LOGIN
Istana Argantara Group, New York.
Plak!
"Sehan, kurang ajar sekali kamu! Beraninya kamu melawan mama tirimu. Sudah papa bilang, kalau dia sekarang istri papa, Apa yang menjadi keinginannya maka itu yang terjadi!" tegas lelaki setengah baya pemilik Argantara Group.
"Tidak, Pa. Sampai kapanpun Sehan tidak akan pernah mau mengakui wanita itu sebagai mama Sehan! Mama Sehan hanya mama Rena!" tolak Sehan.
Sehan merasa apa yang dilakukan ayahnya sangtlah tidak adil. Ibu Sehan-Rena baru juga tadi siang dimakamkan, sang ayah sudah menyerahkan semua urusan rumah pada Alinda-ibu tiri Sehan.
Plak!
Lagi-lagi tuan Arka Argantara menampar pipi putra tunggalnya. Sehan memejamkan matanya sambil mengusap pipinya yang terasa panas. "Pa, sampai kapanpun Sehan tidak akan mau mengakuinya!" teriak Sehan dengan bibir yang bergetar menahan amarah.
Amarah Sehan sudah memuncak, namun tidak bisa ia lampiaskan amarahnya itu pada lelaki yang sudah menduakan ibunya. Sehan hanya bisa menunduk dalam seraya memegangi pipinya.
"Mas ... Sudahlah, biarkan saja, aku sudah biasa begini. Memang aku bukan ibu yang baik. Lebih baik aku yang meninggalkan rumah ini!" Alinda sengaja memperkeruh suasana. Sengaja ia ingin membuat hubungan ayah dan anak hancur.
Tuan Arka menarik tangan Alinda, namun tiba-tiba tubuh tuan Arka terjatuh. "Mas ... kamu kenapa?" teriak Alinda.
Sehan bergerak mendekat ke arah sang ayah, namun didorong oleh Alinda. "Pergi kamu, Sehan! Papamu begini semua itu karenamu. Pergi kamu dari sini. Penjaga bawa Sehan keluar dari rumah ini!" teriak Alinda kencang.
Dua orang penjaga itu terlihat bingung, antara mematuhi Alianda atau Sehan. Tatapan tajam dari Alinda membuat ciut nyali kedua penjaga itu untuk menolak perintahnya. Gegas dua penjaga itu membawa Sehan keluar rumah. Sehan memberontak, namun tenaga yang ia punya kalah jauh dengan dua orang penjaga itu.
"Maaf, Tuan. Sebaiknya anda tidak melawan. Tinggalkan rumah ini jika ingin anda selamat. janagan sampai nyonya Alinda berbuat nekad pada anda. kami masih mengharapkan Argantara Group kembali berjaya," ucap salah satu penjaga dengan tatapan penuh makna.
Sehan diam tidak melakukan perlawanan lagi setelah mendengar perkataan penjaga. Ia menatap mata si penjaga, lalu mengangguk paham. Sehan menangkap bahwa ada yang tidak beres dengan kematian sang ibu dan juga sakitnya sang ayah.
Dengan mobil sportnya Sehan meninggalkan rumah penuh kenangan itu. Mobil sport Sehan berhenti di sebuah rumah sederhana milik sang ibu. Mata Sehan mengembun, ia menyesal karena sudah meninggalkan sang ibu sendirian menghadapi Alinda.
"Andai aku tidak egois mementingkan egoku sendiri dan menemani mama, pasti mama masih hidup. Aku curiga jika Alinda sudah berbuat jahat pada mama, aku akan menyelidiki semua!" gumam Sehan mengingat apa yang dikatakan oleh penjaga tadi. Penjaga yang sudah ikut keluarganya bertahun-tahun.
Tiga bulan kemudian.
Seperti biasanya, di pagi hari Sehan masih bergelung di selimutnya. Di saat yang lain tengah berusaha keras berjuang mengejar waktu agar tidak terlambat masuk kerja, Sehan masih enak tidur. Apalagi setelah tahu kalau sang ayah sudah dirawat di rumah saja.
Kemewahan dan nyamannya hidup serba ada membuat Sehan tidak peduli dengan sindiran sang ayah waktu itu. Sehan tidak mau membantu ayahnya di perusahaan. Sehan ingin menjadi seorang model. Untuk itu ia paling malas jika diperintah sang ayah untuk datang ke kantor, walaupun hanya sekedar main saja.
Sehan membaca pesan itu. Detik berikutnya, rahang Sehan mengeras. Mata dengan iris Coklat hazel, menatap tajam isi pesan itu.
