Perasaanku campur aduk, aku tidak tahu harus merasa sedih atau senang. Di satu sisi aku senang dengan fakta bahwa aku diterima bekerja. Tetapi rasanya bukan hal yang bagus jika harus bekerja sama dengan seseorang yang selalu bersikap dingin seperti Geraldy.
Karena pikiranku sedikit kalut, aku pun memutuskan pergi ke café untuk duduk santai sembari menenangkan diri. Ku pesan satu gelas besar jus mangga dingin untuk mendinginkan kepalaku yang panas karena tingkah tak lazim Geraldy tadi pagi. Aku mulai menyesali doaku yang meminta untuk dapat bekerja sama dengan Geraldy. Kini, wajah tampannya itu tidak spesial lagi di mataku.
Sembari menyeruput jus mangga, aku menatap layar televisi yang terpampang jelas di depanku. Tulisan Okay Tv tertera pada sudut kanan layar televisi, dan tulisan Fav Plasylist tertera pada sudut kiri layar televisi. Ku tebak ini adalah acara yang menampilkan kumpulan tangga lagu yang menjadi juara pekan ini.
Ternyata tebakanku salah total, ini adalah acara musik bagi musisi yang ingin mempromosikan lagunya. Dan hal tak terduga lainnya adalah Geraldy muncul pada layar itu. Aku menyadari bahwa dirinya tidak menghapus sedikit pun hasil riasan tangaku tadi pagi. Aku menjadi bertanya-tanya pada diriku sendiri, “Apakah dia benar-benar menyukai hasil riasanku?”
Geraldy mulai bernyanyi sambil memetik gitar. Suara merdu Geraldy mulai menari-nari dan mencuri perhatianku. Aku bahkan berhenti menyantap minumanku, dan terpaku hanya pada Geraldy sembari menghayati lirik lagu yang dia nyanyikan itu.
“Selang-selang putih itu menusukmu
Akar jantungku berhenti bernyanyi
Tiada lagi yang lebih sakit dari ini
Tiada lagi yang lebih perih dari ini”
Aku menanggapi sinis lirik lagu yang dinyanyikan Geraldy. Judul lagunya adalah Kepedihanku. “Menjiplak dari mana dia itu,” pikirku.
Bagaimana mungkin seorang Geraldy yang wajah tampannya terpampang dimana-mana paham apa itu rasa pedih. Aku pikir dia bahkan tidak mampu untuk hanya sekedar menghargai perasaan orang lain.
***
“Bunda aku pulang,” ucapku tanpa menoleh dan berjalan lurus saja menuju kamarku. Aku tidak ingin menceritakan apapun kepada Bunda karena aku yakin dirinya juga tidak peduli. Ku rebahkan tubuh pegalku pada ranjang, dan ponselku bergetar bersamaan. Ternyata ada pesan W******p yang masuk dari Mas Rudi.
“Besok datang jam 10 lagi, ya, Mbak Jaeryn. Mulai hari ini, setiap hari aku akan memberi update jadwal Geraldy. Jadi jam masuk kerja dan jam pulang kerja Mbak Jaeryn tidak tetap, ya, tergantung jadwal Geraldy.”
“Baik Mas Rudi. Saya tidak akan terlambat,” Balasku.
“Oh iya … Mas Rudi bisa panggil aku Jaeryn aja, nggak? Kayanya Mas Rudi masih lebih tua daripada aku,” Kirimku lagi.
“Oke sip Jaeryn … Sampai ketemu besok.”
Setelah selesai berkirim pesan, pikiranku dicuri oleh pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting. Aku tiba-tiba berusaha memahami mengapa Mas Rudi masih bertahan bekerja sebagai Manager Geraldy. Padahal Geraldy itu orang yang dingin dan cuek, sedangkan Mas Rudi itu orang yang sangat baik dan ramah.
“Jangan-jangan kalau Geraldy ditanya mau makan apa sama Mas Rudi malah disuruh tebak sendiri. Argh …” aku mulai ragu untuk melanjutkan langkahku ini.
Namun aku kembali teringat kalau aku harus mengembalikan modal barang-barang yang aku ambil dari toko pagi ini. Aku juga merasa kesal terhadap Bunda yang terkesan sangat perhitungan sama anaknya sendiri. Lagi dan lagi aku hanya bisa menghela nafas dan mengepal tanganku. Aku pikir mungkin inilah sambutan selamat datang dari dunia orang dewasa. Dunia yang bisa jadi sangat kejam dan berbeda 360 derajad dari dunia remajaku dulu. Mau tidak mau aku harus siap menghadapinya.
