Share

BAB 2 - GANTENG TAPI NORAK

Perasaanku campur aduk, aku tidak tahu harus merasa sedih atau senang. Di satu sisi aku senang dengan fakta bahwa aku diterima bekerja. Tetapi rasanya bukan hal yang bagus jika harus bekerja sama dengan seseorang yang selalu bersikap dingin seperti Geraldy.

Karena pikiranku sedikit kalut, aku pun memutuskan pergi ke café untuk duduk santai sembari menenangkan diri. Ku pesan satu gelas besar jus mangga dingin untuk mendinginkan kepalaku yang panas karena tingkah tak lazim Geraldy tadi pagi. Aku mulai menyesali doaku yang meminta untuk dapat bekerja sama dengan Geraldy. Kini, wajah tampannya itu tidak spesial lagi di mataku.

Sembari menyeruput jus mangga, aku menatap layar televisi yang terpampang jelas di depanku. Tulisan Okay Tv tertera pada sudut kanan layar televisi, dan tulisan Fav Plasylist tertera pada sudut kiri layar televisi. Ku tebak ini adalah acara yang menampilkan kumpulan tangga lagu yang menjadi juara pekan ini.

Ternyata tebakanku salah total, ini adalah acara musik bagi musisi yang ingin mempromosikan lagunya. Dan hal tak terduga lainnya adalah Geraldy muncul pada layar itu. Aku menyadari bahwa dirinya tidak menghapus sedikit pun hasil riasan tangaku tadi pagi. Aku menjadi bertanya-tanya pada diriku sendiri, “Apakah dia benar-benar menyukai hasil riasanku?”

Geraldy mulai bernyanyi sambil memetik gitar. Suara merdu Geraldy mulai menari-nari dan mencuri perhatianku. Aku bahkan berhenti menyantap minumanku, dan terpaku hanya pada Geraldy sembari menghayati lirik lagu yang dia nyanyikan itu.

“Selang-selang putih itu menusukmu

Akar jantungku berhenti bernyanyi

Tiada lagi yang lebih sakit dari ini

Tiada lagi yang lebih perih dari ini”

Aku menanggapi sinis lirik lagu yang dinyanyikan Geraldy. Judul lagunya adalah Kepedihanku. “Menjiplak dari mana dia itu,” pikirku.

Bagaimana mungkin seorang Geraldy yang wajah tampannya terpampang dimana-mana paham apa itu rasa pedih. Aku pikir dia bahkan tidak mampu untuk hanya sekedar menghargai perasaan orang lain.

***

“Bunda aku pulang,” ucapku tanpa menoleh dan berjalan lurus saja menuju kamarku. Aku tidak ingin menceritakan apapun kepada Bunda karena aku yakin dirinya juga tidak peduli. Ku rebahkan tubuh pegalku pada ranjang, dan ponselku bergetar bersamaan. Ternyata ada pesan W******p yang masuk dari Mas Rudi.

“Besok datang jam 10 lagi, ya, Mbak Jaeryn. Mulai hari ini, setiap hari aku akan memberi update jadwal Geraldy. Jadi jam masuk kerja dan jam pulang kerja Mbak Jaeryn tidak tetap, ya, tergantung jadwal Geraldy.”

“Baik Mas Rudi. Saya tidak akan terlambat,” Balasku.

“Oh iya … Mas Rudi bisa panggil aku Jaeryn aja, nggak? Kayanya Mas Rudi masih lebih tua daripada aku,” Kirimku lagi.

“Oke sip Jaeryn …  Sampai ketemu besok.”

Setelah selesai berkirim pesan, pikiranku dicuri oleh pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting. Aku tiba-tiba berusaha memahami mengapa Mas Rudi masih bertahan bekerja sebagai Manager Geraldy. Padahal Geraldy itu orang yang dingin dan cuek, sedangkan Mas Rudi itu orang yang sangat baik dan ramah.

“Jangan-jangan kalau Geraldy ditanya mau makan apa sama Mas Rudi malah disuruh tebak sendiri. Argh …” aku mulai ragu untuk melanjutkan langkahku ini.

