Keesokan harinya, para prajurit kerajaan Sanggabuana yang bertugas di kadipaten Kuta Gandok sudah bersiap untuk melakukan serangkaian tembakkan meriam-meriam yang sudah disiagakan itu, untuk menggempur basis pertahanan para pemberontak yang berada di dalam hutan tidak jauh dari pemukiman penduduk yang ada di desa tersebut.
"Apakah serangan itu akan dimulai sekarang, Panglima?" tanya Rungga menatap wajah Panglima Jasinga."Lakukan sekarang!" tegas sang panglima segera memerintahkan prajuritnya itu.Demikian, setelah mendapatkan persetujuan dari sang panglima, Rungga yang merupakan prajurit senior langsung memerintahkan para prajurit lainnya untuk segera menembakkan meriam-meriam itu ke arah sasaran utama yang berada di kedalaman rimba tersebut.Rungga mengangkat pedang tinggi dan berteriak kencang, "Tembak!" seru Rungga.Para prajurit itu pun segera melaksanakan tugas dari pimpinannya itu. Meriam-meriam tersebut, merupakan persenjataan canggih yang diimpor daKemudian Prabu Erlangga bertanya lagi kepada sang pemilik warung itu, "Apakah Panglima Janeka melaksanakan tugas di Kepatihan ini cukup baik, atau sebaliknya, Ki?"Ki Barga menggelengkan kepalanya. Lalu, ia menjawab pertanyaan sang raja, “Aku tidak mengetahuinya dengan jelas. Aku hanya mendengar dari orang-orang yang sering datang ke warungku, termasuk para prajurit yang bertugas keliling mengamankan desa ini yang sering singgah dan makan di sini," terang Ki Barga.Kemudian, ia berkata lagi, "Mereka mengatakan kalau Panglima Janeka memang seorang pemimpin yang baik dan sangat disukai oleh para prajuritnya," tandas Ki Barga menyampaikan apa yang dengar dari para prajurit yang sering singgah di warungnya.Prabu Erlangga menjadi termangu-mangu. Berkata dalam hatinya, "Ternyata Janeka tidak pernah surut niat baiknya, dan terus berusaha menjadi orang baik."Demikianlah, perbincangan Ki Barga dengan Prabu Erlangga yang masih menyembunyikan identitasnya itu, berla
Seketika, ruang terbuka itu menjadi arena pertarungan yang cukup sengit antara sang raja dengan panglimanya sendiri. Sejatinya, Panglima Janeka belum mengetahui kalau musuh yang dihadapinya adalah sang junjungannya sendiri yang sedang melakukan penyamaran dan menguji dirinya.Sabetan pedang terus dilancarkan oleh Panglima Janeka ke arah sang raja, dengan penuh kelihaian dan ketangkasan sang raja terus menangkis alur serangan dari Panglima Janeka. Hingga pada akhirnya, sang raja menghentakkan kaki tiga kali ke tanah, sehingga terjadi guncangan dahsyat laksana sebuah gempa yang menggetarkan seluruh wilayah kepatihan Waluya Jaya.Diam-diam, Darunda rupanya mulai memahami bahwa orang yang mempunyai jurus guncang bumi hanyalah sang raja. Lantas, ia pun segera menyeru kepada Panglima Janeka, "Hentikan, Panglima!" teriak Darunda meloncat tinggi dan mendarat di tengah-tengah posisi Panglima Janeka yang sedang berhadapan dengan Prabu Erlangga."Jangan kau lanjutkan pertarungan
Sepulang dari kunjungannya ke kerajaan Kundar, Panglima Pertahanan Raden Jaka Kelana, Senopati Lintang dan Ki Jasukarna, langsung duduk bersama di pendapa istana istana kepatihan amangkubumi.Hadir pula pimpinan Kepatihan Kuta Tandingan Barat Raden Patih Aryadana, dan dari Kepatihan Kuta Tandingan Barat, Raden Patih Anggadita serta Adipati Sargeni dan Adipati Soarna. Mereka berkumpul atas undangan dari Maha Patih Amangkubumi Randu Aji yang hendak membahas kasus hilangnya sang raja."Mohon maaf sebelumnya, hamba tiga hari yang lalu menemukan tempat yang diduga kuat sebagai tempat pertarungan yang begitu sengit," ujar Adipati Soarna berbicara di hadapan maha patih agung dan para tamu-tamunya itu.Raden Maha Patih Randu Aji mengerutkan keningnya, kemudian ia berkata lirih menanggapi ucapan dari sang adipati, "Di manakah lokasi yang Adipati temukan itu?" tanya sang maha patih meluruskan pandangannya ke wajah Adipati Soarna.Dengan lirihnya sang adipati pun menjawab p