Ponselku bergetar lagi, aku pikir itu dari Mas Rudi. Setelah aku membuka pesan, mataku terbelalak. Tak kusangka pesan itu dari Geraldy. Dia mengirimiku sebuah link. Karena penasaran, aku langsung memencet link itu.
Kemudian yang muncul pada layar ponselku adalah sebuah video. Dalam video itu muncul sesosok wanita berambut panjang dan berpakaian putih. Wanita itu melotot ke arahku dengan sorot matanya yang menggambarkan kegelapan. Wajahnya pucat pasi dan penuh dengan darah. Sialan … Geraldy tengah mengerjaiku.
Jantungku berdetak kencang. Apalagi aku ini sangat takut dengan hantu. Aku sangat kesal padanya sampai-sampai aku tidak sudi membalas pesan itu.
Beberapa menit kemudian dia kembali mengirimiku sebuah link. Kali ini aku tidak ingin mengubrisnya. Aku yakin dia kembali mengirimiku sebuah video horor.
“Lo takut sama ginian?” tulisnya dalam pesan itu.
Aku tidak ingin memperdulikannya dan hanya membaca pesan itu, yang ditandai dengan dua centang biru.
“Balas pesan ini atau hantu itu akan mendatangi lo!”
“Wah! kampret bener ini orang,” gumamku kesal setengah mati. Aku pun membalas pesannya dengan penuh keterpaksaan. “Iya … takut.”
“Wkwkwkwk … hantu aja masak takut,” balasnya lagi.
Aku semakin ketakutan karena jangan-jangan yang mengirimiku pesan ini adalah hantu sungguhan. Karena kalau aku pikir secara logika, apa mungkin seorang Geraldy berkenaan bertukar pesan denganku? Pagi tadi dia bahkan mengabaikan aku begitu saja. Atau mungkin dia adalah seorang pria brengsek yang suka bermain tarik-ulur? Pertanyaan yang muncul di kepalaku semakin rumit saja. Aku akhirnya memilih untuk tidur karena esok hari akan sangat melelahkan bagiku.
***
Setelah sekian lama, akhinya alaramku ini ada fungsinya juga. Aku terbangun karena suara nyaring alarm yang sekaligus mengingatkan aku bahwa aku akan bertemu dengan orang yang sangat menyebalkan bernama Geraldy. Bahkan setelah mendapatkan pekerjaan ini, aku masih belum berhasil mensykuri hidupku ini.
Aku pun berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mendapatkan sarapanku. Bunda terkejut karena aku sudah bangun pukul 8 pagi. Aku akhirnya menjelaskan pada Bunda bahwa aku sudah diterima bekerja. Bunda bereaksi dengan berkata bahwa aku mungkin akan didepak kurang dari sebulan dari perusahaan itu.
Namun, entah mengapa aku juga berharap seperti itu.
Sebelum berangkat kerja, aku kembali memeriksa ponselku. Ku dapati ada satu pesan yang belum terbaca. Gilanya pesan itu dari Geraldy. Pesan itu berbunyi, “Semalam lo pasti tidur nyenyak karena gue nggak jadi ngirim hantu ke rumah lo, kan?”Usai membaca pesan itu aku menjadi binggung setengah mati.
“Apa-apan lagi ini? Ngaco! Ganteng-ganteng tapi norak!” Gumamku.
Aku membalas pesannya dengan mengutarakan betapa aku berterima kasih atas kebaikan hatinya itu. Geraldy yang tadinya begitu dingin dan cuek, bagaimana mungkin bisa bertindak kekanakan seperti ini?
Memang benar kata orang-orang, bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Buktinya, meskipun Geraldy sangat tampan, sukses, dan kaya … nyatanya dia itu aneh.