Namun aku kembali teringat kalau aku harus mengembalikan modal barang-barang yang aku ambil dari toko pagi ini. Aku juga merasa kesal terhadap Bunda yang terkesan sangat perhitungan sama anaknya sendiri. Lagi dan lagi aku hanya bisa menghela nafas dan mengepal tanganku. Aku pikir mungkin inilah sambutan selamat datang dari dunia orang dewasa. Dunia yang bisa jadi sangat kejam dan berbeda 360 derajad dari dunia remajaku dulu. Mau tidak mau aku harus siap menghadapinya.

Ponselku bergetar lagi, aku pikir itu dari Mas Rudi. Setelah aku membuka pesan, mataku terbelalak. Tak kusangka pesan itu dari Geraldy. Dia mengirimiku sebuah link. Karena penasaran, aku langsung memencet link itu.

Kemudian yang muncul pada layar ponselku adalah sebuah video. Dalam video itu muncul sesosok wanita berambut panjang dan berpakaian putih. Wanita itu melotot ke arahku dengan sorot matanya yang menggambarkan kegelapan. Wajahnya pucat pasi dan penuh dengan darah. Sialan … Geraldy tengah mengerjaiku.

Jantungku berdetak kencang. Apalagi aku ini sangat takut dengan hantu. Aku sangat kesal padanya sampai-sampai aku tidak sudi membalas pesan itu.

Beberapa menit kemudian dia kembali mengirimiku sebuah link. Kali ini aku tidak ingin mengubrisnya. Aku yakin dia kembali mengirimiku sebuah video horor.

“Lo takut sama ginian?” tulisnya dalam pesan itu.

 Aku tidak ingin memperdulikannya dan hanya membaca pesan itu, yang ditandai dengan dua centang biru.

“Balas pesan ini atau hantu itu akan mendatangi lo!”

“Wah! kampret bener ini orang,” gumamku kesal setengah mati. Aku pun membalas pesannya dengan penuh keterpaksaan. “Iya … takut.”

“Wkwkwkwk … hantu aja masak takut,” balasnya lagi.

 Aku semakin ketakutan karena jangan-jangan yang mengirimiku pesan ini adalah hantu sungguhan. Karena kalau aku pikir secara logika, apa mungkin seorang Geraldy berkenaan bertukar pesan denganku? Pagi tadi dia bahkan mengabaikan aku begitu saja. Atau mungkin dia adalah seorang pria brengsek yang suka bermain tarik-ulur? Pertanyaan yang muncul di kepalaku semakin rumit saja. Aku akhirnya memilih untuk tidur karena esok hari akan sangat melelahkan bagiku.

***

Setelah sekian lama, akhinya alaramku ini ada fungsinya juga. Aku terbangun karena suara nyaring alarm yang sekaligus mengingatkan aku bahwa aku akan bertemu dengan orang yang sangat menyebalkan bernama Geraldy. Bahkan setelah mendapatkan pekerjaan ini, aku masih belum berhasil mensykuri hidupku ini.

Aku pun berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mendapatkan sarapanku. Bunda terkejut karena aku sudah bangun pukul 8 pagi. Aku akhirnya menjelaskan pada Bunda bahwa aku sudah diterima bekerja. Bunda bereaksi dengan berkata bahwa aku mungkin akan didepak kurang dari sebulan dari perusahaan itu.

Namun, entah mengapa aku juga berharap seperti itu.

Sebelum berangkat kerja, aku kembali memeriksa ponselku. Ku dapati ada satu pesan yang belum terbaca. Gilanya pesan itu dari Geraldy. Pesan itu berbunyi, “Semalam lo pasti tidur nyenyak karena gue nggak jadi ngirim hantu ke rumah lo, kan?”

Usai membaca pesan itu aku menjadi binggung setengah mati.

“Apa-apan lagi ini? Ngaco! Ganteng-ganteng tapi norak!” Gumamku.

Aku membalas pesannya dengan mengutarakan betapa aku berterima kasih atas kebaikan hatinya itu. Geraldy yang tadinya begitu dingin dan cuek, bagaimana mungkin bisa bertindak kekanakan seperti ini?

Memang benar kata orang-orang, bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Buktinya, meskipun Geraldy sangat tampan, sukses, dan kaya … nyatanya dia itu aneh.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status