Arimbi tampak semringah dan bahagia mendengar kabar sang raja masih hidup dan dalam keadaan baik-baik saja."Sungguh?" tanya sang permaisuri menatap tajam wajah seorang prajurit wanita yang berdiri di hadapannya itu.Dengan bersikap ajrih prajurit itu pun menjawab, "Iya, Gusti Ratu. Beberapa saat yang lalu ada dua prajurit dari kepatihan Waluya Jaya yang datang menghadap sang maha patih. Mereka mengabarkan, kalau gusti prabu dalam keadaan baik-baik saja dan menugaskan mereka untuk menjemput Gusti Ratu.""Baiklah, kau tunggu di luar dan katakan kepada Panglima Jaka Kelana segera siapkan kereta kencana!" ujar sang permaisuri."Baik, Gusti Ratu." Prajurit itu memberi hormat dan langsung berlalu dari hadapan sang permaisuri.Prajurit wanita itu langsung menghadap Panglima Jaka Kelana, dan menyampaikan pesan dari Arimbi. "Baiklah, aku akan segera menyiapkan kereta kencana dan kau panggil 20 prajurit wanita untuk ikut!" kata Panglima Jaka Kelana."Baik, Pangl
Ketika sudah sampai di barak, Panglima Jowarya segera mempersilahkan Senopati Sami Aji untuk duduk, dan ia pun memerintahkan para prajurit untuk menjamu sang senopati serta para prajuritnya yang berada di luar barak."Aku bukanlah tamu terhormat, janganlah Panglima terlalu repot dalam penyambutan ini!" kata Senopati Sami Aji."Tidak apa-apa, Gusti Senopati. Hamba pikir para petinggi kerajaan Sirnabaya jauh lebih baik dalam menyambut tamu, itu pernah hamba alami sendiri ketika hamba mendapat tugas dari sang raja untuk berkunjung ke istana kerajaan Sirnabaya," jawab Panglima Jowarya bersikap ramah.Senopati Sami Aji tersenyum dan berdecak kagum atas kebaikan Panglima Jowarya. Keduanya pun segera berbincang mengenai kecurigaan dari pihak kerajaan Sirnabaya dengan siasat busuk dari Prabu Domala yang sengaja membuat kekacauan dengan mengirim para prajurit yang terlatih untuk mengadu domba kerajaan Sirnabaya dengan kerajaan Randakala."Prajurit kerajaan Sirnabaya sudah
Seminggu kemudian, Prabu Erlangga bersama para petinggi istana sudah berkumpul di pendapa istana. Tidak seperti biasanya, wajah sang raja tampak berseri-seri seperti sedang mengalami kegembiraan dalam jiwanya.Diam-diam, Maha Patih Randu Aji mengamati sikap sang raja kala itu. Bertanyalah ia sedikit berbisik kepada Prabu Erlangga, "Hamba lihat, Gusti Prabu tampak dalam keadaan bahagia. Ada apakah gerangan?"Prabu Erlangga tersenyum dan segera menjawab lirih pertanyaan dari sang maha patih, "Ratuku sedang mengandung." Prabu Erlangga balas berbisik.Maha Patih Randu Aji tersenyum dan segera mengulurkan tangannya ke arah sang raja, dengan wajah penuh kegembiraan, Prabu Erlangga langsung meraih uluran tangan sang maha patih. "Selamat, Gusti Prabu. Semoga bayi dalam kandungan sang permaisuri dalam kondisi baik dan sehat," ucap Maha Patih Randu Aji, ikut merasa bahagia mendengar kabar kehamilan istri sang raja yang merupakan kakak iparnya itu."Terima kasih
Dengan penuh kesiagaan, sang patih menunggu lawannya mendekat. Ia tidak sedikit pun terpancing oleh sikap pendekar itu. Namun dengan tiba-tiba saja, pendekar itu menyabetkan pedang ke arah Patih Balong Gandu.Dengan secepat kilat, sang patih pun meloncat tinggi menghindari ujung pedang lawannya. Karena itu, maka pendekar tersebut segera meloncat pula mengejar Patih Balong Gandu.Namun pada saat itu, sang patih langsung melakukan serangkaian tendangan sedemikian kerasnya, pendekar itu terjungkal dan terpental jauh."BEDEBAH!" Prajurit itu tertegun sejenak, darah segar mengalir deras dari mulut dan hidungnya."Itu balasan untukmu yang bersikap jumawa!" teriak Patih Balong Gandu.Dua bola mata pendekar itu sangat tajam mengawasi gerak-gerik sang Patih. "Aku harus mencari akal untuk segera membinasakan orang itu," desisnya dalam hati.Kemudian ia bangkit dan tertawa sambil berkata, "Hebat kau, Ki Sanak. Tapi ingat! Kau tidak akan bisa lari dari cengkeraman
Setibanya di kadipaten Alas Purba, Patih Balong Gandu langsung disambut hangat oleh para prajurit yang bertugas di kediaman sang adipati."Silahkan duduk dulu, Gusti Patih!" kata prajurit penjaga mempersilahkan sang patih untuk duduk di pendapa kediaman sang adipati.Kemudian, prajurit itu langsung memberi tahu sang adipati tentang kedatangan Patih Balong Gandu. Setibanya di dalam rumah tersebut, prajurit itu langsung melangkah menghampiri sang adipati yang sedang berada di ruang tengah bersama istrinya."Mohon maaf, Gusti Adipati. Ada Gusti Patih Balong Gandu baru saja tiba," kata prajurit itu bersikap ramah di hadapan sang adipati."Ya, nanti aku ke luar. Kau jamu saja dulu!" jawab Adipati Kondara lirih."Baik, Gusti Prabu." Prajurit itu langsung berlalu dari hadapan Adipati Kondara, dan bergegas melangkah menghampiri sang patih untuk menyampaikan pesan dari sang adipati.Selang beberapa saat kemudian, Adipati Kondara sudah keluar dan langsung menyamb