***
Akhirnya mulai hari ini aku resmi bekerja untuk Horas Entertainment. Aku tertegun melihat orang-orang di sini bekerja begitu keras. Mereka berjalan dengan langkah kaki yang sangat cepat, bahkan terkesan terburu-buru. Dan aku masih saja dengan langkahku yang lamban dan terkesan tidak ikhlas. Aku bahkan menekan tombol lift dengan lesu.Untuk memasuki lift, aku harus mengarahkan barcode yang tertera pada tanda pengenal yang aku kalungi. Tanda pengenalku itu bertuliskan ‘Jaeryn Salim – Makeup Artist’.Setelah beberapa saat di dalam lift, aku bertemu dengan beberapa staff lainnya. Aku ingin menegur, tetapi mereka sedang sibuk berbincang ria. Mereka mengosipkan pria idaman mereka yang tak lain dan tak bukan adalah Geraldy. Mereka merasa begitu bersyukur dapat bekerja di sini dan dapat sering bertemu dengan Geraldy. Mereka mengakui bahwa sikap dingin yang ditunjukkan oleh Geraldy adalah sebuah pesona yang sangat mematikan. Pesona yang harus dimiliki
“Ya, begitulah. Dari gosip yang kudengar, dulu ayah tirinya Geraldy adalah seorang penata rias untuk ibunya. Dulu zamanya kita masih kecil, ibunya adalah artis papan atas. Setelah ayah kandung Geraldy meninggal karena bunuh diri, sang ibu memilih untuk menikah dengan penata riasnya sendiri. Mau tidak mau, Geraldy jadi punya ayah tiri, deh. Bahkan seluruh kekuasaan diserahkan kepada ayah tirinya Geraldy, sedangkan sang Ibu memilih untuk pensiun dari dunia hiburan dan memutuskan untuk menghabiskan sisa hidup dengan jalan-jalan,” sambung Daniel memperjelas pernyataannya tadi.Senyuman kecil yang kaku aku guratkan pada bibir. Tak kusangka latar belakang Geraldy tidak sesempurna bayanganku. Ayah yang bunuh diri? Sungguh tak terbayang jika hal itu terjadi kepadaku.Salah satu fakta baru tentang Geraldy kutelan bersamaan dengan nasi putihku siang ini.Aku pun berterima kasih kepada Daniel karena sudah menemaniku makan siang, dan telah memberit
Jam menunjukkan pukul 7 malam, Geraldy akhirnya mendapatkan break untuk makan malam. Aku pun memutuskan untuk makan malam juga, karena sepertinya shooting ini akan berakhir larut.“Duduk di sini aja Jaeryn.” Mas Rudi mengajakku duduk di sebelahnya untuk berbagi makanan.“Malam ini kita semua bakalan bergadang. Soalnya shooting harus lanjut sampai subuh,” ungkap Mas Rudi memberikan informasi.“Hah?” Aku hampir tersedak.“Iya, udah kejar tayang, nih, dramanya. Terpaksa harus lanjut sampai subuh. Kalau kamu ngantuk, kamu bisa tidur sebentar di tenda Geraldy. Soalnya tenda di sini terbatas. Nanti kalau lagi perlu kamu, aku bangunin, deh,” jelas Mas Rudi.Mendengar hal itu, aku menjadi tidak berselera menelan makan malamku.“Berada di sini sampai subuh? Bersama Geraldy? Menggunakan tenda Geraldy? Yang benar saja!” batinku.Namun mau bagaimana la
Aku menyusun alat makeup ke dalam tas sambil tertunduk murung. Mataku sudah berkaca-kaca, aku tak mampu berpura-pura bahwa aku baik-baik saja. Rasanya aku benar-benar ingin menumpahkan semua air mata setelah Geraldy kembali memulai shooting. Setelah bercermin untuk melihat hasil riasan, Geraldy bergegas membuka kancing tenda. Tetapi sebelum ia beranjak ke luar, ia menatapku terlebih dahulu. Karena merasa sedang diperhatikan, aku lantas menegakkan kepala dan menatap tepat pada matanya. Tanpa basa-basi Geraldy mengusap area mataku dengan ibu jarinya. Aku spontan memundurkan tubuhku karena kaget. Setelah itu Geraldy langsung beranjak ke luar dari tenda tanpa berbicara. Aku semakin tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran Geraldy. Dia bersikap kasar kepadaku dan tidak meminta maaf. Tetapi dia tiba-tiba mengusap mataku saat menyadari bahwa hatiku terluka. “Maksud dia apa, sih?” Apa yang sebenarnya sedang Geraldy renca
