat Richard keluar dari rumah Edward, sekretarisnya berkata, dengan sedikit ragu.
“Tuan Besar, tuan muda sepertinya belum pernah berurusan dengan perusahaan. Tidakkah Tuan besar khawatir jika nantinya dia akan justru membuat perusahaan Grade di Laketown hancur?” tanya sekretaris Richard, yang kemudian berhenti sejenak sebelum akhirnya dia kembali menambahkan, “Jika itu terjadi, itu akan membuat tuan besar rugi karena kehilangan salah satu cabang yang lumayan besar dari perusahaan Hovd.”
Richard menyadari satu hal, meskipun Edward tidak pernah berhubungan dengan sebuah perusahaan. Namun Richard juga yakin, cucunya akan selamat selama dia mengikuti apa yang sudah diatur oleh manajer profesional di tempat itu.
Menanggapi pernyataan dari sekretarisnya, Richard hanya berkata dengan begitu tenang, “Ini adalah sebuah ujian untuknya sebelum dia resmi menjadi pewaris Hovd Group Company.”
**
Keesokan harinya…Kini di perusahaan Grade cabang Kota Laketown, sudah ada lebih dari seratus karyawan yang berdiri di lobby kantor untuk menyambut kedatangan seseorang.
Di barisan paling depan berdiri Gandon Hagan, yang ternyata adalah ayah dari Emix, selaku manajer, juga Dhruv Stade sebagai wakil manajer.
Di belakangnya sudah pasti ada Emix, laki-laki yang sudah merebut Varra dari Edward kemarin, bersamaan dengan kepala departemen dan karyawan-karyawan yang lain.
Mereka mendapatkan kabar bahwa pemimpin yang baru akan segera datang dan mengambil jabatannya hari ini. Tentu saja itu membuat Gandon sebagai manajer umum memimpin seluruh staf untuk menyambut kedatangannya. Dia ingin kesan pertama yang baik di hadapan ketua baru itu.
Senyum di wajah Manajer Gandon begitu merekah, berbeda dengan wakilnya, Dhruv yang justru sedikit masam seolah tengah menahan sesuatu.
"Aku ingin tahu, kira-kira seperti apa Direktur baru kita, ya?" ucap salah seorang seorang karyawan wanita.
"Pastinya dia adalah pria yang hebat dan tampan!" jawab temannya yang lain.
Kemudian Varra, yang juga berada di antara kerumunan itu, berkata, "yang aku tahu, orang itu adalah keturunan langsung dari Ketua Hovd."
Salah satu staf sangat terkejut. "Keturunan Ketua Hovd?!!"
“Bukannya ketua Hovd tidak mempunyai putra?” tanya salah seorang yang ada di sana.
“Bukan… keturunan yang aku dengar adalah cucunya,” jawab Varra yakin.
Pekikan kaget dari para karyawan kembali terdengar kemudian. “Cucu!?” Mereka semua seolah haus gosip, dan membutuhkan sumbernya dari Varra.
“Benar… cucu dari anak perempuannya yang dulu pergi dari rumah saat berkorban demi cinta.” Varra mengaitkan tangannya seolah mengagumi kisah anak perempuan dari ketua Hovd.
“Sungguh Romantis…” Lagi-lagi beberapa wanita yang sedang ngerumpi itu berbicara serentak.
Richard Hovd, pemilik Grup Hovd, adalah orang terkaya di negara bagian ini. Sangat menjadi impian semua untuk menjadi cucu dari Richard Hovd.
"Varra, apakah yang kau katakan itu benar?" Semua staf wanita itu melihat ke arah Varra. Mereka sedikit menyangsikan kebenaran dari informasi yang dibawa Varra.
"Tentu saja itu benar. Itulah yang Emix katakan padaku," ucap Varra dengan membusungkan dadanya.
"Varra? Kau sekarang sudah resmi berpacaran dengan Emix, kan? Kau harus mengingat dan menjaga kami mulai sekarang!"
"Varra, kau sangat beruntung bisa berpacaran dengan Emix. Selain tampan, dia adalah anak dari manajer kita."
"Varra. Ingat, ketika kau pertama kali bergabung dengan perusahaan, aku adalah orang yang membantumu. Jadi jangan lupa untuk membantuku ketika aku membutuhkan bantuanmu."
Sekarang karyawan di sekitarnya mulai menyanjung Varra hanya karena dia sekarang adalah kekasih dari Emix. Varra tampak menikmati sanjungan mereka. Dia semakin meyakini bahwa dia telah membuat pilihan yang bijaksana dengan lebih memilik Emix ketimbang melanjutkan hubungannya dengan Edward.
Di saat Vara menikmati sanjungan dari beberapa orang itu, tiba-tiba saja sesosok pria muncul di depan mereka semua. Melihat sosok itu, raut wajah Varra seketika berubah kaget.
"Kenapa dia ada di sini?"