"Apa? Tidak mungkin! Tidak mungkin perusahaan papa bangkrut!" teriak Sehan tidak percaya dengan berita yang dikirimkan oleh ibu tirinya itu.
Tubuh Sehan seketika terasa lemas tidak bertulang, ia ambruk di lantai. Bagaimana tidak sedih selama ini semua biaya hidupnya yang serba mewah ditanggung oleh perusahaan sang ayah. Sekarang perusahaan itu bangkrut, bagaimana Sehan akan bisa hidup seperti sebelum ayahnya menikah lagi.
"Tidak ... Ini tidak benar! Aku harus ke kantor untuk memastikan sendiri apa benar berita yang dikirim Alinda ini benar." Sehan menggeram marah sembari mengepalkan telapak tangan kanannya.
Sehan menyambar kunci mobil dan bergegas menuju ke kantor Argantara Group. Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke sana. Kini pemilik tubuh Atletis dan wajah bak dewa Yunani kuno itu berdiri di depan pintu utama Argantara Group.
Langkah tegap Sehan tidak mampu menarik perhatian para pegawai kantor yang lalu lalang. Sehan terheran merasa dirinya asing di tempat itu. Dulu setiap Sehan datang, para pegawai kantor langsung menyambut dan memberi hormat kepadanya sebagai pewaris tunggal perusahaan.
"Kenapa semua terasa asing? Kenapa mereka seperti tidak mengenaliku? Ada apa dengan mereka?" Sehan bermonolog dengan dirinya sendiri karena tidak ada satupun pegawai yang menyapa Sehan.
"Aku harus menemui Paman Arthur." Sehan melangkahkan kakinya ke arah ruangan di mana menjadi ruang kerja manager personalia Argantara Group.
"Paman Arthur," panggil Sehan pada sosok yang duduk di kursi kerja dengan posisi membelakangi siapapun yang datang.
Sehan terkejut saat lelaki itu memutar kursinya dan sekarang menghadap Sehan. "Siapa kamu? Di mana paman Arthur?" ucap Sehan dengan nada terkejut.
Sehan baru dua Minggu yang lalu datang ke kantor untuk meminta uang jatah bulanan. Kini semua yang ada di kantor sudah berubah.
"Katakan di mana paman Arthur!"
Wajah sehan terlihat cerah, ia merasa yakin jika tante Zura adalah jalan baginya untuk meraih kesuksesan. "Nanti akan aku beritahu di hotel." Zura kembali memasang wajah datar. Sedangkan Sehan kembali menunduk patuh. "Baik, Zura."***Hotel Hanabi, New York. Mobil sedan mewah berhenti di depan hotel termahal di kota New York. Sehan menatap kagum pada keindahan dan kemegahan hotel itu. Setiap ruang terlihat klasik namun elegan. Sehan terlihat sangat senang, pasalnya hotel inilah satu-satunya hotel yang belum pernah ia singgahi. Sayang akan uang yang harus dikeluarkan, karena harga sewa hotel ini satu malam mencapai lima puluh juta. "Kenz, kenapa kamu hanya berdiri di depan pintu saja? Masuklah, kamu tenang sja ini adalah hotel milikku. Pemberian dari suamiku sebagai kado ulang tahunku!" ucap tante Zura menarik tangan Sehan yang berdiri bengong di depan pintu masuk hotel. "Ah, iya tante. Maafkan Kenz yang belum pernah masuk ke hotel ini. Semua begitu indah dan m
Sehan berdiri dengan gagahnya bersama tiga teman lainnya. Baik Sehan maupun ketiga temannya hanya memakai penutup bawahan berlogo Moon Light Agency. Sehan agak merasa risih karena dirinya menjadi pusat wanita yang jauh lebih tua darinya. "Ow My God! Kenapa aku seperti rusa di kandang singa? Gila, benar-benar gila mereka semua. Tapi aku harus kuat demi tujuanku!' Sehan bergumam dengan sesekali menarik napas dalam-dalam untuk menghilangkan rasa malu dan rasa canggungnya. Tante zola maju ke depan memunggungi keempat anak buahnya. "Selamat malam para perindu kehangatan, seperti yang sudah saya janjikan sebelumnya di group bahwa akan ada yang baru dan fresh!" Tante Zola berkata sambil berjalan mendekat ke arah Sehan. "Perkenalkan dia adalah Kenzi Rich, anggota terbaru kami. Dan kabar bahagianya ia memiliki senjata tempur yang pastinya tidak dipunyai oleh suami kalian semua.Berurat dan tentunya mentok sampai dalam, yeiii ...! Seperti biasa, untuk harga sewa, siapapun yang me
