Gya memeluk pinggang kekar Renzo kuat-kuat dan tanpa helm, mereka melaju di keramaian jalan sore itu. Aroma tubuhnya begitu melekat dan Gya menyukainya. Tidak pernah wanita itu bayangkan bisa melakukan kegilaan seperti ini.
Pria itu begitu pandai mencari jalan untuk menghindari macet dan akhirnya dalam waktu satu jam, mereka tiba di Pondok Indah.
Rumah mewah itu tampak sepi. Ignar masih ada di Bandung, dan Silka mungkin akan menginap di rumah sakit untuk mengejar bahan kuliahnya.
Hanya ada dua pembantu dan mereka selalu menghindar serta tahu diri jika majikannya ada tamu. Satpam rumah itu juga tidak pernah ambil pusing. Setelah masuk ke garasi, Renzo membantu Gya turun lalu mengandeng Gya.
“Mau apa, Ren?” tanya Gya mendadak berhenti dan menahan langkah.
“Tenang, aku nggak akan ngelakuin hal konyol. Cuman pengen sama kamu, itu aja.”
Gya tersenyum samar dan akhir mengikuti Renzo. Keduanya terus berjalan dan Renzo membuk
Entah apa yang selama terpendam dalam jiwa masing-masing, tapi Gya merelakan diri sepenuhnya pada Renzo. Ketika bibir dan lidah pria itu menelusuri setiap inci tubuhnya, Gya melenguh dan menikmati dengan penuh perasaan.Mereka bercinta seakan waktu berhenti untuk momen ini. Gya baru kali ini menikmati sentuhan pria seutuhnya dengan melibatkan perasaan.Lumatan demi lumatan, membuatnya merintih dan mendesah penuh gelora. Hempasan tubuh Renzo yang membuatnya memekik berkali-kali, seakan seperti candu yang Gya tidak ingin berakhir.Renzo menunjukkan kepiawaiannya dalam bercinta. Gya merengkuh kenikmatan dan itu tidak membuatnya lelah atau menyesal.Pria yang lebih muda itu justru memperlakukan dirinya sebagai wanita yang lebih layak dan tidak egois. Setiap gerakan Gya tahu itu untuk menyenangkan dirinya. Bahkan saat Renzo menggodanya, Gya memohon untuk tidak berhenti.“Nikmati aku, sepuasmu,” pinta Gya seperti bersedia mengemis.Ren
Seharusnya pagi ini menjadi awal hidup yang baru bagi Renzo. Ketika dia datang ke kampus dan berharap mendapat perlakuan yang berbeda dari Gya, ternyata itu tidak terjadi.Wanita yang menghabiskan waktu bersamanya kemarin, kini tampak bersikap biasa, bahkan terkesan dingin.Saat dia mencoba untuk menemuinya, Gya hanya melirik dan membalas sapaannya dengan datar.“Aku nggak bikin salah yang fatal, kan?” tanya Renzo dengan wajah heran.Gya menghela napas dan melewati Renzo dengan wajah kesal.“Gya!”Renzo menarik tangan dan mencoba menghentikannya.“Hei! Jangan kurang ajar kamu, Ren!” bentak Gya tajam.Renzo melepas tangannya dan menatap Gya dengan mata yang terluka.“Sorry, aku pikir kamu ….”“Seharusnya kamu menyebut saya dengan Profesor Gya dan ini kampus, bukan tempat yang pas untuk beromantis ria! Belajar dewasa dan bisa membedakan cara beretika!&rdqu
Silka merasa bersalah karena telah membocorkan hal yang membuat Renzo kecewa. Namun baginya jauh lebih baik dia mengetahui itu dari awal, dari pada kakaknya menjadi duri dalam hubungan orang lain.“Kita pulang,” ajak Renzo dengan pelan.Silka mengangguk dan berjalan mengikuti langkah Renzo. Ketika berjalan menuju ke parkiran, mereka berpapasan dengan Gya!‘Sial!’ umpat Renzo dengan hati mendongkol.Adiknya ikut menjadi kikuk dan canggung menghadapi situasi tersebut.“Eh, Ren! Kebetulan ketemu kamu di sini.” Gya bicara dengan gaya santai dan seperti tidak terjadi apa pun. “Selamat, kamu terpilih jadi asistenku. Mulai Senin depan, kamu bisa ambil materi dari aku, ok?”Gya tersenyum dan melenggang dengan langkah biasa.“Thanks. Seperti mempersiapkan pesta pertunangan butuh waktu khusus sampe butuh asisten ya?” sindir Renzo dengan tajam.Langkah Gya terhenti dan dia urung
“Aku salah.”Itu kalimat yang meluncur begitu saja dari bibir Gya sembari menunduk. Renzo menghela napas dan menggelengkan kepala dengan senyum kecut. Pria itu kemudian menuju ke ruang sebelah kamar mandi untuk berganti baju.Ketika keluar, Gya masih duduk dan menunggu dirinya dengan sabar.“Aku tidak menyebutmu murahan! Tapi, selayaknya perempuan yang mengiyakan ajakan pria yang jelas-jelas mengirim sinyal suka, seharusnya memiliki status single!”“Ren, aku datang bukan untuk berdebat.”Renzo membuang muka dan tampak masih kesal. Akhirnya dia mencoba memberikan kesempatan pada Gya untuk menjelaskan.“Lalu? Buat apa? Kalo kamu mau nyari cowok atau mahasiswa yang bisa kamu ajak have fun, sorry, bukan aku orangnya!”“Have fun? Itu penilaian kamu tentang aku? Aku menidurimu untuk have fun?!”“Kesan pertama yang kamu ciptakan memang itu, kan? Kita bercinta dan hari b