Sinar matahari menembus tenda, aku dapat merasakan kehangatannya. Serta merta aku merasa aneh mengapa ada sesuatu yang berat menindih pahaku. Aku menghela nafas dan akhirnya mencoba membuka mataku. Aku berusaha menoleh ke kanan, tapi silau sekali. Akhirnya kuputuskan untuk meraba hal berat yang menindih pahaku.“Hah? Kok ada paha?” Gumamku binggung.Aku membuka lebar mataku sekali lagi. Kali ini aku mengambil posisi setengah duduk. Oh tidak! Aku ketiduran lagi dan Geraldy menumpang paha kanannya di atas pahaku. Dengan perlahan, aku berusaha menyingkirkan pahanya yang sedaritadi menindihku.Aku mengecek ponsel, sudah jam 8 pagi. Tak bisa kupercaya semalam aku benar-benar ketiduran. Lebih tepatnya menjelma menjadi mayat yang masih bernafas.“Ah, kepalaku sakit sekali.”Aku berusaha mengingat kejadian tadi malam. Padahal aku merasa tidak mencoba untuk tertidur. Dan anehnya, Mas Rudi sama sekali
“Hapus fotonya!” aku merengek kepada Geraldy.Aku tak lagi peduli jika nanti Geraldy akan memakiku. Saat ini yang lebih penting adalah nama baikku. Jangan sampai Geraldy menggunakan foto itu untuk hal yang tidak-tidak.“Tangkap aku kalau bisa,” tantang Geraldy.Aksi kejar-kejaran pun tidak terelakkan. Ku kerahkan semua tenagaku untuk merebut ponsel milik Geraldy. Aku harus menghapus foto itu dengan tanganku sendiri. Dan tanpa kami sadari, kami berdua kejar-kejaran seperti anak TK.“Sini!” perintahku.Ketika berusaha sekuat tenaga untuk merebut ponsel Geraldy dan kesusahan karena dia sangat tinggi, seketika aku menyadari bahwa kami tengah dijepret oleh seseorang. Ya ampun, aku lupa kalau fans Geraldy pasti sedang memperhatikan dan menjepret kami.Aku yang tadinya berniat menjaga nama baikku, kini mungkin telah memperburuk situasi. Jangan-jangan setelah ini akan ada gosip yang mencuat!Karena takut se
Orang bilang, apabila kita bermimpi tersesat di hutan, maka mimpi itu melambangkan bahwa seseorang yang kita anggap baik, nyatanya adalah seseorang yang buruk. Apakah semua ini adalah pertanda? Apakah ini tentang Mas Rudi? Atau justru Geraldy?Namun, aku yakin sekarang ini tidak sedang terjebak dalam mimpi.Aku yakin bahwa jari-jari hangat yang sedang melingkar pada lenganku, adalah benar jari manusia. Meskipun pria yang masih terus memegangiku saat ini, tampak seperti pria yang ada di dalam dongeng. Seakan dia itu tidak nyata. Tetapi ini bukanlah mimpi!“Jaeryn, kamu gapapa?” panggilan Mas Rudi menjadi sihir yang mengubah segalanya kembali menjadi normal.“Iya, gapapa,” jawabku lesu.Meskipun yang kubalas adalah pertanyaan Mas Rudi, tetapi yang kutatap adalah wajah Geraldy. Sebab, entah bagaimana wajahnya itu seakan memiliki magnet yang membuatku tak bisa melepaskan pandangan.“Kalau masih nggak enak badan, kam
Aroma obat-obatan yang begitu tajam membuatku terbangun dari mimpi panjangku. Perlahan-lahan aku berusaha membuka mata, tetapi pandanganku sangat kabur. Kasur yang saat ini kutiduri pun terasa begitu asing.Seluruh tubuhku terasa sakit, seakan tulang-tulangku diremukkan. Dan benar saja, ketika aku membuka mataku untuk kedua kalinya, aku melihat samar bahwa beberapa bagian tubuhku tengah dibalut perban.Dapat kusadari jarum infus terpasang pada nadiku. Dapat pula kurasakan hangat tangan seseorang yang sedang memegangi erat jemariku. Sesungguhnya, ada di mana aku ini? Apakah rumah sakit? Tapi mengapa?"Jaeryn, kamu sudah sadar?"Terdengar bisikan suara seseorang yang bertanya kepadaku. Aku pun berusaha menatap tepat pada wajah orang itu."Geraldy?" Gumamku lesu.Aku semakin binggung atas apa yang tampak di depan mataku saat ini. Mengapa ada Geraldy pagi-pagi begini? Apa jangan-jangan ....Argh, sial! Sepertinya aku pin