Sosok itu adalah Edward Fin. Dia berjalan dengan langkah yang ringan, seolah ingin menunjukkan kepada penghinanya … jika dia bukanlah sosok yang bisa mereka rendahkan lagi.
Emix, yang berdiri di depan, tentu saja juga mengenali kemunculan Edward. "Edward, berhenti di situ!"
Emix menghentikan Edward tepat sebelum lelaki itu memasuki pintu masuk perusahaan Grade.
Edward mengerutkan dahinya melihat tindakan berani Emix, tetapi dia tidak berkata apa pun.
Sementara itu, Emix kembali menambahkan kalimatnya seraya terus berjalan ke arah Edward. "Aku punya sesuatu yang penting untuk dilakukan hari ini, jadi aku tidak ingin membuang waktu denganmu. Pergi dari sini!"
"Emix Hagan.” Edward menyipitkan matanya dan menyeringai. Sikap Emix yang kemarin berhasil mengintimidasinya, kini tidak berarti apa-apa lagi. “Aku yakin, semakin banyak omong kosong yang kau ucapkan, semakin buruk juga kau akan berakhir nanti."
"Apa? Lucu sekali kau.” Emix tertawa terbahak-bahak. “Kau bahkan tidak tahu betapa menyedihkannya dirimu. Kau hanyalah seorang pecundang yang dicampakkan oleh pacarmu!"
Pada saat ini, Varra juga mendekati mereka.
"Varra, kebetulan sekali. Kita bertemu lagi." Edward menyeringai pada Varra.
"Edward, aku tahu kau ingin aku kembali padamu. Tapi aku harus bilang, tidak mungkin aku bisa kembali bersama orang miskin sepertimu!" Varra mengerutkan kening dan berbicara dengan begitu sinis. “Kau sangat menyedihkan.”
Edward terkekeh. Dia merasa begitu terhibur dengan kepercayaan diri wanita itu yang begitu tinggi. "Varra, kau memanglah seorang wanita yang tidak sadar diri. Aku di sini bukan untuk memintamu kembali padaku.” Mata Edward sekarang menatap penuh pada Varra. Selanjutnya, kata-kata yang dia keluarkan Edward benar-benar penuh penekanan. “Bahkan sekarang, jika kau memohon padaku untuk kembali bersamamu, aku tidak akan melakukannya."
Varra terdiam, Dia mulai berpikir bagaimana meluruskan keadaan ini kedepannya. Dia kini mulai ingat jika Edward pernah berkata kepada dirinya untuk menyembunyikan identitasnya dari siapapun“Apa Kamu akan percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan oleh Varra?”Edward yang mengetahui dilema Varra kini mencoba untuk meluruskan hal itu sendiri.“Huehehe” Varra tersenyum kepada Dhisa untuk sekedar membantu Edward menyembunyikan statusnya.Sejujurnya Varra benar-benar tidak tahu bagaimana caranya untuk memulai, meyakinkan Dhisa jika dirinya berbohong. Mengingat semua yang Dia ucapkan sebenarnya adalah sebuah kebenaran.“Tapi, Benarkah itu?” Tanya Dhisa dengan menunjukkan sedikit keraguan.Sejujurnya, memang Dhisa tidak suka dengan para orang-orang kaya dan orang kelas atas karena dirinya merasa mereka semua sering merendahkan orang lain yang mereka anggap lemah.Namun, yang tidak diketahui oleh Edward dan Varra adalah, Dhisa mulai berpikir akan sesuatu,“Mungkin jika Mereka adalah Edwar
“Varra. Ayo kita pergi.”Ucap Dhisa yang disambut dengan senyum manis oleh oleh Varra.Tidak lupa Varra masih mendengus ke arah Whiny, seolah menghina Whiny sebelum akhirnya dia berpaling muka.“Aku pergi Ayah, Ibu.”“Whiny juga, jaga kesehatanmu, kita masih akan bertemu di universitas.”Dhisa berpamitan kepada anggota keluarganya dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.“Aku berharap kalian tidak akan mengganggu Dhisa lagi.”Edward berbicara untuk terakhir kali, sebelum akhirnya mereka pergi.Setelah kepergian mereka, kini Pearl beserta anak istrinya mulai mengeluarkan sumpah serapah.Cacian dan makian keluar dari mulut mereka.Setelah mereka tenang, mereka kini memilih untuk di duduk bersama dan berunding.Pearl memikirkan bagaimana caranya untuk menghadapi Owl, sementara sebelumnya dirinya sudah menjanjikan Dhisa untuk Owl, sebagai bentuk “pelancar” urusan bisnis diantara keduanya.“Apa yang harus Kita lakukan sekarang suamiku?” Nessy bertanya kepada sang suami.“Aku juga tidak tahu.”