Minggu pertama dalam bulan kedua Renzo kuliah, ibunya menelepon untuk pulang. Ulang tahun ayahnya jatuh pada akhir pekan ini.Ignar dan Silka sudah terbang lebih dulu ke Bali Jumat sore. Renzo baru tiba hari Sabtu paginya. Indira memeluk putra tunggal mereka dengan penuh kerinduan.“Kau tampak sehat!” puji Indira.Renzo tersenyum dan mengecup pipi wanita yang begitu istimewa dalam hidupnya.Alden terkekeh saat Renzo mengangsurkan kotak kecil sebagai kado untuknya.“Wah! Papa masih bisa nerima kado nih?” ucap ayahnya dengan sumringah.“Buka dong!” seru Silka dan Ignar serentak.Alden melirik ke arah istrinya dengan kerlingan mesra.“Buka aja sih, Om! Ngapain pake minta ijin sama pujaan hati,” sindir Silka dengan gemas.Bagi Silka hubungan Indira dan Alden menjadi impiannya saat besar nanti. Kisah cinta mereka begitu menginspirasi. Romantis seperti kisah yang mengugah untuk s
Wajah Gya tampak cemas dan sesekali dia meremas tangannya sendiri seperti ingin menyingkirkan hal yang membuatnya gelisah.“Kamu nggak apa-apa, kan?” tanya Renzo.Kekasihnya hanya tersenyum samar dan melangkah keluar mobil.“Butuh keberuntungan yang berpihak sama aku hari ini,” jawab Gya dengan lirih.Renzo tertawa kecil dan menggandeng tangannya untuk masuk ke dalam.Sambutan pertama adalah dari Indira yang tersenyum lebar dan langsung memeluk dengan hangat. Berikutnya, Alden dan Keenan muncul dan tampil mempesona seperti biasa.Gya mengeluh dalam hati karena para manusia yang dia temui memiliki ketampanan juga kecantikan yang sepertinya abadi dan tidak lekang.Shana dan Siwi menyapa Gya tidak kalah ramah dan heboh. Wanita muda itu dibuat salah tingkah dan gugup.“Aku berharap masih semuda dia,” ucap Shana dengan senyum jenaka.“Yaa … masa-masa itu kayaknya udah terjadi l
Kembali dari Bali meninggalkan kesan yang membuat Gya menyadari jika keluarga yang ia miliki tidaklah sesempurna yang Renzo tunjukkan padanya.Dari buyut mereka, kakek nenek, hingga orang tua dan om juga tante, semua menunjukkan sikap yang penuh dukungan pada putra putri mereka. Tidak ada yang menganggap semua hal harus terjadi sesuai keinginan para orang tua yang memberi kesimpulan bahwa pengalaman bisa memberikan saran yang bijak.Masing-masing keluarga menghargai pendapat dan keputusan anak-anak mereka.Tidak ada yang mencoba menghakimi bahkan ketika Ignar menunjukkan perilaku yang cukup mencurigakan dengan menjadi lesbian.Mungkin pengakuan gadis itu akan menjadi hal yang tidak sulit untuk dilakukan. Iganr hanya butuh meneguhkan pilihannya sebagai wanita yang memiliki kecenderungan seksual yang berbeda dengan takdirnya.Ketika bertemu dengan ibunya, Gya hanya melihat wanita yang pendiam dan selalu mengutamakan juga mendengarkan keinginan suamin
Gya sudah selesai membereskan semua pakaian dan apartemen yang baru saja ia dapatkan setahun lalu siap untuk dihuni, menjadi destinasi berikutnya.“Gy, bapak mau bicara.” Kakaknya yang nomor dua muncul di pintu dengan baju kantor yang masih lengkap. Sembari menggulung lengan kemeja, Leo, kakaknya tersenyum kecut.“Temui bapak sekarang, barang-barangmu aku bawain ke mobil.”Tawaran itu membuat Gya tersenyum lebar dan mengangguk.Kakak lelaki pertamanya telah menikah dan tinggal di luar kota, Dion yang malang itu harus mencoba bahagia dengan pernikahan yang juga diatur oleh ayahnya.Kini hanya Gya dan Leo saja yang masih tinggal di rumah. Leo masih belum diijinkan untuk tinggal sendiri meskipun sudah mencapai usia tiga puluh tiga tahun.Alasannya belum menikah adalah tidak akan ada gadis mana pun yang memenuhi kriteria orang tuanya.Gya melangkah ke ruang tengah dan ayahnya duduk di sana dengan ibunya.Wan