Gadis cantik itu kembali tersenyum merendahkan, tidak ada sedikitpun menunjukkan wajah yang bersahabat. "Tidak ada, Tuan. Tidak ada yang menatap seperti yang anda katakan, meski saya tahu jika anda adalah pria panggilan, anak buah tante Zola." Kata-kata gadis itu menampar keras Sehan. Tangan Sehan terkepal kuat, harga dirinya baru saja dibantai habis oleh wanita yang ada di depannya itu. "Sehan, apa kau sudah memilih baju yang bagus?" Suaera tante Zola membuat kedua orang itu menoleh ke arahnya. "Nona Chellia? anda di sini? Tumben sekali ada di butik. Kebetulan sekali mumpung anda ada di sini kami bisa minta diskon yang banyak. Bagaimana, Nona?" ucap tante Zola. Cheliia tersenyum, tidak menajwab ucapan tante Zola melainkan menunjukkan gerakan tangan setuju. "Terima kasih, Nona. Anda memang dermawan. Saya sangat suka belanja di butik ini karena banyak discon dan bahannya berkualitas semua." Tante Zola tersenyum senang. Sedangkan Chelia hanya membalas ucapan Tante Zola d
Hotel Hilton, New York. 9 Am Tante Zola membawa Sehan ke hotel miliknya. Hotel pemberian sang suami yang sering ia gunakan tidur dengan para pria anggota agency-nya. Sesampainya di dalam kamar, tante zola meminta Sehan melakukan apa yang dia perintahkan yakni membuat wanita bergairah. "Sehan, apa hanya ini yang kau bisa?" "Cih! Dasar lelaki lemah!" omel tante Zola. Sehan berdiri mematung, ia tidak tahu bagaimana cara membuat wanita puas sebelum bertempur. Dalam hati ia kembali mengutuk keputusan yang sudah ia buat. Sehan agak kesal dengan david yang tidak memberi tahu tes apa yang akan ia jalani sebelum menjadi anggota Moon Light Agency. "Ck! Kau lambat sekali, Sehan!" geram tante Zola kesal pada Sehan. Menurut tante Zola Ia pun mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. Sedangkan Sehan menunduk menatap dirinya yang hina. Sungguh sebuah keadaan yang bertolak belakang dengan dirinya dulu sebelum sang ayah bangkrut. Masih jelas di ingatan Sehan, baga
Kantor Moon Light Agency, New York. David membawa Sehan menemui Tante Zola. Sosok wanita dewasa pemilik dari Moon Light Agency. "Wow, dadamu bidang dan wajahmu tampan juga." Sehan berdiri tegak di depan seorang wanita yang tengah meraba semua aset yang dimiliki Sehan. "Hm, temanmu ini boleh juga, David! Wajahnya tampan, dan bersih! Semua yang ada di tubuhnya aku suka. Baiklah, aku terima dia! Tapi, aku harus mencobanya terlebih dahulu sebelum menawarkannya pada pelanggan!" Tante Zola memeriksa setiap inchi tubuh Sehan di depan David-- teman kuliah Sehan. "Sehan, kamu kuat berapa ronde, Sayang?" Tante Zola bertanya lagi pada Sehan yang berdiri mematung, malu untuk menjawab pertanyaan Tante Zola. "Tante tidak perlu khawatir, pilihanku tentunya berkualitas dan aku bisa jamin kalau temanku itu bakal bikin Tante mendesah tidak karuan!" sahut David mewakili Sehan yang masih malu untuk menjawab. "Diam kamu, David. Aku bertanya pada Sehan!" hardik Tante Z
Braak!! "Anda siapa? Kenapa datang-datang anda bikin masalah? Dan siapa paman Arthur itu, di sini tidak ada yang namanya Arthur!" lelaki tambun dengan perut buncit itu menatap tajam ke arah Sehan. Sehan terkejut, bagaimana bisa paman Arthur tidak ada. Sedangkan baru kemarin saat pemakaman sang ibu semua masih di posisi masing-masing. Mereka datang masih lengkap dengan kemeja khas Argantara Group. "Paman Arthur adalah pemilik jabatan ini. Bagaimana anda bisa duduk di kursi paman Arthur!" balas Sehan dengan nada tidak kalah tingginya. Keduanya saling menatap tajam. Menit berikutnya lelaki itu menekan ponselnya dan memanggil security. "Cepat kalian datang kemari!" Usai memanggil sang security, lelaki itu berjalan mengelilingi Sehan. "Asal kamu tahu, semua pegawai lama sudah tidak ada. Yang ada di sini sekarang ini adalah pegawai baru semua! Argantara Group sudah berganti nama dan pemilik!" Glek. Sehan menelan kasar ludahnya, ia baru tahu sekarang ini