“Kau. Berhenti di tempatmu sekarang!” Hardik Pearl.Edward terus berjalan tanpa menghiraukan peringatan dari Pearl, sampai akhirnya kini dirinya sudah sangat dekat dengan Pearl, tanpa sadar hal itu membuat Pearl mengambil beberapa langkah ke belakang dan mengakibatkan dirinya terjatuh karena kehilangan keseimbangan.“Kenapa Kau begitu lemah?”Edward mulai menghina Pearl dengan tatapan yang sangat meremehkan.“Biarkan Dhisa pergi,” Ucap Edward yang kemudian membungkukan bada mendekatkan wajahnya ke wajah Pearl.“Atau Kau ingin bernasib sama dengan Owl?” Ancam Edward, tanpa diketahui oleh yang lain Edward berbicara dengan sorot matanya menjadi begitu tajam menantang.“Dhisa, lebih baik kamu bereskan barangmu, Kami akan menunggumu.” Dengan menoleh serta tersenyum manis Edward berkata kepada Dhisa yang sedari tadi masih terpaku melihat dirinya.“Iya.” Jawab Dhisa singkat dengan ekspresi wajahnya yang terlihat sangat hangat. Untuk sekilas, terlihat senyum Dhisa yang penuh akan kebahagiaan
Pearl bermaksud mendekat ke arah Dhisa yang sepertinya memiliki tujuan untuk memukul atau sekedar mengasari Dhisa yang menurut Dirinya sudah membuat masalah.Namun, hal itu ia urungkan saat Dia melihat ada seseornag yang masuk ke dalam rumah, mengekor Dhisa.Itu adalah Edward.“Ka–kau! Kenapa Kau disini?”Pearl seketika menjadi gagap saat dirinya melihat hadirnya Edward disana.Masih tergambar jelas di benak Pearl apa yang sudah Dia lihat tadi malam.Pemuda di hadapan-nya sekilas seperti pemuda pada umumnya, akan tetapi Pemuda itu juga yang seketika menjadi ganas tak bisa dikendalikan saat dalam kondisi marah.“Kenapa?” tanya Edward dengan sorot matanya yang begitu mengintimidasi Pearl.“Tidak apa-ap–”“Tunggu” Pikir Pearl menghentikan ucapanya sebelumnya dengan berbicara kepada dirinya sendiri.“Bukankah ini di rumahku?” Ucap Pearl masih dalam hatinya.“Seharusnya Dia tidak berani macam-macam di rumahku,” Pikir Pearl dengan satu tangan memegang dagu miliknya.“Apa yang kau lakukan di
Edward dan kedua wanita itu kini sedang berjalan hendak pergi dari hotel,tempat mereka beristirahat. Kini sedang di dalam lift menuju basement parkir.Tidak lupa Edward memberikan kabar kepada Warden, perihal beberapa perintah.Pertama Edward minta kepada Warden untuk dicarikan satu kondominium untuk tempat tinggal Varra dan juga Dhisa, Edward meminta yang tidak terlalu jauh dari kampus mereka belajar. Yang kedua Eddward memberikan perintah kepada Warden untuk mengambil mobil miliknya di basement parkir hotel, karena dia akan ikut bersama dengan Dhisa di mobil Varra.Tidak menunggu waktu lama, sebelum mereka sampai di mobil milik Varra, satu notifikasi masuk di ponsel Varra.Itu adalah titik alamat kondominium apartemen untuk nya, beserta dengan aksesnya.Setelah membaca pesan di ponselnya Varra segera menghadap ke Edward dan mengangguk, sebagai tanda sudah diketahuinya letak kondominium untuk tempat tinggal baru Dia dan juga Dhisa.“Sebaiknya Aku kembali kerumah dulu untuk mengambil
*** Mereka bertiga kini sudah bersiap untuk pergi dari hotel.Dhisa masih bingung. Dia merasa ragu untuk pulang, mengingat apa yang sudah dilakukan oleh orang tua angkatnya.Bukan bermaksud untuk menjadi seseorang yang tidak tahu balas budi, akan tetapi dia memikirkan kelangsungan hidupnya, jika terus bersama dengan mereka maka dia ragu akan dapat menjalani kehidupan dengan tenang. “Apa yang akan kamu lakukan sekarang?” varra bertanya kepada Dhisa untuk sekedar memastikan, akankah saingan cintanya itu kembali kepada keluarga yang sudah memiliki niat jahat kepada dirinya. “Aku…” tampak sekali keraguan dan kebingungan di wajah Dhisa.Dia benar-benar bingung dan tidak tahu harus apa. Tidak mungkin baginya untuk pergi ke panti asuhan kembali. “Kenapa kamu tidak tinggal dengan Varra?” tanya Edward yang membuat Varra memutar kepala untuk menoleh kepadanya yang saat ini ada dibelakang Varra. Tidak lupa juga, wanita mengernyitkan dahinya, seolah tidak habis pikir dengan pertanyaan Ed