Ciuman itu terasa manis dan memabukan, membuat Riri hanyut dibuatnya. Dia bahkan lupa saat ini berada di hadapan orang-orang yang bersorak atas adegan yang mereka berdua lakukan di atas panggung.Ciuman itu berakhir ketika Angga melepaskan bibirnya dari bibir Riri. Menjauh dari wanita itu, ketika kedua tangannya masih berada di kedua bahunya. Membuat mereka hanya berjarak sejangkauan tangan. Riri menunduk agak malu, aneh baginya merasa seperti ini ketika mereka berdua bahkan pernah melakukan hal yang lebih. Dimana seluruh rasa percaya diri yang selalu dia banggakan? Dimana sosok Riri yang selalu membungkus para pria yang menarik perhatiannya? Kenapa hanya karena dicium oleh Angga di depan umum membuatnya kaku seperti ini?“Yang tadi itu hebat sekali!”Seruan Ading sama sekali tidak membantu dan malah membuat wajah Riri kian memerah sempurna. Dia diam-diam melirik ke arah Angga. Tapi berbeda dengan sangkaannya, dia tidak menemukan reaksi yang sama dari pria itu. Malah pandangan matanya
“Ading.”Pria berperawakan tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dirinya langsung menoleh.“Yo, Aang~” Pria yang dipanggil Ading langsung merengkuh Angga ke dalam pelukannya. “Kemana saja kau? Sudah lama sekali rasanya sejak terakhir kali aku melihatmu.” Angga segera melapaskan diri dari pria itu sebelum dia merasa kehabisan napas. Bukan hal aneh mengingat pria itu terkadang bersikap sama lebaynya dengan Doni. Tetapi kalau dibandingkan Doni jelas lebih bangsat sih.“Jadi bagaimana kabarmu, Aang?” Ading bertanya sembari meneliti tubuh sahabatnya itu dari atas kebawah. Fakta uniknya selain Agna yang memanggilnya Aang. Teman-teman yang cukup dekat dengannya memang lebih memilih panggilan nama itu kepadanya.“Baik, tapi tolong jangan pandangi aku seperti itu.”“Memang kenapa? Aku cuma mencari apa yang kurang darimu setelah lama kita tidak bertemu,” Ading langsung memberi penjelasan dan matanya pun masih saja mengamati Angga.“Aneh,” gumam Ading kemudian.Tetapi rupanya suara gumaman itu
Pintu di depan Angga terbuka sebelum dia sempat mengetuk pintu sekali lagi. Tetapi bukan karena kecepatan sang pemilik rumah yang membuat dia terkejut, melainkan penampilannya. Angga hampir tidak mengenali wanita yang berdiri dihadapannya sekarang karena dia terlihat sangat amat berbeda dengan perempuan yang Angga temui beberapa waktu lalu. Bahkan sempat terpikir olehnya jika dia mengetuk pintu yang salah. Namun pikiran tersebut langsung sirna begitu saja setelah dia mendengar suara sang wanita.“Kau ini kenapa, hey?”Angga menelan ludah sebelum dia bisa menjawab dengan cara yang normal. “T—Tidak apa-apa kok.”Riri tampak tidak puas dengan jawaban pria itu, tetapi alih-alih mendebatnya seperti biasa kali ini dia memilih untuk tidak mempertanyakan sikapnya yang menurut Riri sangat aneh. “Baguslah kalau memang begitu,” katanya. “Mau berangkat sekarang?” Angga menganggukan kepala mengiyakan. Dia pun menjulurkan tangannya dan Riri langsung menyelipkan jemarinya disana, berpegangan pada le
Angga mengungkung tubuh Riri yang langsung mengangkang dengan senang hati, kaosnya disingkap ke atas memamerkan buah dadanya yang kenyal dan bergoyang-goyang seperti pudding. Mereka berciuman dengan pinggul Angga yang sudah bekerja kembali. Tusukannya bahkan mengencang hingga kulit mereka bertepukan dengan suara yang menggema di dalam ruangan. Biji kembarnya menabrak pantat Riri yang membuat si pria tambah geli.Angga mendongakan kepala, menikmati sendiri sodokan yang dia ciptakan sembari dijepit rapat oleh otot vagina Riri. Wajahnya terlihat sangat erotis dan seksi. Di bawah dominasinya, Riri mendesah lagi dan milikny berkedut hanya karena melihat ekspresi wajah yang Angga buat saking keenakannya dia. Lelaki itu memang tipe-nya sekali sih.“Ahhh… enak bangsat… milikmu memang paling nikmat Riri…”“Nghh… lebih cepat, mentokin… hngggg…”Riri meremas payudaranya sendiri, merasakan genjotan Angga kembali pada speed utamanya. Begitu cepat hingga membuat gesekan diantara kulit mereka dan ku
Bibir Riri dikecup sambil dua jari Angga langsung masuk ke dalam lubangnya. Meskipun sudah dia masuki berulang kali, tetapi saja lubang itu masih terbilang sempit. Jangankan hanya dimasuki penis, bahkan kepala bayi saja pun tidak bisa menghilangkan seberapa elastisnya lubang peranakan wanita. Angga suka sekali fakta yang satu itu.Jari Angga bergerak konstan menusuk sampai ke dalam. Diputar, ditekuk guna menggaruk bagian dalamnya yang gatal. Desahan Riri terdengar dua kali lipat lebih merdu daripada wanita yang pernah dia kerjai. Kepalanya pun kini sudah menelusup di bawah ketiak Riri, menyingkap kaosnya supaya dia bisa menyusu pada wanita itu.Beruntung tangan Angga itu terbilang panjang. Posisi begini pun tusukannya pada lubang Riri tidak juga mengendur. Mulutnya menggigit, melumat dan menjilat kenyal puncak payudara Riri. Suaranya terdengar basah dan begitu erotis. Riri disituasi ini lagi-lagi hanya bisa menjambak rambut Angga dan yang sebelahnya meremas payudaranya sendiri yang me
“Aku serius tidak masalah kalau kau mau memanfaatkanku.” Kata-kata Riri betul-betul mengganggu pikiran Angga. Sejak wanita itu mengatakannya dengan begitu lantang dan percaya diri, justru malah Angga yang dibuat tidak tahu bagaimana harus menanggapi. Acara kencan mereka berubah haluan, mereka kembali ke rumah Riri setelah Angga merasa ingin segera mengunci diri di sebuah tempat tanpa ada orang lain.Pertemuannya dengan sang mantan pacar di muka umum sama sekali tidak pernah terbayangkan oleh Angga sejak dia putus. Dan anehnya Angga masih sedikit merasa sakit di ulu hati, ketika melihat wanita itu. Bukannya cinta itu mudah hilang ya? padahal Angga sudah bersumpah akan menjadi lebih baik, tapi ketika dia melihat wanita itu lagi seolah segala hal yang telah dia lalui selama ini hancur lebur tanpa tersisa sedikit pun. Dia benci menjadi pria yang seperti ini.Dia sudah duduk di ruang tengah rumah Riri sekarang, meskipun isi kepalanya melanglang buana tak fokus sama sekali. Tak lama Riri k